Duh Repot! Uni Eropa Bakal Terapkan Pajak Karbon
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengungkapkan bahwa Uni Eropa berencana menerapkan pajak karbon sebagai biaya tambahan impor. Meski kebijakan itu belum ditetapkan secara hukum, namun Uni Eropa sudah mulai mengimplementasikan.
Merespons langka Uni Eropa itu, Mendag akan mengumpulkan data serta mempelajari penerapan pajak karbon yang diterapkan oleh negara Benua Biru itu. Tanpa ragu, ia pun bersama pihak berwenang akan mempertimbangkan untuk melayangkan tuntutan terhadap Uni Eropa kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Baca juga:Angka Kematian Akibat Covid-19 Tembus 100 Ribu, IDI: 598 di Antaranya Dokter
"Kami akan menimbang, kami akan melihat setelah mempelajari apakah kami akan menuntut negara-negara tersebut ke dispute settlement body (badan penyelesaian sengketa) WTO. Jadi, sengketa ini akan kami perhatikan dengan amat saksama," ujarnya dalam diskusi virtual, Jumat (6/8/2021).
Lebih lanjut, Lutfi menjelaskan penerapan pajak karbon akan menjadi tantangan besar bagi perdagangan di Indonesia. "Ini merupakan rintangan yang sangat besar. Kami sedang memastikan kebijakan ini tidak mengganggu ekspor Indonesia dan kami merasa yakin ini bertentangan dengan kaidah dan aturan WTO," kata dia.
Mendag menerangkan bahwa transisi energi dari fosil ke energi baru terbarukan di dalam negeri masih belum sesuai harapan. Sehingga jika Indonesia tidak segera menunjukkan gerakan perubahan pada sistem energi, maka yang dikhawatirkan adalah produk ekspor Tanah Air akan sulit bersaing.
"Kalau Indonesia enggak cepat-cepat melakukan transformasi di sistem energi maka produk ekspor kita tidak lagi kompetitif karena akan dihitung carbon content-nya dan akan dikenakan pajak yang besar,” tuturnya.
Baca juga:Ucapan Perpisahan via Video Aksi Messi, Barcelona: Thank You, Leo!
Dalam menyelesaikan persoalan tersebut, Mendag akan bersinergi dengan para pelaku usaha termasuk Kadin Indonesia untuk membahas lebih dalam untuk menuntut Uni Eropa secara hukum.
"Saya dengan Ketua Umum Kadin akan bicara bersama-sama dengan industri terkait hal ini. Jika ditemukan bukti bahwa Uni Eropa itu tidak sesuai dengan kaidah WTO, maka kita tuntut di jalur hukum," pungkasnya.
Merespons langka Uni Eropa itu, Mendag akan mengumpulkan data serta mempelajari penerapan pajak karbon yang diterapkan oleh negara Benua Biru itu. Tanpa ragu, ia pun bersama pihak berwenang akan mempertimbangkan untuk melayangkan tuntutan terhadap Uni Eropa kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Baca juga:Angka Kematian Akibat Covid-19 Tembus 100 Ribu, IDI: 598 di Antaranya Dokter
"Kami akan menimbang, kami akan melihat setelah mempelajari apakah kami akan menuntut negara-negara tersebut ke dispute settlement body (badan penyelesaian sengketa) WTO. Jadi, sengketa ini akan kami perhatikan dengan amat saksama," ujarnya dalam diskusi virtual, Jumat (6/8/2021).
Lebih lanjut, Lutfi menjelaskan penerapan pajak karbon akan menjadi tantangan besar bagi perdagangan di Indonesia. "Ini merupakan rintangan yang sangat besar. Kami sedang memastikan kebijakan ini tidak mengganggu ekspor Indonesia dan kami merasa yakin ini bertentangan dengan kaidah dan aturan WTO," kata dia.
Mendag menerangkan bahwa transisi energi dari fosil ke energi baru terbarukan di dalam negeri masih belum sesuai harapan. Sehingga jika Indonesia tidak segera menunjukkan gerakan perubahan pada sistem energi, maka yang dikhawatirkan adalah produk ekspor Tanah Air akan sulit bersaing.
"Kalau Indonesia enggak cepat-cepat melakukan transformasi di sistem energi maka produk ekspor kita tidak lagi kompetitif karena akan dihitung carbon content-nya dan akan dikenakan pajak yang besar,” tuturnya.
Baca juga:Ucapan Perpisahan via Video Aksi Messi, Barcelona: Thank You, Leo!
Dalam menyelesaikan persoalan tersebut, Mendag akan bersinergi dengan para pelaku usaha termasuk Kadin Indonesia untuk membahas lebih dalam untuk menuntut Uni Eropa secara hukum.
"Saya dengan Ketua Umum Kadin akan bicara bersama-sama dengan industri terkait hal ini. Jika ditemukan bukti bahwa Uni Eropa itu tidak sesuai dengan kaidah WTO, maka kita tuntut di jalur hukum," pungkasnya.
(uka)