Perum Damri Sudah 75 Tahun Berdiri, Tapi Baru Setor Dividen 2018
loading...
A
A
A
JAKARTA - Selama 75 tahun berdiri, Perum Damri baru memberikan dividen kepada negara sejak periode 2018-2019. Kontribusi tersebut seiring dengan langkah transformasi yang dilakukan perusahaan.
Direktur Utama Perum Damri, Milatia Moemin mencatat, sebelum 2018 perusahaan masih membukukan kerugian dan pada 2018 manajemen mencatat kenaikan laba sebesar 234% dan 107% pada akhir 2019. Namun, dia tidak merinci berapa nilai dividen yang diberikan.
"Pada tahun 2018 akhir, di 2019 kami sudah memberikan dividen ke negara. Karena memang sebelumnya memang rugi, jadi transformasi pada Damri baru terjadi di 2018 awal, sebelumnya tidak ada transformasi," ujar Milatia dalam RDP bersama Komisi VI DPR, Jumat (3/9/2021).
Kerugian berarti kembali terjadi pada 2020 saat pemberlakuan kebijakan PSBB di awal tahun lalu. Milatia menyebut, periode Maret-Juli pihaknya mencatat kerugian total mencapai 90 persen.
Damri menderita rugi bersih tahun berjalan Rp 220,07 miliar pada tahun 2020. Padahal, di tahun sebelumnya mereka masih untung Rp 43,26 miliar.
Kerugian itu dibarengi dengan dibebani biaya (fix cost) yang harus ditanggung perusahaan seperti Gaji karyawan, premi BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, cicilan kendaraan dan beban lainnya. Karenanya, keuntungan yang diperoleh perusahaan selama dua periode sebelumnya tidak bisa mengcover kerugian yang diderita sepanjang 2020-2021.
"Keuangan selama dua tahun tidak bisa mengcover jebolnya keuangan 2020. Karena di 2020 itu pada awal-awal masih bisa kami cover karena masih cukup bagus, karena tadi ada PSBB di banyak tempat di tutup, jadi kami hampir berhenti beroperasi, pada fase April sampai Juni ini (2021) bisa dibilang kami rugi total karena memang tidak boleh bergerak," ungkap dia.
Direktur Utama Perum Damri, Milatia Moemin mencatat, sebelum 2018 perusahaan masih membukukan kerugian dan pada 2018 manajemen mencatat kenaikan laba sebesar 234% dan 107% pada akhir 2019. Namun, dia tidak merinci berapa nilai dividen yang diberikan.
"Pada tahun 2018 akhir, di 2019 kami sudah memberikan dividen ke negara. Karena memang sebelumnya memang rugi, jadi transformasi pada Damri baru terjadi di 2018 awal, sebelumnya tidak ada transformasi," ujar Milatia dalam RDP bersama Komisi VI DPR, Jumat (3/9/2021).
Kerugian berarti kembali terjadi pada 2020 saat pemberlakuan kebijakan PSBB di awal tahun lalu. Milatia menyebut, periode Maret-Juli pihaknya mencatat kerugian total mencapai 90 persen.
Damri menderita rugi bersih tahun berjalan Rp 220,07 miliar pada tahun 2020. Padahal, di tahun sebelumnya mereka masih untung Rp 43,26 miliar.
Kerugian itu dibarengi dengan dibebani biaya (fix cost) yang harus ditanggung perusahaan seperti Gaji karyawan, premi BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, cicilan kendaraan dan beban lainnya. Karenanya, keuntungan yang diperoleh perusahaan selama dua periode sebelumnya tidak bisa mengcover kerugian yang diderita sepanjang 2020-2021.
"Keuangan selama dua tahun tidak bisa mengcover jebolnya keuangan 2020. Karena di 2020 itu pada awal-awal masih bisa kami cover karena masih cukup bagus, karena tadi ada PSBB di banyak tempat di tutup, jadi kami hampir berhenti beroperasi, pada fase April sampai Juni ini (2021) bisa dibilang kami rugi total karena memang tidak boleh bergerak," ungkap dia.
(akr)