Manajemen Tak Bisa Lepas dari Kepentingan Politik Bikin BUMN Gagal Fokus
loading...
A
A
A
JAKARTA - Manajemen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disebut tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politik . Bahkan dalam dalam sejarahnya, BUMN menjadi instrumen untuk membangun patronase.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Transparency International (TI) Indonesia, Danang Widoyoko. Sambung dia mengatakan, komisaris menjadi instrumen paling mudah bagi pemegang kekuasaan untuk membangun, memperbesar, dan memelihara dukungan politik.
"Penempatan komisaris BUMN menjadi instrumen yang paling mudah. Karena banyaknya kepentingan lain membuat meritokrasi dalam pemilihan komisaris dan direksi BUMN sulit dilakukan," ujarnya, Rabu (16/6/2021).
Menurut dia, dengan besarnya kepentingan-kepentingan lain membuat manajer BUMN kehilangan fokus untuk mencetak keuntungan, melayani kepentingan publik, atau melayani kepentingan elit politik dan ekonomi.
Transparency International (TI) Indonesia mencatat sebanyak 82,37% dari 482 komisaris BUMN diangkat berdasarkan pertimbangan politis. Hanya 17,63% komisaris diangkat dari kalangan profesional.
Hasil ini didapatkan dari pantauan TI Indonesia ke 106 perusahaan BUMN. Adapun jabatan strategis meliputi eks menteri, pejabat tinggi negara dan anggota badan/lembaga negara.
"Pada akhirnya manajer BUMN kehilangan fokus apakah dia mencari untung, melayani kepentingan publik karena ini hal yang berbeda," jelasnya.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Transparency International (TI) Indonesia, Danang Widoyoko. Sambung dia mengatakan, komisaris menjadi instrumen paling mudah bagi pemegang kekuasaan untuk membangun, memperbesar, dan memelihara dukungan politik.
"Penempatan komisaris BUMN menjadi instrumen yang paling mudah. Karena banyaknya kepentingan lain membuat meritokrasi dalam pemilihan komisaris dan direksi BUMN sulit dilakukan," ujarnya, Rabu (16/6/2021).
Menurut dia, dengan besarnya kepentingan-kepentingan lain membuat manajer BUMN kehilangan fokus untuk mencetak keuntungan, melayani kepentingan publik, atau melayani kepentingan elit politik dan ekonomi.
Transparency International (TI) Indonesia mencatat sebanyak 82,37% dari 482 komisaris BUMN diangkat berdasarkan pertimbangan politis. Hanya 17,63% komisaris diangkat dari kalangan profesional.
Hasil ini didapatkan dari pantauan TI Indonesia ke 106 perusahaan BUMN. Adapun jabatan strategis meliputi eks menteri, pejabat tinggi negara dan anggota badan/lembaga negara.
"Pada akhirnya manajer BUMN kehilangan fokus apakah dia mencari untung, melayani kepentingan publik karena ini hal yang berbeda," jelasnya.
(akr)