Soal 'Tumor' Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung, Faisal Basri Unggah Tulisan Lawasnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menanggapi dan angkat bicara terkait proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang biayanya membengkak hingga Rp113 triliun, dari anggaran semula yang sebesar Rp85 triliun.
Baca juga: Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bengkak, Luhut Teriakkan Efisiensi
Pembiayaan kereta cepat Jakarta-Bandung memang terus membengkak layaknya tumor. Awalnya pendanaan itu dihitung Rp78 triliun, kemudian bertambah menjadi Rp85 triliun, dan akhirnya tembus Rp113 triliun. Bisa jadi anggaran akan kembali membengkak ke depannya.
Melalui cuitan di akun twitter resminya, Faisal mengunggah tulisan lawasnya soal kereta cepat yang dia tulis di faisalbasri.com 6 tahun yang lalu dengan judul "Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tidak Mendesak".
Ada beberapa poin penting dari tulisan itu. Pertama, menurutnya, kereta cepat tidak terlalu mendesak sebab untuk rute Jakarta-Bandung menyediakan banyak alternatif transportasi dan juga jalan tol. Apalagi jarak Jakarta-Bandung yang tak terlalu jauh, sekitar 150 km.
"Apalagi mengingat kereta cepat sejenis Shinkansen pada galibnya hadir untuk jarak jauh seperti Tokyo-Osaka yang jaraknya hampir sama dengan Jakarta-Surabaya," tulis Faisal, dikutip, Minggu (5/9/2021).
Faisal juga menyatakan bahwa proyek kereta cepat yang digarap seyogyanya yang menghubungkan antara Jakarta dan Surabaya. Kereta cepat memiliki kelebihan dibanding pesawat jika hendak wolak-walik Jakarta-Surabaya, misalnya waktu tempuh.
Menurut perhitungannya, menggunakan kereta cepat ke Surabaya lebih cepat dibanding pesawat terbang. Dengan kereta cepat, Jakarta-Surabaya bisa ditempuh selama 2,5 jam, sedangkan dengan pesawat bisa mencapai 5 jam. Lamanya waktu itu karena ada rangkaian proses naik pesawat, mulai dari check ini, take off, jam terbang, pengambilan bagasi hingga waktu tempuh ke bandara.
"Jika dengan kereta cepat, Jakarta-Surabaya bisa ditempuh sekitar 2,5 jam. Tiba di stasiun lima menit sebelum berangkat masih memungkinkan. Jadi, jauh lebih cepat dibandingkan dengan pesawat terbang," tulis Faisal lagi.
Yang menjadi tanda tanya buat Faisal terhadap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah keikutsertaan PTPN VIII. BUMN itu adalah perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan, sedangkan kereta cepat adalah proyek dengan high tech.
“Apakah pantas perusahaan perkebunan dipaksa berinvestasi di sektor perkeretaapian? Mengapa PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII yang merupakan salah satu di antara perkebunan milik negara tidak didorong untuk mengembangkan industri pengolahan produk-produk perkebunan saja?,” tuturnya.
Poin (ter)penting dari pandangan Faisal soal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah soal pendanaannya. Di sini, Faisal menyoroti soal besaran pinjaman, pembayaran bunga, dan cicilan dari pendanaan yang bermata uang China (renminbi). Pasalnya, selain seluruh penerimaan dari kereta cepat berbentuk rupiah, pun masalah kurs rupiah terhadap renminbi.
"Ingat pula, dalam lima tahun terakhir rupiah terdepresiasi 100 persen terhadap renminbi," tegasnya.
Faisal kemudian menutup pandangannya soal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. "Analisis maslahat-ongkos (cost-benefit analysis) proyek kereta cepat Jakarta-Bandung rasanya kurang meyakinkan. Kesannya terlalu dipaksakan".
Baca juga: Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bengkak, Luhut Teriakkan Efisiensi
Pembiayaan kereta cepat Jakarta-Bandung memang terus membengkak layaknya tumor. Awalnya pendanaan itu dihitung Rp78 triliun, kemudian bertambah menjadi Rp85 triliun, dan akhirnya tembus Rp113 triliun. Bisa jadi anggaran akan kembali membengkak ke depannya.
Melalui cuitan di akun twitter resminya, Faisal mengunggah tulisan lawasnya soal kereta cepat yang dia tulis di faisalbasri.com 6 tahun yang lalu dengan judul "Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tidak Mendesak".
Ada beberapa poin penting dari tulisan itu. Pertama, menurutnya, kereta cepat tidak terlalu mendesak sebab untuk rute Jakarta-Bandung menyediakan banyak alternatif transportasi dan juga jalan tol. Apalagi jarak Jakarta-Bandung yang tak terlalu jauh, sekitar 150 km.
"Apalagi mengingat kereta cepat sejenis Shinkansen pada galibnya hadir untuk jarak jauh seperti Tokyo-Osaka yang jaraknya hampir sama dengan Jakarta-Surabaya," tulis Faisal, dikutip, Minggu (5/9/2021).
Faisal juga menyatakan bahwa proyek kereta cepat yang digarap seyogyanya yang menghubungkan antara Jakarta dan Surabaya. Kereta cepat memiliki kelebihan dibanding pesawat jika hendak wolak-walik Jakarta-Surabaya, misalnya waktu tempuh.
Menurut perhitungannya, menggunakan kereta cepat ke Surabaya lebih cepat dibanding pesawat terbang. Dengan kereta cepat, Jakarta-Surabaya bisa ditempuh selama 2,5 jam, sedangkan dengan pesawat bisa mencapai 5 jam. Lamanya waktu itu karena ada rangkaian proses naik pesawat, mulai dari check ini, take off, jam terbang, pengambilan bagasi hingga waktu tempuh ke bandara.
"Jika dengan kereta cepat, Jakarta-Surabaya bisa ditempuh sekitar 2,5 jam. Tiba di stasiun lima menit sebelum berangkat masih memungkinkan. Jadi, jauh lebih cepat dibandingkan dengan pesawat terbang," tulis Faisal lagi.
Yang menjadi tanda tanya buat Faisal terhadap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah keikutsertaan PTPN VIII. BUMN itu adalah perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan, sedangkan kereta cepat adalah proyek dengan high tech.
“Apakah pantas perusahaan perkebunan dipaksa berinvestasi di sektor perkeretaapian? Mengapa PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII yang merupakan salah satu di antara perkebunan milik negara tidak didorong untuk mengembangkan industri pengolahan produk-produk perkebunan saja?,” tuturnya.
Poin (ter)penting dari pandangan Faisal soal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah soal pendanaannya. Di sini, Faisal menyoroti soal besaran pinjaman, pembayaran bunga, dan cicilan dari pendanaan yang bermata uang China (renminbi). Pasalnya, selain seluruh penerimaan dari kereta cepat berbentuk rupiah, pun masalah kurs rupiah terhadap renminbi.
"Ingat pula, dalam lima tahun terakhir rupiah terdepresiasi 100 persen terhadap renminbi," tegasnya.
Faisal kemudian menutup pandangannya soal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. "Analisis maslahat-ongkos (cost-benefit analysis) proyek kereta cepat Jakarta-Bandung rasanya kurang meyakinkan. Kesannya terlalu dipaksakan".
(uka)