Corona Kills Everything (2)
loading...
A
A
A
Covid-19 tak hanya membunuh manusia. Covid-19 juga membunuh produk. Covid-19 juga membunuh bisnis dan industri. Covid-19 bahkan membunuh kebiasaan-kebiasaan kita.
Dalam buku Corona Kills Everything (2020) yang akan diterbitkan akhir Juni ini, saya mengumpulkan 80 produk, bisnis, dan kebiasaan yang dibunuh oleh Covid-19. Kalau minggu lalu saya sudah menjelaskan tujuh produk, bisnis, dan kebiasaan yang dibunuh Covid-19, berikut ini adalah korban-korban pembunuhan berikutnya.
#8. Concert & Festival
Konser dan festival musik ternama seperti Glastonbury, Coachella, atau SXSW tak akan digelar tahun ini. Tak hanya yang besar, semua konser dan festival di seluruh dunia juga dibatalkan. Prediksi para analis pembatalan ini bakal terulang setahun bahkan dua tahun ke depan.
Tak terelakkan lagi, konser dan festival adalah industri yang paling cepat terdampak Covid-19 sekaligus paling lama pulih. Alasannya sederhana, konser/festival membutuhkan kerumunan massa dalam jumlah besar. By-default, bisnis ini “menjual kerumunan”. Karena itu, self-distancing tidak dimungkinkan. Industri ini bakal betul-betul normal hanya jika vaksin penawar Covid-19 ditemukan. (Baca: Corona Kills Everyting 1)
Memang kini sudah muncul penggantinya, yaitu virtual concert. Namun, perlu diingat, teknologi virtual reality secanggih apa pun tak akan mampu menggantikan pengalaman fisik.
#9. Hotel
Pernyataan resmi dari Kemenparekraf awal April lalu, jumlah hotel yang tutup sementara karena Covid-19 sudah mencapai 1.500 di seluruh Indonesia karena tak lagi ada tamu.
Untuk bisa bertahan hotel melakukan berbagai upaya survival mulai dari: meluncurkan paket seperti “work from hotel”, program staycation, menawarkan “hotel food delivery”, hingga jemput bola menawarkan on-demand cleaning service ke rumah-rumah.
Pemulihan sektor pariwisata membutuhkan waktu lumayan lama. Menurut World Travel and Tourism Council (WTTC), industri ini baru pulih dalam waktu sepuluh bulan ke depan. Sementara Tourism Economics memperkirakan lebih lama lagi, yaitu hingga 2022.
#10. Film & TV Production
Awal April lalu muncul pemberitaan luas bahwa Tom Hank terjangkit Covid-19 saat melakukan shooting film Elvis di Australia. Berita itu menjelaskan bahwa produksi film adalah aktivitas yang sangat rawan tertular Covid-19.
Film adalah satu di antara industri yang paling terdampak Covid-19 hampir di semua lini: produksi, distribusi karena semua gedung bioskop tutup, hingga penyelenggaraan festival/penghargaan yang dibatalkan. Produksi film box office seperti Mission: Impossible 7, Avatar 2, atau Matrix 4. Film-film baru yang harusnya dirilis antara Maret hingga November pun ditunda. Akibatnya, industri ini mengalami kerugian hingga miliaran dolar.
Industri film Mandarin misalnya bulan Maret lalu mengalami kerugian sekitar USD2 miliar karena film-film tidak jadi tayang pada tahun baru China. Pada bulan yang sama Hollywood tekor sekitar USD5 miliar.
Karena pulihnya bioskop bakal lama, maka industri ini semakin mengandalkan distribusi secara digital melalui layanan streaming. (Baca juga: Kantor Cerdas Dukung Semua Kebutuhan Skenerio Jarak Jauh New Normal)
#11. Sport Event
Pandemi membawa dampak disruptif kepada event olahraga di seluruh dunia, yang terburuk sejak Perang Dunia II. Olimpiade, liga sepak bola, Wimbledon, balap mobil Formula, gelaran NBA, hingga Formula E di Monas ditangguhkan.
Event olahraga termasuk tahan terhadap krisis. Terbukti pada saat krisis 1998, serangan teroris 9-11, maupun krisis 2008, event olahraga tetap marak. Namun, tidak demikian halnya dengan krisis Covid-19 saat ini. Keharusan social distancing menyebabkan pertandingan tidak bisa dijalankan akibatnya tak ada tontonan, tak ada sponsor masuk, tak ada tiket terjual, dan akhirnya industri ini tumbang.
