Utang Terus Meningkat, Ekonom: Pemerintah Harus Hati-hati
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peningkatan utang Indonesia di saat pandemi Covid-19 menjadi perhatian ekonom. Tercatat, sejak Juni sampai dengan Juli 2021 utang Indonesia meningkat menjadi Rp6.570 triliun.
Menurut Ekonom CORE Indonesia (Center of Reform on Economics) Yusuf Rendy, utang Indonesia sebenarnya sudah meningkat meski tidak terjadi pandemi.
"Menurut saya angka rasio utang yang saat ini di kisaran 40% mau tidak mau mendorong pemerintah harus lebih hati-hati. Lebih ke bagaimana menggunakan utang untuk hal-hal yang sifatnya produktif dan juga menjaga proporsi utang untuk berkelanjutan, khususnya fiskal dalam jangka menengah dan panjang," ujarnya dalam Market Review IDXChanel, Selasa (31/8/2021).
Yang menjadi persoalan, tegas dia, adalah bagaimana pemerintah menggunakan utang tersebut. Menurutnya, utang suatu negara harus sepenuhnya digunakan untuk hal-hal yang sifatnya produktif serta mendorong pembangunan berkelanjutan untuk jangka menengah dan jangka panjang.
Yusuf menambahkan, selanjutnya yang perlu didiskusikan adalah proporsi utang tersebut, apakah lebih banyak didominasi oleh mata uang asing, atau rupiah.
"Juga tenornya misalnya apakah kemudian dalam jangka pendek menengah atau panjang karena ini akan berkaitan dengan tidak hanya masalah peningkatan nominal utang saja tetapi juga misalnya berbicara keberlanjutan fiskal kita dalam jangka menengah sampai panjang nanti," sambungnya.
Menurut Yusuf, saat ini untungnya utang Indonesia masih didominasi oleh rupiah dalam bentuk penerbitan surat utang oleh pemerintah. Hal ini dinilai cukup bagus mengingat surat utang lebih fleksibel dibandingkan bentuk pinjaman lembaga internasional.
"Karena kalau dalam bentuk surat utang kita masih lebih leluasa dalam menentukan kemana kemudian utang yang kita himpunan, untuk biaya apa ini kita akan salurkan," tambahnya.
Dia pun menilai rasio utang Indonesia saat ini masih tergolong normal dari perhitungan di bawah 60% PDB negara. "Hal inilah yang perlu diatur dalam undang-undang keuangan negara," tandasnya.
Menurut Ekonom CORE Indonesia (Center of Reform on Economics) Yusuf Rendy, utang Indonesia sebenarnya sudah meningkat meski tidak terjadi pandemi.
"Menurut saya angka rasio utang yang saat ini di kisaran 40% mau tidak mau mendorong pemerintah harus lebih hati-hati. Lebih ke bagaimana menggunakan utang untuk hal-hal yang sifatnya produktif dan juga menjaga proporsi utang untuk berkelanjutan, khususnya fiskal dalam jangka menengah dan panjang," ujarnya dalam Market Review IDXChanel, Selasa (31/8/2021).
Yang menjadi persoalan, tegas dia, adalah bagaimana pemerintah menggunakan utang tersebut. Menurutnya, utang suatu negara harus sepenuhnya digunakan untuk hal-hal yang sifatnya produktif serta mendorong pembangunan berkelanjutan untuk jangka menengah dan jangka panjang.
Yusuf menambahkan, selanjutnya yang perlu didiskusikan adalah proporsi utang tersebut, apakah lebih banyak didominasi oleh mata uang asing, atau rupiah.
"Juga tenornya misalnya apakah kemudian dalam jangka pendek menengah atau panjang karena ini akan berkaitan dengan tidak hanya masalah peningkatan nominal utang saja tetapi juga misalnya berbicara keberlanjutan fiskal kita dalam jangka menengah sampai panjang nanti," sambungnya.
Menurut Yusuf, saat ini untungnya utang Indonesia masih didominasi oleh rupiah dalam bentuk penerbitan surat utang oleh pemerintah. Hal ini dinilai cukup bagus mengingat surat utang lebih fleksibel dibandingkan bentuk pinjaman lembaga internasional.
"Karena kalau dalam bentuk surat utang kita masih lebih leluasa dalam menentukan kemana kemudian utang yang kita himpunan, untuk biaya apa ini kita akan salurkan," tambahnya.
Dia pun menilai rasio utang Indonesia saat ini masih tergolong normal dari perhitungan di bawah 60% PDB negara. "Hal inilah yang perlu diatur dalam undang-undang keuangan negara," tandasnya.
(fai)