Tren Peningkatan Konsumsi Pertamax Series Harus Dijaga Demi Tekan Polusi

Jum'at, 02 Juli 2021 - 01:23 WIB
loading...
Tren Peningkatan Konsumsi...
Di tengah meningkatnya kasus Covid-19, guru besar kesehatan lingkungan Universitas Indonesia (UI) Profesor Budi Haryanto mengingatkan pentingnya penggunaan BBM dengan RON tinggi. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Di tengah meningkatnya kasus Covid-19, guru besar kesehatan lingkungan Universitas Indonesia (UI) Profesor Budi Haryanto mengingatkan pentingnya penggunaan BBM dengan RON tinggi. Sebab, menurutnya, kualitas BBM memang berkontribusi terhadap kualitas udara.

“Kalau kualitas bahan bakar bagus, maka kualitas udara pencemaran berkurang,” jelas Budi kepada media hari ini.



Dalam hal ini, lanjut Budi, jika kualitas BBM bagus berarti bahwa kandungan sulfur semakin kecil. Dan ketika masyarakat menggunakan BBM berkualitas, tentu akan mengurangi polusi udara.

Padahal di sisi lain, polusi udara dapat meunculkan penyakit kronis, yang merupakan kormobit Covid-19, seperti penyakit jantung, diabetes, dan gangguan pada paru-paru.

“Artinya, semakin banyak kendaraan memakai BBM berkualitas , otomatis emisi yang keluar di udara juga semakin berkurang.

Karena itulah Budi menyambut positif tren peningkatan konsumsi Pertamax series akhir-akhir ini. Hanya saja, lanjut dia, tren tersebut harus dipertahankan dan terus ditingkatkan.

Bahkan, lebih baik lagi kalau penyediaan BBM dengan RON rendah dikurangi atau bahkan dihentikan, karena akan berdampak buruk terhadap kualitas udara.

Dampak polusi terhadap penyakit kronis, imbuh Budi, membutuhkan waktu lama dan terus-menerus. Tidak serta-merta muncul kormobit, seperti jantung, diabetes, dan gangguan paru-paru.

“Itu sebabnya, tren peningkatan konsumsi Pertamax series harus dipertahankan dan selalu ditingkatkan. Ini untuk jangka panjang,” lanjut dia.

Menurut Budi, udara yang bersih dan berkualitas memang penting. Berbagai penelitian menunjukkan, terdapat hubungan antara polusi udara dan tingkat kematian penderita Covid-19.

Penelitian di Harvard, misalnya, mengungkapkan bahwa pasien Covid-19 di wilayah tinggi polusi memiliki risiko kematian lebih tinggi dibandingkan di wilayah rendah polusi.

Dari penelitian diketahui, lanjutnya, bahwa mereka yang tinggal di wilayah polusi udara tinggi mempunyai risiko 4,5 kali lipat lebih tinggi meninggal akibat Covid-19 dibandingkan yang tinggal di wilayah polusi udara rendah.

“Secara teori, ini dikaitkan bahwa banyak kormobit yang diderita orang-orang di daerah tinggi polusi, akibat pencemaran udara tadi,” jelas Budi.



Penelitian serupa juga dilakukan di Eropa. Antara lain Italia, Prancis, Spanyol, dan Jerman. Dalam hal ini, European Public Health Alliance menyatakan bahwa polusi udara mengurangi peluang seseorang bertahan hidup dari wabah Covid-19.

Karena itulah, World Health Organization (WHO) mengimbau agar setiap negara memperhatikan faktor risiko polusi udara dan kaitannya terhadap pengendalian COVID-19.

“WHO menyebutkan, negara dengan tingkat polusi udara tinggi seperti Indonesia harus mempertimbangkan faktor risiko polusi udara tersebut dalam persiapan pengendalian Covid-19,” papar Budi.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2476 seconds (0.1#10.140)