IRESS: Revisi Aturan PLTS Atap Harus Penuhi Aspek Keadilan

Selasa, 17 Agustus 2021 - 11:29 WIB
loading...
IRESS: Revisi Aturan...
Revisi Permen ESDM No 49/2018 diharapkan tetap memperhatikan aspek-aspek konstitusional, legal, keadilan, kebersamaan, keberlanjutan pelayanan publik serta kepentingan nasional lainnya. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Pemerintah diminta memperhatikan aspek-aspek konstitusional, legal, keadilan, kebersamaan, keberlanjutan pelayanan publik dan berbagai kepentingan strategis nasional dalam revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 49/2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT PLN (Persero).

Indonesian Resources Studies (IRESS) mengapresiasi upaya pemerintah merevisi Permen No 49/2018 guna mencapai berbagai tujuan ideal energi nasional. Melalui revisi tersebut, masyarakat luas diharapkan tertarik memasang PLTS Atap di rumah atau kantor secara masif dan gotong-royong.



Namun, menurut Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara, rencana revisi Permen ESDM No 49/2018 terkesan lebih fokus pada pertimbangan aspek ekonomi dan bisnis. Karena itu, kata dia, sebelum aspek strategis lainnya terpenuhi secara harmonis, revisi tersebut sebaiknya ditunda.

"Ditengarai motif investasi dan bisnis lebih mengemuka dibanding kepentingan keadilan, kebersamaan dan keberlanjutan pelayanan BUMN. Ini terlihat dari upaya Kementerian ESDM yang memaksakan skema tarif ekspor-impor listrik net-metering menjadi 1:1," katanya melalui siaran pers, Selasa (17/8/2021).

Dia menjelaskan, ketentuan tarif net-metering dalam Permen ESDM No 49/2018 adalah 1:0,65. Artinya, ketika konsumen mengonsumsi atau mengimpor listrik dari PLN adalah X per kWh, maka pada saat konsumen mengekpor listrik dari rumah ke jaringan PLN tarifnya adalah 0,65X.

Marwan mengatakan, tarif ekspor listrik konsumen ke PLN memang seharusnya lebih rendah dibandingkan dengan tarif impor konsumen dari PLN. Sebab, PLN harus menyediaan berbagai sarana pelayanan. Maka dari itu, perubahan tarif ekspor-impor dari 0,65:1 menjadi 1:1 akan merugikan konsumen dan PLN.

"Sebenarnya tarif ekspor-impor 0,65:1 sesuai Permen No 49/2018 sudah cukup memadai dan menguntungkan konsumen, terutama gaya hidup sebagai pengguna energi bersih dapat diraih bersamaan dengan tagihan listrik yang lebih murah," kata Marwan.

Bahkan, kata dia, kajian akademis terbaru oleh sejumlah pakar energi menyatakan bahwa tarif ekspor-impor listrik yang wajar dan adil adalah 0,56:1. Namun, karena telah terlanjur membuat aturan tarif ekspor-impor 0,65:1, hal itu pun menurutnya cukup layak untuk dipertahankan dan konsumen pun memaklumi.

"Sementara, jika tarif ekspor-impor diubah menjadi 1:1, maka berbagai fasilitas PLN tidak pernah diperhitungkan sebagai faktor penting dalam proses ekspor-impor listrik antara konsumen PLTS Atap dengan PLN," tuturnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1181 seconds (0.1#10.140)