Kasus Evergrande dan Tapering Fed Membayangi, Tapi Pasar Modal RI Masih Seksi

Rabu, 22 September 2021 - 11:26 WIB
loading...
Kasus Evergrande dan Tapering Fed Membayangi, Tapi Pasar Modal RI Masih Seksi
Pasar modal Indonesia ditekankan masih seksi di tengah bayang-bayang potensi gagal bayar raksasa properti China, Evergrande yang hampir menekan seluruh bursa dunia. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Pasar modal Indonesia ditekankan masih seksi di tengah bayang-bayang potensi gagal bayar raksasa properti China , Evergrande yang hampir menekan seluruh bursa dunia. Sentimen lainnya Investor juga menantikan hasil pertemuan The Fed atau Bank Sentral Amerika Serikat (AS).

Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie W Prasetio menerangkan, kalau sekarang konsennya tapering AS . Dampak ini seharusnya tidak seburuk tahun 2013, sebab asing cenderung keluar dari emerging market, domestik itu jadi penunjang indeks.

"Jadi saya kira pasar modal di Indonesia masih seksi ya, bluechip atau teknologi masih banyak industri lokal yang main. Sebenarnya kita masih punya potensi yang besar," paparnya dalam Power Breakfast IDX Channel, Jakarta, Rabu (22/9/2021).



Menurutnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih punya peluang berbalik menguat (rebound). Meski kemarin melemah, terang dia indikasi market di Indonesia justru semakin semangat.

"Kemudian kalau dilihat dari segi keuangan potensi gagal bayar Evergrande ini risikonya relatif minimal untuk Indonesia, karena sektor keuangan kita tidak banyak invest di luar negeri," ujar Frankie.



Namun secara sentimen kata Frankie, Evergrande merupakan salah satu partner terbesar Indonesia. Maka kalau sampai Evergrande terjadi bangkrut, dampak ekonomi bagi Indonesia, China bahkan dunia itu akan besar dan bagi ekspor ditakutkan harga komoditas mengalami penurunan.

"Dengan nilai utang 4.300 triliun sebenarnya lebih dari setengah IHSG ya. Jadi of course itu harga yang sangat besar. Berkaca dari 2 tahun lalu, China Lehman Brothers harusnya mereka akan bisa melakukan tindakan yang lebih tepat jadi tidak menimbulkan penyebaran kemana-mana," ujarnya.

Untuk prospek properti di Indonesia sendiri menurut Frankie tidak terlalu berpengaruh karena berbeda profilenya.

"Kalau di Indonesia properti saat harga komoditas naik justru bagus karena kalau harga komoditas naik kan cycle. Nah abis itu properti, sekarang banyak properti yang buyback jadi kita optimis," katanya.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1859 seconds (0.1#10.140)