Transformasi Digital untuk Financial Services Menuju Era Society 5.0
loading...
A
A
A
JAKARTA - Disrupsi teknologi di Indonesia telah membawa Indonesia menuju transformasi digital berskala besar terhadap sebagian besar sektor perekonomian, khususnya di keuangan. Kemajuan teknologi yang telah hadir di dunia keuangan pun telah memacu transaksi menjadi lebih cashless dan memberikan nilai efisiensi yang tinggi bagi dunia usaha.
Untuk melihat lebih jauh tentang tersebut Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) berinisiatif menggelar webinar Financial Services Industry pada Kamis (29/07/2021) lalu.
Acara yang diselenggarakan melalui Hipmi Digital Academy ini mengundang pakar dan praktisi keuangan digital, seperti Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Fitria Irmi Triswati, Direktur Grup Kebijakan Sektor Jasa Keuangan OJK Titi Wigati, Chief Digital Officer Sequis Life Marlin Sugama, Country Manager Amazon Web Services (AWS) Indonesia Gunawan Susanto, dan CEO Restock.id Tiar Nabilla Karbala sebagai para pemateri. Webinar dibuka oleh Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Hipmi Ajib Hamdani.
"Sebagai bentuk dedikasi Hipmi, wadah bagi pengusaha muda untuk menguasai dunia bisnis khususnya di bidang keuangan, akan terus memberikan program dan webinar yang bermanfaat di tengah keterbatasan akses dan sebagainya akibat pandemi,” ujar Ketua HIPMI Digital Academy Anthony Leong.
Fitria Irmi Triswati dalam materinya membeberkan mengenai kebijakan sistem pembayaran dalam keuangan digital. Fitria mengungkapkan bahwa industri keuangan digital atau fintech mulai menguat dan terus mencoba untuk bertransformasi penuh secara digital.
"Ekonomi keuangan digital diperkirakan akan terus tumbuh positif dan nilai tersebut terus didorong oleh peningkatan preferensi dan akseptasi masyarakat dan juga dari kinerja industri keuangan digital tersebut," ujarnya.
Gunawan Susanto dari AWS Indonesia sepakat dengan pernyataan Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia. Menurut Gunawan, pertumbuhan ekonomi keuangan digital akan mengalami kenaikan yang signifikan. Hal tersebut seiring dengan disrupsi teknologi di abad ke-21 yang telah membuat konsumen menginginkan transaksi keuangan yang dapat diakses dengan mudah, transparan, dan aman. Sehingga faktor tersebut menjadi tuntutan bagi industri finansial di Indonesia.
“Konsumen saat ini yang didominasi oleh mereka yang telah dapat mengakses internet dan teknologi menginginkan layanan keuangan yang lebih mudah dan beragam. Untuk dapat memperoleh preferensi baru konsumen di pasar dan mampu mengefisiensi operasional pada data center agar menjadi institusi yang lebih digital dan diinginkan oleh konsumen, cloud management menjadi hal yang vital,” kata Gunawan.
Sementara itu, Direktur Grup Sektor Jasa Keuangan OJK Titi Wigati menyoroti ekosistem keuangan digital ini terhadap transaksi yang terjadi di crowdfunding dan rintisan fintech bagi pengusaha muda dan pemula. Menurutnya, hal ini memperluas cakupan produk dalam rangka mendukung usaha pemula atau pengusaha muda lewat penerbitan ketentuan mengenai SCF.
Inovasi keuangan digital itu dibuat dengan tujuan agar usaha rintisan maupun usaha kecil dapat melakukan rising fund dengan skema penawaran efek bersifat utang maupun efek bersifat ekuitas melalui platform yang telah diatur oleh OJK.
"Sampai saat ini ada lima platform provider SCF dengan total 149 issuer dan pencapaian rising fund lebih dari Rp 266 miliar. SCF juga telah menyerap lebih dari 31 ribu investor," katanya.
