Menteri Investasi Ungkap Penyebab Kredit UMKM Masih Rendah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah mengakui kredit bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) rendah. Per 2019, kredit lending dalam negeri mencapai Rp 6.000 triliun. Menteri Investasi atau Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia menyebut, realisasi nilai kredit tersebut terdiri atas Rp300 triliun untuk investasi luar negeri dan dalam negeri mencapai Rp 5.700 triliun. Sementara kredit UMKM hanya Rp 1.127 trilun atau setara 18,3 persen.
"Di 2019 akhir, kredit lending kita ada di Rp 6.000 triliun, jadi total kredit yang ada di negara kita Rp 6.000 triliun, Rp 300 triliun untuk investasi ke luar negeri, dalam negeri Rp 5.700 triliun, tau gak berapa untuk UMKM? Tak lebih dari Rp 1.127 t atau setara 18,3%," ujar Bahlil dalam diskusi UMKM Menuju Pasar Global, Senin (14/6/2021).
Kondisi itu dinilai masih timpang. Di satu sisi, pemerintah bersikeras agar UMKM mampu bersaing di pasar global, namun di lain sisi pembiayaan perbankan untuk mendongkrak usaha mikro itu masih minim. Persoalannya, kata Bahlil, banyak pelaku UMKM yang belum terdaftar atau masuk di sektor formal.
Dimana, masih tercatat 53 persen UMKM atau setara 53 juta unit usaha yang masih berstatus informal. Perkara ini menjadi kendala pelaku usaha mikro memperoleh pembiayaan dari lembaga perbankan. Artinya, syarat mutlak sektor formal yang diinginkan perbankan belum terpenuhi.
"Di saat bersamaan kita ingin bisa UMKM berkompetisi baik dari dalam maupun luar negeri, setelah kami cek, apakah keinginan perbankan yang tidak memberikan atau apa, ternyata, ada sekitar 53 persen unit usaha UMKM yang 54 juta itu, masih informal," katanya.
Meski begitu, Bahlil memastikan tugas Kementerian Investasi mendorong UMKM untuk masuk ke sektor formal. "Maka sekarang UU Cipta Kerja itu UMKM diberi karpet merah, izin mudah, tiga jam tunggu IMB dapat, sertifikat segala macam gratis, prosedural gratis, ini semata-mata kita beri penguatan agar harapan Pak Teten terwujud," tutur dia.
"Di 2019 akhir, kredit lending kita ada di Rp 6.000 triliun, jadi total kredit yang ada di negara kita Rp 6.000 triliun, Rp 300 triliun untuk investasi ke luar negeri, dalam negeri Rp 5.700 triliun, tau gak berapa untuk UMKM? Tak lebih dari Rp 1.127 t atau setara 18,3%," ujar Bahlil dalam diskusi UMKM Menuju Pasar Global, Senin (14/6/2021).
Kondisi itu dinilai masih timpang. Di satu sisi, pemerintah bersikeras agar UMKM mampu bersaing di pasar global, namun di lain sisi pembiayaan perbankan untuk mendongkrak usaha mikro itu masih minim. Persoalannya, kata Bahlil, banyak pelaku UMKM yang belum terdaftar atau masuk di sektor formal.
Dimana, masih tercatat 53 persen UMKM atau setara 53 juta unit usaha yang masih berstatus informal. Perkara ini menjadi kendala pelaku usaha mikro memperoleh pembiayaan dari lembaga perbankan. Artinya, syarat mutlak sektor formal yang diinginkan perbankan belum terpenuhi.
"Di saat bersamaan kita ingin bisa UMKM berkompetisi baik dari dalam maupun luar negeri, setelah kami cek, apakah keinginan perbankan yang tidak memberikan atau apa, ternyata, ada sekitar 53 persen unit usaha UMKM yang 54 juta itu, masih informal," katanya.
Meski begitu, Bahlil memastikan tugas Kementerian Investasi mendorong UMKM untuk masuk ke sektor formal. "Maka sekarang UU Cipta Kerja itu UMKM diberi karpet merah, izin mudah, tiga jam tunggu IMB dapat, sertifikat segala macam gratis, prosedural gratis, ini semata-mata kita beri penguatan agar harapan Pak Teten terwujud," tutur dia.
(nng)