Revisi PP No 109/2020 Terkait Industri IHT Disebut Cuma Menambah Masalah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Revisi PP No 109/2020 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan dinilai akan membawa masalah baru dan dampak yang besar bagi negara. Wakil Ketua DPR Komisi IV DPR, Daniel Johan merespons, desakan LSM anti tembakau agar Pemerintah segera menyelesaikan proses revisi PP 109 dengan cepat.
“Bukannya mendatangkan manfaat tetapi justru menambah masalah dan jumlah pengangguran baru,” ujar Daniel Johan saat diwawancara oleh media di Jakarta.
Menurutnya, dampak dilaksanakannya revisi akan memberikan tekanan pada Industri Hasil Tembakau (IHT) baik dari hulu ke hilir dalam hal ini petani hingga para buruh pabrik rokok.
"Pemerintah diminta berhati-hati untuk mengambil kebijakan yang sifatnya strategis, apalagi jika berkaitan dengan nasib petani, buruh dan pihak yang berhubungan dengan industri tembakau," bebernya.
Daniel juga meminta agar pemerintah fokus pada masalah penanganan Covid-19 dan bukan dengan membuat hal yang merugikan rakyat. “Belum lagi dampak Covid-19 sudah menggerus tenaga kerja di bidang industri tembakau, jika ditambah lagi dengan revisi akan menambah pengangguran,” kata Johan.
Dijelaskan oleh Daniel, PP saat ini sebenarnya sudah cukup bagus dan Pemerintah sejatinya cukup mengawasai jalannya PP yang sudah ada. Sementara dari Industri rokok ini negara mendapatkan pendapatan yang cukup besar.
“Jika ini dipaksakan akan berdampak pada IHT beserta turunanya ada petani yang jumlahnya lebih dari 6 juta tenaga kerja mulai dari petani tembakau, petani cengkeh, pengecer/pedangan asongan, pengusaha trasportasi, tenaga kerja pabrikan rokok. Ini semua bergantung pada usaha dibidang pertembakauan dan turunanya. Tidak ada urgensi yang mendesak untuk melakukan revisi PP 109 ini, justru sebalikanya akan merugikan negara,” jelas Johan.
Karena itu dia meminta agar ada kajian yang komprehensif yang mengutamakan kepentingan petani, apalagi di tengah pandemi ini mencari pekerjaan sangat susah, PHK di mana-mana. Dengan adanya revisi ini akan membuka lubang PHK besar-besaran karena dampak terbesar yang dirasakan pada IHT itu sendiri sementra rantai industri IHT hulu hilir saling terhubung.
“Saya tentu menolak karena pertimbangan terhadap nasib jutaan tenaga kerja terutama petani yang harus kita lindungi,” tegas Johan.
Johan menambahkan, berbagai kalangan menolak revisi PP 109 yang tidak memiliki landasan kuat terhadap kepentingan negara yang besar, padahal secara makro negara mendapat keuntungan dari industri rokok mencapai 100 - an triliun rupiah pertahun.
“Bukan berterima kasih dan mempermudah hidup petani tembakau, kok malah dibalas dengan yang membuat hidup petani semakin susah,” tandasnya.
“Bukannya mendatangkan manfaat tetapi justru menambah masalah dan jumlah pengangguran baru,” ujar Daniel Johan saat diwawancara oleh media di Jakarta.
Menurutnya, dampak dilaksanakannya revisi akan memberikan tekanan pada Industri Hasil Tembakau (IHT) baik dari hulu ke hilir dalam hal ini petani hingga para buruh pabrik rokok.
"Pemerintah diminta berhati-hati untuk mengambil kebijakan yang sifatnya strategis, apalagi jika berkaitan dengan nasib petani, buruh dan pihak yang berhubungan dengan industri tembakau," bebernya.
Daniel juga meminta agar pemerintah fokus pada masalah penanganan Covid-19 dan bukan dengan membuat hal yang merugikan rakyat. “Belum lagi dampak Covid-19 sudah menggerus tenaga kerja di bidang industri tembakau, jika ditambah lagi dengan revisi akan menambah pengangguran,” kata Johan.
Dijelaskan oleh Daniel, PP saat ini sebenarnya sudah cukup bagus dan Pemerintah sejatinya cukup mengawasai jalannya PP yang sudah ada. Sementara dari Industri rokok ini negara mendapatkan pendapatan yang cukup besar.
“Jika ini dipaksakan akan berdampak pada IHT beserta turunanya ada petani yang jumlahnya lebih dari 6 juta tenaga kerja mulai dari petani tembakau, petani cengkeh, pengecer/pedangan asongan, pengusaha trasportasi, tenaga kerja pabrikan rokok. Ini semua bergantung pada usaha dibidang pertembakauan dan turunanya. Tidak ada urgensi yang mendesak untuk melakukan revisi PP 109 ini, justru sebalikanya akan merugikan negara,” jelas Johan.
Karena itu dia meminta agar ada kajian yang komprehensif yang mengutamakan kepentingan petani, apalagi di tengah pandemi ini mencari pekerjaan sangat susah, PHK di mana-mana. Dengan adanya revisi ini akan membuka lubang PHK besar-besaran karena dampak terbesar yang dirasakan pada IHT itu sendiri sementra rantai industri IHT hulu hilir saling terhubung.
“Saya tentu menolak karena pertimbangan terhadap nasib jutaan tenaga kerja terutama petani yang harus kita lindungi,” tegas Johan.
Johan menambahkan, berbagai kalangan menolak revisi PP 109 yang tidak memiliki landasan kuat terhadap kepentingan negara yang besar, padahal secara makro negara mendapat keuntungan dari industri rokok mencapai 100 - an triliun rupiah pertahun.
“Bukan berterima kasih dan mempermudah hidup petani tembakau, kok malah dibalas dengan yang membuat hidup petani semakin susah,” tandasnya.
(akr)