Selain itu, kata Titi, terdapat produk fintech lainnya yang bisa dimanfaatkan oleh pengusaha muda dalam memenuhi kebutuhan dana dan sebagainya, yaitu melalui Peer to Peer Lending. Program Fintech pinjaman yang lebih dikenal dengan sebutan P2P ini dapat dimanfaatkan oleh pengusaha muda dengan skala usaha yang cukup kecil.
Pendapat Titi didukung oleh Tiar Nabila Karbala. Menurutnya, dengan adanya P2P Lending, pengusaha muda dan lainnya yang berada dalam ranah UMKM khususnya tidak perlu khawatir ketika ingin memperoleh sumber pendanaan yang lebih cepat dan efisien.
"P2P menghadirkan layanan pemberian simpanan yang fleksibel dan memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak, baik bagi peminjam maupun yang menerima pinjaman,” ujar Tiar.
Akan tetapi, Tiar mengingatkan para pengusaha muda dan UMKM untuk lebih teliti ketika hendak ingin menggunakan jasa P2P Lending mengingat masih banyaknya predator lending yang berkeliaran dan mengancam pengusaha dengan bunga pinjaman yang mencekik.
Tiar menyarankan calon peminjam dapat melakukan analisis informasi jasa P2P tersebut. Informasi tersebut dapat diperoleh dari situs web atau medial sosial OJK mengenai P2P mana yang sudah berizin dan berada di bawah pengawasan OJK.
Selain P2P Lending, terdapat produk keuangan digital lainnya yang dapat digunakan oleh masyarakat saat ini, salah satunya yaitu asuransi digital.
Chief Digital Officer Sequis Life Marlin Sugama menyampaikan bahwa di tengah pandemi tentunya pertemuan antara agen asuransi dan calon konsumen tidak bisa dilakukan. Oleh sebab itu, Sequis life berinovasi dengan menghadirkan aplikasi yang dapat memberikan kemudahan baik bagi agen maupun konsumen dalam memproses asuransi.
“Saya menilai bahwa pemanfaatan program-program teknologi digital tidak hanya berdampak positif pada fokus pemasaran saja, tetapi juga akan mendorong tingkat literasi asuransi di Indonesia yang menurut saya masih rendah dibandingkan dari jasa keuangan lainnya,” ujar Marlin. CM
Untuk melihat lebih jauh tentang tersebut Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) berinisiatif menggelar webinar Financial Services Industry pada Kamis (29/07/2021) lalu.
Acara yang diselenggarakan melalui Hipmi Digital Academy ini mengundang pakar dan praktisi keuangan digital, seperti Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Fitria Irmi Triswati, Direktur Grup Kebijakan Sektor Jasa Keuangan OJK Titi Wigati, Chief Digital Officer Sequis Life Marlin Sugama, Country Manager Amazon Web Services (AWS) Indonesia Gunawan Susanto, dan CEO Restock.id Tiar Nabilla Karbala sebagai para pemateri. Webinar dibuka oleh Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Hipmi Ajib Hamdani.
"Sebagai bentuk dedikasi Hipmi, wadah bagi pengusaha muda untuk menguasai dunia bisnis khususnya di bidang keuangan, akan terus memberikan program dan webinar yang bermanfaat di tengah keterbatasan akses dan sebagainya akibat pandemi,” ujar Ketua HIPMI Digital Academy Anthony Leong.
Fitria Irmi Triswati dalam materinya membeberkan mengenai kebijakan sistem pembayaran dalam keuangan digital. Fitria mengungkapkan bahwa industri keuangan digital atau fintech mulai menguat dan terus mencoba untuk bertransformasi penuh secara digital.
"Ekonomi keuangan digital diperkirakan akan terus tumbuh positif dan nilai tersebut terus didorong oleh peningkatan preferensi dan akseptasi masyarakat dan juga dari kinerja industri keuangan digital tersebut," ujarnya.
