Saat Garuda Indonesia Ditindih Masalah, Harga Sahamnya Bergerak 'Anomali'
loading...
A
A
A
JAKARTA - Agak "anomali". Ketika PT Garuda Indonesia Tbk dihadapkan pada masalah kebangkrutan, sahamnya (GIAA) justru malah sedikit menguat. Pada penutupan perdagangan Kamis (3/6), saham GIIA berada di level Rp274, atau naik sebesar 6 poin dibanding penutupan sebelumnya.
Namun jika dilihat selama rentang satu bulan, kenaikan yang terjadi kemarin masih belum menempatkan harga saham ini ke posisinya. Pada 4 Mei harga saham GIIA berada di level Rp324. Malah secara year to date harga GIIA sudah turun 31,84%.
Baca juga:Duduki Puncak Peringkat Digital, MNC Sekuritas Kembali Raih Penghargaan Infobank Digital Awards
Frekuensi perdagangan saham GIAA mencapai 3.377 kali dengan 38,68 juta lembar saham diperdagangkan dan nilai transaksi mencapai Rp10,77 miliar. Price Earning Ratio (PER) -0,33 dan market cap sebesar Rp7,09 triliun.
Menanggapi kenaikan saham GIAA kemarin, Analis Senior CSA Research Institute, Reza Priyambada, mengatakan, kenaikan harga saham maskapai nasional tersebut kemungkinan dipengaruhi peningkatan atau tren positif yang terjadi di pasar saham Tanah Air belakangan ini.
"Karena hari ini pasar saham kembali melanjutkan kenaikan, bisa saja pelaku pasar memanfaatkan pelemahan sebelumnya untuk masuk dengan mengesampingkan sentimen-sentimen yang ada di GIAA," ujar Reza kepada MNC Portal Indonesia, Jumat (4/6/2021).
Reza menambahkan, beberapa kabar yang berasal dari Garuda Indonesia memang menjadi sentimen negatif bagi kinerja perusahaan yang disadari terimbas dari adanya pandemi Covid-19.
"Air Asia yang penerbangan low cost aja juga terkena dampaknya. Jadi, memang adanya imbas pandemi ini membuat industri penerbangan secara umum mengalami penurunan," tambah Reza.
Dia menuturkan, adanya opsi penyelamatan bagi GIAA memang diperlukan jika memang GIAA mau dipertahankan sebagai maskapai kebanggaan nasional.
"Entah itu melalui restrukturisasi utang atau transformasi bisnis ke bisnis selain penumpang dengan mengoptimalkan anak-anak usahanya atau opsi lain yang diharapkan bisa membantu GIAA untuk bisa minimal bertahan, dan ke depan kita harapkan bisa membaik," ucapnya.
Baca juga:Ketua KPK Firli Bahuri Tegaskan Kasus Azis Syamsuddin Masih Lanjut
Garuda Indonesia dikabarkan akan memangkas setengah jumlah armada utamanya. Hal ini dilakukan perusahaan penerbangan pelat merah itu demi bisa bertahan dari krisis akibat pandemi Covid-19.
Selain itu, Garuda juga memiliki utang sekitar Rp70 triliun. Jumlah itu bertambah Rp1 triliun setiap bulannya karena melakukan penundaan pembayaran kepada pemasok. Perseroan memiliki arus kas dan ekuitas minus Rp41 triliun.
Namun jika dilihat selama rentang satu bulan, kenaikan yang terjadi kemarin masih belum menempatkan harga saham ini ke posisinya. Pada 4 Mei harga saham GIIA berada di level Rp324. Malah secara year to date harga GIIA sudah turun 31,84%.
Baca juga:Duduki Puncak Peringkat Digital, MNC Sekuritas Kembali Raih Penghargaan Infobank Digital Awards
Frekuensi perdagangan saham GIAA mencapai 3.377 kali dengan 38,68 juta lembar saham diperdagangkan dan nilai transaksi mencapai Rp10,77 miliar. Price Earning Ratio (PER) -0,33 dan market cap sebesar Rp7,09 triliun.
Menanggapi kenaikan saham GIAA kemarin, Analis Senior CSA Research Institute, Reza Priyambada, mengatakan, kenaikan harga saham maskapai nasional tersebut kemungkinan dipengaruhi peningkatan atau tren positif yang terjadi di pasar saham Tanah Air belakangan ini.
"Karena hari ini pasar saham kembali melanjutkan kenaikan, bisa saja pelaku pasar memanfaatkan pelemahan sebelumnya untuk masuk dengan mengesampingkan sentimen-sentimen yang ada di GIAA," ujar Reza kepada MNC Portal Indonesia, Jumat (4/6/2021).
Reza menambahkan, beberapa kabar yang berasal dari Garuda Indonesia memang menjadi sentimen negatif bagi kinerja perusahaan yang disadari terimbas dari adanya pandemi Covid-19.
"Air Asia yang penerbangan low cost aja juga terkena dampaknya. Jadi, memang adanya imbas pandemi ini membuat industri penerbangan secara umum mengalami penurunan," tambah Reza.
Dia menuturkan, adanya opsi penyelamatan bagi GIAA memang diperlukan jika memang GIAA mau dipertahankan sebagai maskapai kebanggaan nasional.
"Entah itu melalui restrukturisasi utang atau transformasi bisnis ke bisnis selain penumpang dengan mengoptimalkan anak-anak usahanya atau opsi lain yang diharapkan bisa membantu GIAA untuk bisa minimal bertahan, dan ke depan kita harapkan bisa membaik," ucapnya.
Baca juga:Ketua KPK Firli Bahuri Tegaskan Kasus Azis Syamsuddin Masih Lanjut
Garuda Indonesia dikabarkan akan memangkas setengah jumlah armada utamanya. Hal ini dilakukan perusahaan penerbangan pelat merah itu demi bisa bertahan dari krisis akibat pandemi Covid-19.
Selain itu, Garuda juga memiliki utang sekitar Rp70 triliun. Jumlah itu bertambah Rp1 triliun setiap bulannya karena melakukan penundaan pembayaran kepada pemasok. Perseroan memiliki arus kas dan ekuitas minus Rp41 triliun.
(uka)