The Menimizer, Inovasi Studio Model 3D Karya Anak Bangsa
loading...
A
A
A
Ukuran yang bisa dihasilkan pun beraneka macam. Mulai dari skala terkecil yaitu 1:64 atau panjangnya 2,5 sentimeter (cm) untuk figure Whole (seluruh badan). Kalau untuk Toon atau Bust mulai dari skala 1:12 atau panjangnya 8 sentimeter (cm). Masing-masing ukuran tentunya dibanderol dengan harga berbeda. Tarifnya mulai dari Rp300 ribu.
Ia berharap kehadiran rangkaian produk dan inovasi teknologi dari Menimize dapat menjawab berbagai kebutuhan mulai dari 3D asset, kostumisasi figure, dan lainnya. “Lebih dari itu, kami juga berharap untuk dapat menjadi bagian dari kehidupan konsumen untuk mengabadikan beragam momen berharga atau bersejarah dalam bentuk figur mini,” lanjutnya.
Dari Hobi Jadi Cuan
Lahirnya studio pemodelan 3D pertama di Asia ini tak lepas dari kerja keras dua milenial Tanah Air yaitu Johanes Salikin dan Irene Nadya. Namun, siapa sangka jika ide munculnya teknologi dan bisnis tersebut ternyata bermula dari hobi dan passion yang sama terhadap action figure, model kit, dan beragam jenis mainan.
“Kami memulai inovasi ini dari sebuah passion dan hobi terhadap action figure, model kit dan beragam jenis mainan. Lalu, kami melihat konsumen atau penikmat action figure, model kit dan mainan menginginkan sesuatu hal yang berbeda. Apalagi, belakangan itu meningkat minat kostumisasi dari sebuah mainan sesuai keinginan dan gaya mereka. Makanya, karena perkembangan teknologi pemodelan 3D kian pesat, kami melihat ini menjadi peluang untuk berinovasi dengan menciptakan sebuah kostumisasi figure,” cerita Irene.
Baca juga:Kasus Covid-19 Melonjak, RSUD Kota Tangerang Kewalahan Tampung Pasien
Setelah awalnya hanya produksi mainan atau action figure melalui printer 3D toy box, terbersit ide untuk menciptakan studio foto portable 3D yang berukuran lebih besar yang dapat menampung orang. Pengembangan bisnis pun mulai berjalan.
Di 2019, Johanes mulai menggarap dan mendesain The Menimizer. Ia pun mengumpulkan berbagai perlengkapan seperti kamera berkualitas HD hingga menciptakan piranti lunak (software) untuk proses editing hingga mencetak figur. Semua itu dikerjakannya di rumah.
Lulusan Teknik Kimia dari Universitas Indonesia itu mengaku tak mudah membangun impiannya tersebut. Apalagi itu begitu sejalan dengan pendidikan yang dijalaninya semasa kuliah. Namun, berkat bantuan sang ayah yang berlatar belakang jebolan Teknik Elektro dan timnya, inovasi teknologi itu mulai rampung.
Ia berharap kehadiran rangkaian produk dan inovasi teknologi dari Menimize dapat menjawab berbagai kebutuhan mulai dari 3D asset, kostumisasi figure, dan lainnya. “Lebih dari itu, kami juga berharap untuk dapat menjadi bagian dari kehidupan konsumen untuk mengabadikan beragam momen berharga atau bersejarah dalam bentuk figur mini,” lanjutnya.
Dari Hobi Jadi Cuan
Lahirnya studio pemodelan 3D pertama di Asia ini tak lepas dari kerja keras dua milenial Tanah Air yaitu Johanes Salikin dan Irene Nadya. Namun, siapa sangka jika ide munculnya teknologi dan bisnis tersebut ternyata bermula dari hobi dan passion yang sama terhadap action figure, model kit, dan beragam jenis mainan.
“Kami memulai inovasi ini dari sebuah passion dan hobi terhadap action figure, model kit dan beragam jenis mainan. Lalu, kami melihat konsumen atau penikmat action figure, model kit dan mainan menginginkan sesuatu hal yang berbeda. Apalagi, belakangan itu meningkat minat kostumisasi dari sebuah mainan sesuai keinginan dan gaya mereka. Makanya, karena perkembangan teknologi pemodelan 3D kian pesat, kami melihat ini menjadi peluang untuk berinovasi dengan menciptakan sebuah kostumisasi figure,” cerita Irene.
Baca juga:Kasus Covid-19 Melonjak, RSUD Kota Tangerang Kewalahan Tampung Pasien
Setelah awalnya hanya produksi mainan atau action figure melalui printer 3D toy box, terbersit ide untuk menciptakan studio foto portable 3D yang berukuran lebih besar yang dapat menampung orang. Pengembangan bisnis pun mulai berjalan.
Di 2019, Johanes mulai menggarap dan mendesain The Menimizer. Ia pun mengumpulkan berbagai perlengkapan seperti kamera berkualitas HD hingga menciptakan piranti lunak (software) untuk proses editing hingga mencetak figur. Semua itu dikerjakannya di rumah.
Lulusan Teknik Kimia dari Universitas Indonesia itu mengaku tak mudah membangun impiannya tersebut. Apalagi itu begitu sejalan dengan pendidikan yang dijalaninya semasa kuliah. Namun, berkat bantuan sang ayah yang berlatar belakang jebolan Teknik Elektro dan timnya, inovasi teknologi itu mulai rampung.