Gunawan Susanto dari AWS Indonesia sepakat dengan pernyataan Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia. Menurut Gunawan, pertumbuhan ekonomi keuangan digital akan mengalami kenaikan yang signifikan. Hal tersebut seiring dengan disrupsi teknologi di abad ke-21 yang telah membuat konsumen menginginkan transaksi keuangan yang dapat diakses dengan mudah, transparan, dan aman. Sehingga faktor tersebut menjadi tuntutan bagi industri finansial di Indonesia.
“Konsumen saat ini yang didominasi oleh mereka yang telah dapat mengakses internet dan teknologi menginginkan layanan keuangan yang lebih mudah dan beragam. Untuk dapat memperoleh preferensi baru konsumen di pasar dan mampu mengefisiensi operasional pada data center agar menjadi institusi yang lebih digital dan diinginkan oleh konsumen, cloud management menjadi hal yang vital,” kata Gunawan.
Sementara itu, Direktur Grup Sektor Jasa Keuangan OJK Titi Wigati menyoroti ekosistem keuangan digital ini terhadap transaksi yang terjadi di crowdfunding dan rintisan fintech bagi pengusaha muda dan pemula. Menurutnya, hal ini memperluas cakupan produk dalam rangka mendukung usaha pemula atau pengusaha muda lewat penerbitan ketentuan mengenai SCF.
Inovasi keuangan digital itu dibuat dengan tujuan agar usaha rintisan maupun usaha kecil dapat melakukan rising fund dengan skema penawaran efek bersifat utang maupun efek bersifat ekuitas melalui platform yang telah diatur oleh OJK.
"Sampai saat ini ada lima platform provider SCF dengan total 149 issuer dan pencapaian rising fund lebih dari Rp 266 miliar. SCF juga telah menyerap lebih dari 31 ribu investor," katanya.
Selain itu, kata Titi, terdapat produk fintech lainnya yang bisa dimanfaatkan oleh pengusaha muda dalam memenuhi kebutuhan dana dan sebagainya, yaitu melalui Peer to Peer Lending. Program Fintech pinjaman yang lebih dikenal dengan sebutan P2P ini dapat dimanfaatkan oleh pengusaha muda dengan skala usaha yang cukup kecil.
Pendapat Titi didukung oleh Tiar Nabila Karbala. Menurutnya, dengan adanya P2P Lending, pengusaha muda dan lainnya yang berada dalam ranah UMKM khususnya tidak perlu khawatir ketika ingin memperoleh sumber pendanaan yang lebih cepat dan efisien.
"P2P menghadirkan layanan pemberian simpanan yang fleksibel dan memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak, baik bagi peminjam maupun yang menerima pinjaman,” ujar Tiar.
Akan tetapi, Tiar mengingatkan para pengusaha muda dan UMKM untuk lebih teliti ketika hendak ingin menggunakan jasa P2P Lending mengingat masih banyaknya predator lending yang berkeliaran dan mengancam pengusaha dengan bunga pinjaman yang mencekik.
Tiar menyarankan calon peminjam dapat melakukan analisis informasi jasa P2P tersebut. Informasi tersebut dapat diperoleh dari situs web atau medial sosial OJK mengenai P2P mana yang sudah berizin dan berada di bawah pengawasan OJK.
Selain P2P Lending, terdapat produk keuangan digital lainnya yang dapat digunakan oleh masyarakat saat ini, salah satunya yaitu asuransi digital.
Chief Digital Officer Sequis Life Marlin Sugama menyampaikan bahwa di tengah pandemi tentunya pertemuan antara agen asuransi dan calon konsumen tidak bisa dilakukan. Oleh sebab itu, Sequis life berinovasi dengan menghadirkan aplikasi yang dapat memberikan kemudahan baik bagi agen maupun konsumen dalam memproses asuransi.
“Saya menilai bahwa pemanfaatan program-program teknologi digital tidak hanya berdampak positif pada fokus pemasaran saja, tetapi juga akan mendorong tingkat literasi asuransi di Indonesia yang menurut saya masih rendah dibandingkan dari jasa keuangan lainnya,” ujar Marlin. CM
(ars)