Cerita Petani Porang di Jabar, Raup Ratusan Juta Berkat Pembiayaan bank bjb

Rabu, 25 Agustus 2021 - 10:36 WIB
loading...
Cerita Petani Porang di Jabar, Raup Ratusan Juta Berkat Pembiayaan bank bjb
bank bjb terus mendorong pertanian budidaya porang melalui program pembiayaan bagi petani. Foto istimewa
A A A
BANDUNG - Siapa kira, tumbuhan yang awalnya dianggap liar dan tak bernilai ekonomi, kini menjadi komoditi yang bernilai tinggi. Adalah porang, tanaman dari kelas umbi-umbian ini kini menjadi harapan baru bagi para petani Indonesia, lantaran permintaan dunia yang cukup besar.

Sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Korea, Cina, Vietnam, Australia, dan lainnya, mengandalkan porang asal Indonesia. Saat ini, kebutuhan dunia terhadap tepung dan chip umbi porang baru terpenuhi sekitar 20 persen saja. Kementan RI menyebut, porang menjadi salah satu komoditas ekspor masa depan.

Menurut Dhian Rahadian, memimpin PT Sanindo Porang Berkah yang banyak membantu petani porang di Kabupaten Bandung, tingginya kebutuhan porang dunia menjadi peluang besar bagi pelaku usaha. Itulah yang kemudian memunculkan budidaya porang secara terpadu dan berkesinambungan, agar ketersediaan bahan baku terjamin.

Di Jawa Barat mulai banyak petani yang tertarik membudidayakan porang. Beberapa daerah itu diantaranya Subang, Kuningan, Purwakarta, Majalengka, Garut, Sumedang, Bandung Selatan, Bandung Barat, Ciamis, hingga Bogor.

Tanaman porang cenderung lebih tahan hama dan tidak manja. Porang bagus ditanam di atas ketinggian 200-700 Mdpl. Kebutuhan serapan matahari 40 hingga 50 persen. Masa tanam dari porang ini delapan bulan jika menggunakan bibit umbi mini dan sekitar 18 bulan jika menggunakan bibit dari buhul (buah) atau biasa juga disebut katak. Hama satu-satunya adalah pencurian umbi dan kataknya.

Kendati begitu, untuk pengembangan pertanian porang, membutuhkan dana tidak sedikit. Sehingga, petani sangat membutuhkan sekali bantuan perbankan, untuk menyalurkan pembiayaan modal kerja. Dhani pun bersyukur, bank bjb sebagai bank warga Jawa Barat, ikut memainkan peran dalam pengembangan budidaya porang ini.

“Selama ini kami banyak mendapat dukungan dari bank bjb,” katanya.

Kebutuhan modal untuk setiap hektare lahan porang sekitar Rp198 juta. Namun dari modal sebesar Rp198 juta per hektare, dalam jangka waktu 18 bulan petani bisa menghasilkan panen senilai Rp840 juta. Itu didapat hasil dari penjualan umbi plus buahnya (katak). Bahkan, jika harga lagi bagus, dalam satu hektare lahan porang bisa menghasilkan panen mencapai Rp1 miliar.

Menurut Direktur Komersial dan UMKM bank bjb Nancy Adistyasari, bank bjb berkomitmen mengucurkan kredit untuk membiayai 100 hektare lahan porang di Jabar. Sesuai kapasitas offtaker, lokasinya berada di Kabupaten Subang, Majalengka, Garut, dan Bandung. Pembiayaan yang dikucurkan untuk meningkatkan kesejahteraan petani porang.

“Kami sebagai agen pembangunan menginginkan agar sektor pertanian ini tumbuh. Untuk itu kami memberikan bantuan permodalan kepada petani dengan bunga rendah, sesuai skema KUR (kredit usaha rakyat),” kata Nancy.

Menurut dia, walaupun skema pembiayaan melalui kemitraan dengan offtaker, namun nantinya kredit akan dicairkan kepada setiap petani, yakni mereka yang lolos penyaringan offtaker. Selain itu, bank bjb akan memberikan kredit hanya kepada petani yang lolos Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Skema pembiayaan ini berdasarkan pola kemitraan yang selama ini kita bangun. Kuncinya ada di offtaker. Mereka yang nantinya menjadi penjamin atau avalist. Corporate guarantee kita keluarkan kepada offtaker. Untuk kredit porang, offtaker-nya PT Sanindo Porang Berkah,” ujarnya.

Kendati KUR dicairkan kepada petani, mereka tidak dapat mengambil uang. Modal yang diberikan itu dipindahbukukan ke rekening offtaker. Nantinya, setiap petani bisa mengambil modal untuk kebutuhan produksi mulai dari pembukaan dan pengolahan lahan, penanaman bibit, pemupukan, hingga panen.

“Offtaker wajib menyalurkan modal yang dibutuhkan para petani. Mulai dari benih, pupuk, hingga pendampingan di lapangan. Skema ini dilakukan agar petani tidak menyalahgunakan kredit yang dikucurkan. Berdasarkan pengalaman, pola kemitraan ini efektif,” ujarnya.

Selain itu, off taker wajib memberikan pendampingan kepada petani. Untuk itu, off taker harus memiliki tim agronomis yang bertugas melihat perkembangan di lapangan.

Menurut Pemimpin Divisi Kredit UMKM bank bjb Denny Mulyadi, hubungan offtaker dan petani saling membutuhkan. Pada masa panen, offtaker wajib membeli produk yang dihasilkan petani. Petani pun diharuskan menjual komoditasnya ke offtaker. Sebagai jaminan pasar hasil panen, antara petani dan offtaker sebelumnya terikat perjanjian mengenai harga bawah dan harga atas komoditas.

Khusus pengembalian kredit, Denny mengaku pihaknya menentukan berdasarkan siklus tanaman. Namun, dengan estimasi yang berkaitan dengan iklim, cuaca, masa panen, dan masa penjualan, jangka waktu pengembalian kredit itu ditentukan selama 24 bulan.

Denny optimistis, pengembalian kredit berjalan lancar. Tahun lalu, KUR dari kementerian yang dicairkan bank bjb sebesar Rp700 miliar. Alhamdulillah, dengan pola kemitraan, NPL-nya 0 persen. “Kita menjaga flow-nya. Dengan pola kemitraan, setiap petani, offtaker, dan bank bjb bisa maju berkembang bersama-sama,” ucapnya. CM
(atk)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1093 seconds (0.1#10.140)