Pembentukan Korporasi Tingkatkan Kesejahteraan Pekebun Sawit

Kamis, 16 September 2021 - 10:20 WIB
loading...
Pembentukan Korporasi Tingkatkan Kesejahteraan Pekebun Sawit
Pekebun sawit merupakan kekuatan besar dengan luas mencapai 6,94 juta ha dari total luas kebun sawit nasional 16,38 juta ha. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Program kemitraan antara pekebun dengan perusahaan yang berhasil meningkatkan kesejahteraan pekebun menjadi cikal bakal pembentukan korporasi pekebun sawit .

Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian Heru Tri Widarto mengatakan pekebun sawit merupakan kekuatan besar dengan luas mencapai 6,94 juta hektar (ha) dari total luas kebun sawit nasional 16,38 juta ha. Pada masa lalu lewat kemitraan dengan perusahaan, pekebun berhasil meningkatkan kesejahteraannya.


“Kemitraan harus diperkuat, transparansi menjadi kata kunci. Ke depan tidak perlu lagi ada yang pihak yang harus menjodohkan pekebun dengan perusahaan karena masing-masing saling membutuhkan,” katanya pada webinar dan Live Streaming 2nd Indonesian Palm Oil Smallholders Conference (IPOSC) ‘Memperkuat Petani Kelapa Sawit’ yang diselenggarakan Media Perkebunan di Jakarta, Kamis (16/9/2021).

Konsep pengembangan korporasi pekebun, lanjutnya, adalah pekebun terkonsolidasi dalam Kelompok tani (poktan), Gabungan kelompok tani (gapoktan) ataupun koperasi, mendapat fasilitas sarpras, pembinaan dan pendampingan dari pemerintah dan mitra.

Pekebun sebagai anggota korporasi mengusahakan budidaya sawit, koperasi bersama BUMN/bumdes membentuk PT untuk mengelola korporasi petani, swasta sebagai mitra strategis korporasi sedangkan korporasi pekebun memasarkan hasil produknya.

Pada program peremajaan sawit rakyat (PSR), menurut Heru, Ditjenbun mewajibkan kemitraan karena tandan buah segar (TBS) pekebun nantinya perlu ada yang menampung.

Sementara itu tambahnya, Ditjenbun dengan pembiayaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) membuat program pengembangan sumber daya manusia (SDM) lewat pendidikan dan pelatihan juga sarana dan prasarana yang ditujukan bagi pekebun.

“Sarpras (sarana dan prasarana) bukan hanya alsintan (alat dan mesin pertanian), perbaikan jalan, ISPO tapi nanti akan ke pembangunan PKS (pabrik kelapa sawit),” ujarnya.

Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya supaya pekebun nanti mampu mengelola korporasi. Perlu studi lebih lanjut supaya korporasi ini berjalan dengan baik. Sertifikasi ISPO (Indonesia Sustainability Palm Oil) juga penting supaya ketelusuran produk berjalan dengan baik dan produknya diakui konsumen.

Menurutnya korporasi pekebun juga bisa masuk ke penyediaan benih unggul siap salur, sehingga tidak perlu lagi misalnya PSR di Sulawesi mendatangkan dari Medan sehingga biaya meningkat dan risiko benih layu atau mati. Korporasi pekebun nanti produknya bukan lagi TBS tetapi bisa saja CPO sehingga kemitraan harus diselaraskan lagi.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2506 seconds (0.1#10.140)