#12. Contact Sport
Datangnya pandemi menjadi mimpi buruk bagi cabang-cabang olahraga yang menuntut kontak fisik yang sangat intensif. Beberapa contoh dari olahraga tersebut adalah gulat, judo, karate, sumo, taekwondo, tinju, rugby, basket, termasuk sepak bola.
Tak bisa dibayangkan bagaimana para atlet olahraga seperti tinju atau gulat berani melakukan aktivitasnya di tengah ancaman Covid-19 yang selalu mengintai. Mereka baru betul-betul berani berlatih dan bertanding hanya jika vaksin Covid-19 sudah ditemukan dan bisa dipakai secara luas.
#13. Money Changer
Ketika perjalanan antarnegara dibatasi karena pandemi, maka bisnis penukaran valuta asing (money changer) pun terpuruk. Di Bali misalnya begitu turis tak datang ke Bali, maka pendapatan para pengusaha langsung anjlok, bahkan nol karena tak ada lagi turis yang menukarkan uang.
Tentu saja arus perjalanan orang antarnegara akan terbuka kembali setelah pandemi lewat. Bangkitnya sektor ini akan bergantung pada pergerakan manusia antarnegara. Leisure travel mungkin masih belum pulih dalam waktu dekat, namun business travel akan lebih cepat menggeliat dan menghidupkan bisnis ini kembali.
#14. MICE
Di era VUCA, perubahan terjadi begitu cepat dan ekstrem. Tiga tahun terakhir adalah era kejayaan leisure economyyang tumbuh begitu cepat, namun dengan adanya wabah Covid-19, pertumbuhan tersebut sontak berbalik arah. Industri ini praktis mati suri ”dibunuh” Covid-19. (Lihat Videonya: Pemerintah Berencana Buka Kembali Tempat Ibadah Secara Bertahap)
Tahun lalu kita masih menyaksikan konferensi tingkat nasional, regional, maupun global massif berlangsung tiap minggu. Pameran berbagai industri dari yang UKM hingga kelas raksasa. Begitu juga raker, meeting, workshop, maupun lokakarya oleh perusahaan dan instansi pemerintah di mana-mana. Namun, kini seolah semuanya lenyap dibumihanguskan Covid-19.
Macau sebagai kota destinasi MICE dengan 1.500 lebih gelaran konvensi/pameran misalnya pada Maret lalu saja membatalkan 500 acara pameran. Bali setali tiga uang. Pariwisata Bali mandek, potensi kerugian dari leisure dan MICE mencapai USD9 miliar, dan setidaknya butuh setahun untuk pulih kembali.
Dalam buku Corona Kills Everything (2020) yang akan diterbitkan akhir Juni ini, saya mengumpulkan 80 produk, bisnis, dan kebiasaan yang dibunuh oleh Covid-19. Kalau minggu lalu saya sudah menjelaskan tujuh produk, bisnis, dan kebiasaan yang dibunuh Covid-19, berikut ini adalah korban-korban pembunuhan berikutnya.
#8. Concert & Festival
Konser dan festival musik ternama seperti Glastonbury, Coachella, atau SXSW tak akan digelar tahun ini. Tak hanya yang besar, semua konser dan festival di seluruh dunia juga dibatalkan. Prediksi para analis pembatalan ini bakal terulang setahun bahkan dua tahun ke depan.
Tak terelakkan lagi, konser dan festival adalah industri yang paling cepat terdampak Covid-19 sekaligus paling lama pulih. Alasannya sederhana, konser/festival membutuhkan kerumunan massa dalam jumlah besar. By-default, bisnis ini “menjual kerumunan”. Karena itu, self-distancing tidak dimungkinkan. Industri ini bakal betul-betul normal hanya jika vaksin penawar Covid-19 ditemukan. (Baca: Corona Kills Everyting 1)
Memang kini sudah muncul penggantinya, yaitu virtual concert. Namun, perlu diingat, teknologi virtual reality secanggih apa pun tak akan mampu menggantikan pengalaman fisik.
#9. Hotel
Pernyataan resmi dari Kemenparekraf awal April lalu, jumlah hotel yang tutup sementara karena Covid-19 sudah mencapai 1.500 di seluruh Indonesia karena tak lagi ada tamu.
Untuk bisa bertahan hotel melakukan berbagai upaya survival mulai dari: meluncurkan paket seperti “work from hotel”, program staycation, menawarkan “hotel food delivery”, hingga jemput bola menawarkan on-demand cleaning service ke rumah-rumah.
Pemulihan sektor pariwisata membutuhkan waktu lumayan lama. Menurut World Travel and Tourism Council (WTTC), industri ini baru pulih dalam waktu sepuluh bulan ke depan. Sementara Tourism Economics memperkirakan lebih lama lagi, yaitu hingga 2022.
