Kadin Jatim Minta Pemerintah Hati-Hati Soal Industri Hasil Tembakau
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur meminta pemerintah untuk lebih hati-hati dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Apalagi situasi ekonomi saat ini sedang sulit akibat krisis kesehatan yang dihadapi oleh Indonesia di masa pandemi Covid-19.
Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto meminta pemerintah menghentikan dan membatalkan rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
"Faktanya kinerja i ndustri hasil tembakau terus-menerus mengalami tekanan, tahun 2020 penurunan sangat signifikan 9,7%," kata Adik di Jakarta, Kamis (7/7/2021).
Maka dari itu, bila kebijakan ini terus dilanjutkan maka bukan kinerja akan terus turun, tapi juga bisa membahayakan keberlangsungannya karena dilakukan pada situasi yang kurang tepat. Sebagai dampaknya IHT dan mata rantainya akan tertekan termasuk buruh, petani tembakau dan cengkih yang akan merugi.
Baca juga:Mulai Besok Penumpang KRL Wajib Pakai Masker Dobel
“Rencana revisi yang digulirkan pasti sangat merugikan mereka, maka kami meminta untuk dibatalkan saja. Tidak perlu ada revisi lagi, terlebih di saat pandemi,” ujar Adik.
Saat ini, asosiasi bertugas melindungi industri dan petani, termasuk di sektor pertembakauan. Adik mengakui, selama ini industri dan petani tidak pernah dilibatkan dalam penetapan aturan tersebut. Sehingga Kadin menilai, aturan itu dibuat secara sepihak dan terkesan memaksakan kehendak satu kelompok.
“Ini tidak baik karena negara kita berdasarkan demokrasi. Aturan yang dibuat harus mewakili kepentingan semua kelompok,” imbuhnya.
Kadin Jatim melalui Kadin Indonesia akan memberikan masukan kepada pemerintah pusat. “Kita akan memberikan masukan kepada pemerintah pusat agar memperhatikan nasib industri dan petani juga. Jangan kemudian penerimaan cukai rokok digenjot tetapi disisi lain justru membuat aturan yang mematikan industri rokok,” pungkasnya.
Selain Kadin Jatim, aspirasi dari daerah juga disuarakan oleh Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM-SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Alih-alih menyetujui, RTMM DIY menilai rencana tersebut tidak tepat di saat situasi ekonomi belum kondusif akibat pandemi Covid-19.
“Revisi PP 109 akan menjadi persoalan serius di tengah situasi ekonomi yang tidak kunjung pulih dan hanya akan memperparah situasi,” tegas Waljid Ketua Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM-SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Baca juga:Kemendikbudristek Buka Lowongan CPNS, Simak Syarat dan Tata Caranya
Waljid mengatakan ada hal yang kurang transparan terutama dalam proses pembahasan terkait PP 109. Pihak-pihak yang berkompeten justru tidak pernah dilibatkan dalam proses revisi sejak awal, terutama pada saat pertemuan yang sifatnya intensif.
Menurut Waljid, proses tersebut melanggar amanah peraturan dan perundang- undangan, “Lagi-lagi proses penyusunan regulasi IHT ditunggangi oleh kepentingan lain sehingga tetap pemangku kepentingan tidak diinformasikan hingga fase akhir revisi bahkan hingga tahap sosialisasi. Modus ini banyak juga dilakukan pada proses penyusunan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di daerah” ungkapnya.
Untuk itu pada tanggal 4 Juni lalu, Pengurus Pusat FSP RTMM SPSI telah mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi untuk memohon agar proses diskusi revisi PP 109/2012 dihentikan setelah sebelumnya menyampaikan penolakan melalui konferensi pers.
Lihat Juga: Forum Bisnis Indonesia–Brasil: Korporasi Indonesia dan Brasil Tanda Tangani MoU Senilai USD2,65 Miliar
Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto meminta pemerintah menghentikan dan membatalkan rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
"Faktanya kinerja i ndustri hasil tembakau terus-menerus mengalami tekanan, tahun 2020 penurunan sangat signifikan 9,7%," kata Adik di Jakarta, Kamis (7/7/2021).
Maka dari itu, bila kebijakan ini terus dilanjutkan maka bukan kinerja akan terus turun, tapi juga bisa membahayakan keberlangsungannya karena dilakukan pada situasi yang kurang tepat. Sebagai dampaknya IHT dan mata rantainya akan tertekan termasuk buruh, petani tembakau dan cengkih yang akan merugi.
Baca juga:Mulai Besok Penumpang KRL Wajib Pakai Masker Dobel
“Rencana revisi yang digulirkan pasti sangat merugikan mereka, maka kami meminta untuk dibatalkan saja. Tidak perlu ada revisi lagi, terlebih di saat pandemi,” ujar Adik.
Saat ini, asosiasi bertugas melindungi industri dan petani, termasuk di sektor pertembakauan. Adik mengakui, selama ini industri dan petani tidak pernah dilibatkan dalam penetapan aturan tersebut. Sehingga Kadin menilai, aturan itu dibuat secara sepihak dan terkesan memaksakan kehendak satu kelompok.
“Ini tidak baik karena negara kita berdasarkan demokrasi. Aturan yang dibuat harus mewakili kepentingan semua kelompok,” imbuhnya.
Kadin Jatim melalui Kadin Indonesia akan memberikan masukan kepada pemerintah pusat. “Kita akan memberikan masukan kepada pemerintah pusat agar memperhatikan nasib industri dan petani juga. Jangan kemudian penerimaan cukai rokok digenjot tetapi disisi lain justru membuat aturan yang mematikan industri rokok,” pungkasnya.
Selain Kadin Jatim, aspirasi dari daerah juga disuarakan oleh Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM-SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Alih-alih menyetujui, RTMM DIY menilai rencana tersebut tidak tepat di saat situasi ekonomi belum kondusif akibat pandemi Covid-19.
“Revisi PP 109 akan menjadi persoalan serius di tengah situasi ekonomi yang tidak kunjung pulih dan hanya akan memperparah situasi,” tegas Waljid Ketua Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM-SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Baca juga:Kemendikbudristek Buka Lowongan CPNS, Simak Syarat dan Tata Caranya
Waljid mengatakan ada hal yang kurang transparan terutama dalam proses pembahasan terkait PP 109. Pihak-pihak yang berkompeten justru tidak pernah dilibatkan dalam proses revisi sejak awal, terutama pada saat pertemuan yang sifatnya intensif.
Menurut Waljid, proses tersebut melanggar amanah peraturan dan perundang- undangan, “Lagi-lagi proses penyusunan regulasi IHT ditunggangi oleh kepentingan lain sehingga tetap pemangku kepentingan tidak diinformasikan hingga fase akhir revisi bahkan hingga tahap sosialisasi. Modus ini banyak juga dilakukan pada proses penyusunan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di daerah” ungkapnya.
Untuk itu pada tanggal 4 Juni lalu, Pengurus Pusat FSP RTMM SPSI telah mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi untuk memohon agar proses diskusi revisi PP 109/2012 dihentikan setelah sebelumnya menyampaikan penolakan melalui konferensi pers.
Lihat Juga: Forum Bisnis Indonesia–Brasil: Korporasi Indonesia dan Brasil Tanda Tangani MoU Senilai USD2,65 Miliar
(uka)