Perkuat Ekosistem Digitalnya, BCA Kolaborasi dengan Fintech
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan bahwa pandemi Covid-19 mengakselerasi digitalisasi di semua lini. Perbankan pun tidak terkecuali, ketika touchless banking mendorong perkembangan channel digital.
"Namun, digitalisasi bukan sekadar membangun channel baru, tetapi juga ekosistem yang terintegrasi," ujar Jahja dalam Webinar HUT Koran Sindo ke-16 sesi I bertajuk "Bank Digital: Solusi Kemudahan Bertransaksi di Tengah Pandemi" di Jakarta, Rabu(30/6/2021).
Bahkan, dia mengakui bahwa shifting nasabah yang terbiasa internet banking dan mobile banking, masing-masing memiliki pandangannya tersendiri.
Baca juga:Covid-19 Mengganas, DPR Minta Pemerintah Tak Wajibkan Sekolah Tatap Muka
"Ini lumayan susah karena mereka belum tentu mau, masih berasumsi token dan pin masih lebih aman, dan juga karena kebiasaan. Mereka sudah terbiasa, jadi susah diubah habitnya," ungkap Jahja.
Jadi, jika aplikasi digital banking ingin user friendly, maka harus bisa menghadirkan semua yang dibutuhkan nasabah. Saat ini, BCA juga berupaya untuk memperkuat ekosistem digitalnya dengan memperkuat platform ekosistem dan kolaborasi fintech.
"Ini untuk mengembangkan platform digital yang aman untuk solusi keuangan dan pembayaran, juga memberdayakan ekosistem untuk ekspansi customer base dan peluang bisnis," tambah Jahja.
Untuk kolaborasi fintech, tujuannya adalah untuk mendorong inovasi melalui kolaborasi. Maka dari itu, BCA melalui anak perusahaannya mengumpulkan berbagai macam fintech, dan sudah lebih dari 24 perusahaan fintech yang terkumpul.
"Di situlah kami belajar dari fintech, bagaimana cara kerja mereka, bagaimana mereka solve problem, bagaimana mereka mendapatkan data. Ini suatu learning process, dan kalau yang sukses, tentunya itu akan menghasilkan suatu profitability pada saat invest dibandingkan pada saat nanti menikmati keuntungan. Itu ada perbedaan valuation dari fintech company," jelas Jahja.
Baca juga:Senpi Organik Polri pada Kasus Penembakan Pelajar di Taman Sari, Polisi Duga Ada Pembobolan
Program kolaborasi ini sudah dijalankan dua tahun sebelum pandemi Covid-19 dimulai, ada beberapa yang potensi valuationnya naik dibandingkan pada saat investasi. "Di situ kami belajar ilmu dari para fintech company ini. Banyak sekali yang disampaikan soal big data, tapi dari kacamata perbankan tentu ada yang berbeda," tambah Jahja.
Perbankan butuh big data, karena perlu mengetahui siapa saja calon nasabah. Terlebih jika nanti ingin memberikan kredit, bukan hanya tahu persis orangnya, karena harus mengetahui habit-nya, income-nya, dan banyak faktor-faktor pertimbangan lainnya.
"Kami bersyukur juga karena selama pandemi Covid-19, BCA sudah bisa melakukan online open account, per hari sekarang bisa sekitar 10-11 ribu account yang didaftarkan secara online tanpa harus datang ke cabang. Sejak setahun lalu kami kenalkan sistem ini, sudah 2,6 juta nasabah BCA yang buka rekening online," pungkas Jahja.
"Namun, digitalisasi bukan sekadar membangun channel baru, tetapi juga ekosistem yang terintegrasi," ujar Jahja dalam Webinar HUT Koran Sindo ke-16 sesi I bertajuk "Bank Digital: Solusi Kemudahan Bertransaksi di Tengah Pandemi" di Jakarta, Rabu(30/6/2021).
Bahkan, dia mengakui bahwa shifting nasabah yang terbiasa internet banking dan mobile banking, masing-masing memiliki pandangannya tersendiri.
Baca juga:Covid-19 Mengganas, DPR Minta Pemerintah Tak Wajibkan Sekolah Tatap Muka
"Ini lumayan susah karena mereka belum tentu mau, masih berasumsi token dan pin masih lebih aman, dan juga karena kebiasaan. Mereka sudah terbiasa, jadi susah diubah habitnya," ungkap Jahja.
Jadi, jika aplikasi digital banking ingin user friendly, maka harus bisa menghadirkan semua yang dibutuhkan nasabah. Saat ini, BCA juga berupaya untuk memperkuat ekosistem digitalnya dengan memperkuat platform ekosistem dan kolaborasi fintech.
"Ini untuk mengembangkan platform digital yang aman untuk solusi keuangan dan pembayaran, juga memberdayakan ekosistem untuk ekspansi customer base dan peluang bisnis," tambah Jahja.
Untuk kolaborasi fintech, tujuannya adalah untuk mendorong inovasi melalui kolaborasi. Maka dari itu, BCA melalui anak perusahaannya mengumpulkan berbagai macam fintech, dan sudah lebih dari 24 perusahaan fintech yang terkumpul.
"Di situlah kami belajar dari fintech, bagaimana cara kerja mereka, bagaimana mereka solve problem, bagaimana mereka mendapatkan data. Ini suatu learning process, dan kalau yang sukses, tentunya itu akan menghasilkan suatu profitability pada saat invest dibandingkan pada saat nanti menikmati keuntungan. Itu ada perbedaan valuation dari fintech company," jelas Jahja.
Baca juga:Senpi Organik Polri pada Kasus Penembakan Pelajar di Taman Sari, Polisi Duga Ada Pembobolan
Program kolaborasi ini sudah dijalankan dua tahun sebelum pandemi Covid-19 dimulai, ada beberapa yang potensi valuationnya naik dibandingkan pada saat investasi. "Di situ kami belajar ilmu dari para fintech company ini. Banyak sekali yang disampaikan soal big data, tapi dari kacamata perbankan tentu ada yang berbeda," tambah Jahja.
Perbankan butuh big data, karena perlu mengetahui siapa saja calon nasabah. Terlebih jika nanti ingin memberikan kredit, bukan hanya tahu persis orangnya, karena harus mengetahui habit-nya, income-nya, dan banyak faktor-faktor pertimbangan lainnya.
"Kami bersyukur juga karena selama pandemi Covid-19, BCA sudah bisa melakukan online open account, per hari sekarang bisa sekitar 10-11 ribu account yang didaftarkan secara online tanpa harus datang ke cabang. Sejak setahun lalu kami kenalkan sistem ini, sudah 2,6 juta nasabah BCA yang buka rekening online," pungkas Jahja.
(uka)