#10. Film & TV Production
Awal April lalu muncul pemberitaan luas bahwa Tom Hank terjangkit Covid-19 saat melakukan shooting film Elvis di Australia. Berita itu menjelaskan bahwa produksi film adalah aktivitas yang sangat rawan tertular Covid-19.
Film adalah satu di antara industri yang paling terdampak Covid-19 hampir di semua lini: produksi, distribusi karena semua gedung bioskop tutup, hingga penyelenggaraan festival/penghargaan yang dibatalkan. Produksi film box office seperti Mission: Impossible 7, Avatar 2, atau Matrix 4. Film-film baru yang harusnya dirilis antara Maret hingga November pun ditunda. Akibatnya, industri ini mengalami kerugian hingga miliaran dolar.
Industri film Mandarin misalnya bulan Maret lalu mengalami kerugian sekitar USD2 miliar karena film-film tidak jadi tayang pada tahun baru China. Pada bulan yang sama Hollywood tekor sekitar USD5 miliar.
Karena pulihnya bioskop bakal lama, maka industri ini semakin mengandalkan distribusi secara digital melalui layanan streaming. (Baca juga: Kantor Cerdas Dukung Semua Kebutuhan Skenerio Jarak Jauh New Normal)
#11. Sport Event
Pandemi membawa dampak disruptif kepada event olahraga di seluruh dunia, yang terburuk sejak Perang Dunia II. Olimpiade, liga sepak bola, Wimbledon, balap mobil Formula, gelaran NBA, hingga Formula E di Monas ditangguhkan.
Event olahraga termasuk tahan terhadap krisis. Terbukti pada saat krisis 1998, serangan teroris 9-11, maupun krisis 2008, event olahraga tetap marak. Namun, tidak demikian halnya dengan krisis Covid-19 saat ini. Keharusan social distancing menyebabkan pertandingan tidak bisa dijalankan akibatnya tak ada tontonan, tak ada sponsor masuk, tak ada tiket terjual, dan akhirnya industri ini tumbang.
#12. Contact Sport
Datangnya pandemi menjadi mimpi buruk bagi cabang-cabang olahraga yang menuntut kontak fisik yang sangat intensif. Beberapa contoh dari olahraga tersebut adalah gulat, judo, karate, sumo, taekwondo, tinju, rugby, basket, termasuk sepak bola.
Tak bisa dibayangkan bagaimana para atlet olahraga seperti tinju atau gulat berani melakukan aktivitasnya di tengah ancaman Covid-19 yang selalu mengintai. Mereka baru betul-betul berani berlatih dan bertanding hanya jika vaksin Covid-19 sudah ditemukan dan bisa dipakai secara luas.
#13. Money Changer
Ketika perjalanan antarnegara dibatasi karena pandemi, maka bisnis penukaran valuta asing (money changer) pun terpuruk. Di Bali misalnya begitu turis tak datang ke Bali, maka pendapatan para pengusaha langsung anjlok, bahkan nol karena tak ada lagi turis yang menukarkan uang.
Tentu saja arus perjalanan orang antarnegara akan terbuka kembali setelah pandemi lewat. Bangkitnya sektor ini akan bergantung pada pergerakan manusia antarnegara. Leisure travel mungkin masih belum pulih dalam waktu dekat, namun business travel akan lebih cepat menggeliat dan menghidupkan bisnis ini kembali.
#14. MICE
Di era VUCA, perubahan terjadi begitu cepat dan ekstrem. Tiga tahun terakhir adalah era kejayaan leisure economyyang tumbuh begitu cepat, namun dengan adanya wabah Covid-19, pertumbuhan tersebut sontak berbalik arah. Industri ini praktis mati suri ”dibunuh” Covid-19. (Lihat Videonya: Pemerintah Berencana Buka Kembali Tempat Ibadah Secara Bertahap)
Tahun lalu kita masih menyaksikan konferensi tingkat nasional, regional, maupun global massif berlangsung tiap minggu. Pameran berbagai industri dari yang UKM hingga kelas raksasa. Begitu juga raker, meeting, workshop, maupun lokakarya oleh perusahaan dan instansi pemerintah di mana-mana. Namun, kini seolah semuanya lenyap dibumihanguskan Covid-19.
Macau sebagai kota destinasi MICE dengan 1.500 lebih gelaran konvensi/pameran misalnya pada Maret lalu saja membatalkan 500 acara pameran. Bali setali tiga uang. Pariwisata Bali mandek, potensi kerugian dari leisure dan MICE mencapai USD9 miliar, dan setidaknya butuh setahun untuk pulih kembali.
(ysw)