Ketakutan Said Iqbal: Vaksin Gotong Royong Bakal Dikomersialiasi

Jum'at, 21 Mei 2021 - 10:19 WIB
loading...
Ketakutan Said Iqbal:...
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengkhawatirkan, akan terjadi komersialiasi yang hanya akan menguntungkan pihak-pihak tertentu dalam program vaksinasi gotong royong. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengkhawatirkan, akan terjadi komersialiasi yang hanya akan menguntungkan pihak-pihak tertentu dalam program vaksinasi gotong royong . Meski begitu Ia menekankan, mendukung penuh upaya pemerintah untuk melawan pandemi Covid-19 dengan cara melakukan vaksinisasi.

Said Iqbal mengatakan, KSPI siap mengikuti program vaksinisasi tersebut. Tetapi KSPI mempermasalahkan pemberian vaksin yang dilakukan secara berbayar.

“Setiap transaksi jual beli dalam proses ekonomi berpotensi menyebabkan terjadinya komersialisasi oleh produsen yang memproduksi vaksin dan pemerintah sebagai pembuat regulasi, terhadap konsumen dalam hal ini rakyat termasuk buruh yang menerima vaksin,” ujar Said Iqbal di Jakarta, Jumat (21/5/2021).



Lanjutnya, program vaksinisasi berbayar yang dikenal dengan nama Vaksin Gotong Royong, sekalipun biaya vaksinisasi dibayar oleh pengusaha, dikhawatirkan akan terjadi komersialisasi vaksin atau transaksi jual beli harga vaksin yang dikendalikan oleh produsen (pembuat vaksin)

Sebagaimana diketahui, dalam keputusan yang telah diteken oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin pada 11 Mei 2021 dijelaskan bahwa harga vaksin gotong royong buatan Sinopharm adalah Rp321.660 per dosis, di mana tarif pelayanan vaksinasi belum termasuk di dalam harga tersebut.

Dijelaskan, bahwa tarif pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis. Dengan demikian, jika dijumlahkan total harga sekali penyuntikan Rp439.570 atau berkisar 800-an ribu untuk 2 kali penyuntikan.

Terkait dengan hal itu, ada beberapa alasan yang menjadi kekhawatiran KSPI bahwa vaksin gotong royong akan menyebabkan komersialisasi.

Pertama, berkaca dari program rapid tes untuk mendeteksi ada atau tidaknya seseorang terpapar virus Covid-19 (baik rapid test sereologi, antigen, dan PCR), mekanisme harga di pasaran cenderung mengikuti hukum pasar.

Awalnya pemerintah menggratiskan program rapid tes, tetapi belakangan rapid tes terjadi komersialisasi dengan harga yang memberatkan. Misalnya, adanya kewajiban rapid tes sebelum naik pesawat dan kereta api, bertemu pejabat, bahkan ada buruh yang masuk kerja pun diharuskan rapid tes.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2092 seconds (0.1#10.140)