Dahlan Iskan Bandingkan Langkah Penyelamatan Garuda dan Thai Airways
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dahlan Iskan , eks Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), memaparkan kondisi keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan maskapai penerbangan milik Thailand , Thai Airways (TG). Keduanya memiliki perkara serupa, menderita kerugian akibat pandemi Covid-19.
Kedua industri perbangan itu memang memiliki kesamaan masalah, namun proses penyelesaian lebih dulu dilakukan Pemerintah Thailand. Perkara Thai Airways sudah dibahas dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) negara setempat untuk melakukan persidangan.
"Bedanya, Thai Airways sudah membuat keputusan. Membawa masalahnya ke PKPU-nya Thailand. Sidang-sidangnya sudah berlangsung, sudah pula siap diputuskan, tapi para kreditor masih menyusulkan pendapat," ujar Dahlan, Senin (7/6/2021).
Baca juga: Banyak Kendala, Realisasi Investasi Minerba Baru Rp1,38 Triliun
Usai kreditor memberikan pendapat usulan, PKPU pun menyetujui untuk mendengarkan hal tersebut. Dengan demikian, putusan dimundurkan hingga 15 Juni 2021 mendatang.
Sementara itu, proses yang dialami Garuda Indonesia dinilai masih ngambang karena belum ada petusan pemerintah terhadap kondisi maskapai pelat merah ini.
"Pemerintah Thailand sudah pada keputusan final, tidak mau lagi menginjeksi TG. Bahkan tiga tahun lalu pemerintah sudah memutuskan tidak mau lagi menjadi pemegang saham mayoritas. Dilakukanlah divestasi dari 51% ke 47,8%. Sementara Garuda melayang-layang dengan benang putusnya," kata Dahlan.
Dengan divestasi itu pemerintah mengeluarkan Thai Airways dari daftar BUMN-nya. Divestasi itu dilakukan dengan cepat. Saat status TG diubah, maka perusahaan pun melantai ke pasar modal. Dahlan mencatat, tidak rumit mendivestasi saham di pasar modal.
"Utang TG memang sangat besar, juga sebesar gajah bengkak. Bengkaknya lebih besar sekitar Rp100 triliun. Lebih besar dari GA yang Rp70 triliun.
Berbagai upaya menyelamatkan TG sudah dilakukan Pemerintah Thailand. Jalur-jalur yang rugi sudah dihapus. Gaji dipangkas dan jumlah karyawan pun dikurangi hingga 6.000 orang.
Kedua industri perbangan itu memang memiliki kesamaan masalah, namun proses penyelesaian lebih dulu dilakukan Pemerintah Thailand. Perkara Thai Airways sudah dibahas dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) negara setempat untuk melakukan persidangan.
"Bedanya, Thai Airways sudah membuat keputusan. Membawa masalahnya ke PKPU-nya Thailand. Sidang-sidangnya sudah berlangsung, sudah pula siap diputuskan, tapi para kreditor masih menyusulkan pendapat," ujar Dahlan, Senin (7/6/2021).
Baca juga: Banyak Kendala, Realisasi Investasi Minerba Baru Rp1,38 Triliun
Usai kreditor memberikan pendapat usulan, PKPU pun menyetujui untuk mendengarkan hal tersebut. Dengan demikian, putusan dimundurkan hingga 15 Juni 2021 mendatang.
Sementara itu, proses yang dialami Garuda Indonesia dinilai masih ngambang karena belum ada petusan pemerintah terhadap kondisi maskapai pelat merah ini.
"Pemerintah Thailand sudah pada keputusan final, tidak mau lagi menginjeksi TG. Bahkan tiga tahun lalu pemerintah sudah memutuskan tidak mau lagi menjadi pemegang saham mayoritas. Dilakukanlah divestasi dari 51% ke 47,8%. Sementara Garuda melayang-layang dengan benang putusnya," kata Dahlan.
Dengan divestasi itu pemerintah mengeluarkan Thai Airways dari daftar BUMN-nya. Divestasi itu dilakukan dengan cepat. Saat status TG diubah, maka perusahaan pun melantai ke pasar modal. Dahlan mencatat, tidak rumit mendivestasi saham di pasar modal.
"Utang TG memang sangat besar, juga sebesar gajah bengkak. Bengkaknya lebih besar sekitar Rp100 triliun. Lebih besar dari GA yang Rp70 triliun.
Berbagai upaya menyelamatkan TG sudah dilakukan Pemerintah Thailand. Jalur-jalur yang rugi sudah dihapus. Gaji dipangkas dan jumlah karyawan pun dikurangi hingga 6.000 orang.