Rencana Kenaikan Cukai Rokok Harus Pertimbangkan Daya Beli
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rencana pemerintah menaikkan tarif cukai rokok pada tahun depan dinilai sebagai langkah yang kontra produktif, tidak mendukung keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) dan semakin melemahkan gerak ekonomi masyarakat di masa pandemi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Masyarakat Konsumen Tembakau (Maskot) dan Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), menanggapi kabar rencana kenaikan tarif cukai rokok 2022.
Perwakilan dari Maskot, Endro Guntoro berharap pemerintah lebih memperhatikan suara masyarakat di lapangan. Pasalnya, kenaikan tarif cukai rokok tentunya akan mengerek harga jual eceran (HJE) rokok ke konsumen. Situasi sulit yang diakibatkan oleh kenaikan tersebut tidak hanya akan dirasakan oleh konsumen namun juga masyarakat luas.
“Kalau negara tidak memperhatikan suara konsumen, bisa rontok negara ini. Kekuatan tembakau itu salah satunya adalah di masyarakat. Jika konsumen disulitkan karena cukai rokok terus naik, HJE terus naik, maka itu sama saja dengan membunuh pedagang kecil, UMKM dan tidak memberi ruang industri kreatif untuk tumbuh,” kata Endro dalam keterangan rilisnya di Jakarta, Minggu (15/8/2021).
Dia berharap agar pemerintah jangan hanya fokus pada berbagai pembatasan, peraturan atau perundang-undangan tanpa mendengar masukan dari berbagai pihak secara merata, termasuk dalam hal ini konsumen produk hasil tembakau, petani, buruh, pedagang mikro, makro hingga industri.
Pemerintah sebagai pengambil keputusan, menurut Endro, tidak melihat persoalan tembakau secara utuh. Padahal, mata rantai IHT, termasuk konsumen terus menerus menunjukkan ketaatan yang baik.
“Cukai rokok dinaikkan terus, industri dan konsumen mengikuti. Pembatasan ruang iklan, ruang merokok, dan lain-lain, lagi-lagi industri dan konsumen tetap taat. Padahal jelas ada asas-asas tidak berkeadilan. Kami sebagai konsumen berupaya menyuarakan keluh kesah kami lewat ruang-ruang diskusi,” ungkapnya.
Senada dengan Endro, Koordinator KNPK Mohammad Nur Azami, menegaskan bahwa rencana tersebut menunjukkan bahwa pemerintah tidak mempertimbangkan daya beli konsumen.
“Pemerintah harus realistis, lihat kondisi masyarakat di lapangan. UMKM khususnya pedagang mikro butuh pompa ekonomi, sementara daya beli masyarakat mulai lesu. Konsumen jangan lagi dipersulit dengan wacana kenaikan cukai,” ujar Azami.
Seperti diketahui, tarif cukai rokok dikabarkan kembali naik pada tahun depan seiring dengan tingginya target penerimaan negara yang dipatok tumbuh 10,89%. Padahal, kenaikan tarif cukai rokok baru saja dikerek naik tahun ini sebesar 12,5%. Pemerintah tengah melakukan kajian kenaikan tarif cukai rokok 2021 tersebut, di mana hasil kajian akan disertakan dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022.
Hal tersebut diungkapkan oleh Masyarakat Konsumen Tembakau (Maskot) dan Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), menanggapi kabar rencana kenaikan tarif cukai rokok 2022.
Perwakilan dari Maskot, Endro Guntoro berharap pemerintah lebih memperhatikan suara masyarakat di lapangan. Pasalnya, kenaikan tarif cukai rokok tentunya akan mengerek harga jual eceran (HJE) rokok ke konsumen. Situasi sulit yang diakibatkan oleh kenaikan tersebut tidak hanya akan dirasakan oleh konsumen namun juga masyarakat luas.
“Kalau negara tidak memperhatikan suara konsumen, bisa rontok negara ini. Kekuatan tembakau itu salah satunya adalah di masyarakat. Jika konsumen disulitkan karena cukai rokok terus naik, HJE terus naik, maka itu sama saja dengan membunuh pedagang kecil, UMKM dan tidak memberi ruang industri kreatif untuk tumbuh,” kata Endro dalam keterangan rilisnya di Jakarta, Minggu (15/8/2021).
Dia berharap agar pemerintah jangan hanya fokus pada berbagai pembatasan, peraturan atau perundang-undangan tanpa mendengar masukan dari berbagai pihak secara merata, termasuk dalam hal ini konsumen produk hasil tembakau, petani, buruh, pedagang mikro, makro hingga industri.
Pemerintah sebagai pengambil keputusan, menurut Endro, tidak melihat persoalan tembakau secara utuh. Padahal, mata rantai IHT, termasuk konsumen terus menerus menunjukkan ketaatan yang baik.
“Cukai rokok dinaikkan terus, industri dan konsumen mengikuti. Pembatasan ruang iklan, ruang merokok, dan lain-lain, lagi-lagi industri dan konsumen tetap taat. Padahal jelas ada asas-asas tidak berkeadilan. Kami sebagai konsumen berupaya menyuarakan keluh kesah kami lewat ruang-ruang diskusi,” ungkapnya.
Senada dengan Endro, Koordinator KNPK Mohammad Nur Azami, menegaskan bahwa rencana tersebut menunjukkan bahwa pemerintah tidak mempertimbangkan daya beli konsumen.
“Pemerintah harus realistis, lihat kondisi masyarakat di lapangan. UMKM khususnya pedagang mikro butuh pompa ekonomi, sementara daya beli masyarakat mulai lesu. Konsumen jangan lagi dipersulit dengan wacana kenaikan cukai,” ujar Azami.
Seperti diketahui, tarif cukai rokok dikabarkan kembali naik pada tahun depan seiring dengan tingginya target penerimaan negara yang dipatok tumbuh 10,89%. Padahal, kenaikan tarif cukai rokok baru saja dikerek naik tahun ini sebesar 12,5%. Pemerintah tengah melakukan kajian kenaikan tarif cukai rokok 2021 tersebut, di mana hasil kajian akan disertakan dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022.