Evergrande Terlilit Utang Rp4.270 Triliun, Adakah Imbasnya ke Sektor Properti RI?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Belakangan ini publik pasar modal dihebohkan dengan isu krisis keuangan grup properti terbesar kedua di China , Evergrande yang memiliki total utang mencapai USD300 miliar atau setara Rp4.270 Triliun. Jumlah utang tersebut mencapai setidaknya 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pemerintah China yang sedikit-banyak relatif menghasilkan beban keuangan negara.
Sejumlah analis luar membaca ada 4 kemungkinan ke depannya terkait nasib korporasi tersebut yaitu, (1) bangkrut, (2) berhenti sementara, (3) buy-out (pelepasan aset yang dimiliki/pengambilalihan), atau (4) bailout (ditalangi oleh pemerintah).
Senior Technical Analyst PT Henan Putihrai Sekuritas, Lisa C. Suryanata membaca, persoalan Evergrande tidak serta-merta berdampak langsung terhadap sektor properti dan permodalan properti di Indonesia. Dirinya mencermati pemerintah China bisa melakukan bailout untuk mengatasi masalah tersebut.
"Meski utangnya itu sendiri mencapai 2 persen dari PDB China, kemungkinan akan menghasilkan beban keuangan China, tapi tampaknya pemerintah China sudah lebih gercep dan gesit untuk menyuntikkan likuiditas di pasar properti dan dampaknya di perusahaan properti di Indonesia tidak ada, karena Evergrande tidak punya properti di Indonesia," kata Lisa..
Lisa memandang justru sektor properti di pasar modal Indonesia telah mengalami kenaikan imbas pelonggaran pembatasan mobilitas. Sementara pelemahan yang terjadi, menurutnya hanya bentuk koreksi wajar yang biasanya hadir akibat aksi jual.
"Sebenarnya tren saham properti di Indonesia sudah menunjukkan kenaikan, dan penurunannya di saham-saham properti kita adalah efek umum saja, karena semua sektor hari ini belakangan sudah mulai menunjukkan pelemahan, dan saham-saham properti kemarin-kemarin sudah mulai naik, jadi ini sangat normal," lanjutnya.
Menurutnya, sentimen domestik dapat memacu peningkatan properti di Tanah Air sejalan dengan aturan baru anak di bawah 12 tahun boleh masuk ke dalam pusat perbelanjaan.
"Tentunya akan menambah jumlah kunjungan ke pusat perbelanjaan, objek wisata, nah peningkatan mobiliti akan dibarengi dengan peningkatan konsumsi, di mana itu adalah hal yang baik untuk ekonomi secara umum," tuturnya sembari berharap bahwa kabar Evergrande dapat cepat berlalu.
Jika koreksi terjadi di titik yang wajar, Lisa meyakini hal itu sebagai peluang investor untuk masuk (net-buy) di emiten-emiten yang baik secara fundamental.
"Properti di Indonesia masih baik-baik saja dan secara teknikal, ini bisa kita pakai sebagai kesempatan buy on weakness di beberapa saham," tandasnya.
Sejumlah analis luar membaca ada 4 kemungkinan ke depannya terkait nasib korporasi tersebut yaitu, (1) bangkrut, (2) berhenti sementara, (3) buy-out (pelepasan aset yang dimiliki/pengambilalihan), atau (4) bailout (ditalangi oleh pemerintah).
Senior Technical Analyst PT Henan Putihrai Sekuritas, Lisa C. Suryanata membaca, persoalan Evergrande tidak serta-merta berdampak langsung terhadap sektor properti dan permodalan properti di Indonesia. Dirinya mencermati pemerintah China bisa melakukan bailout untuk mengatasi masalah tersebut.
"Meski utangnya itu sendiri mencapai 2 persen dari PDB China, kemungkinan akan menghasilkan beban keuangan China, tapi tampaknya pemerintah China sudah lebih gercep dan gesit untuk menyuntikkan likuiditas di pasar properti dan dampaknya di perusahaan properti di Indonesia tidak ada, karena Evergrande tidak punya properti di Indonesia," kata Lisa..
Lisa memandang justru sektor properti di pasar modal Indonesia telah mengalami kenaikan imbas pelonggaran pembatasan mobilitas. Sementara pelemahan yang terjadi, menurutnya hanya bentuk koreksi wajar yang biasanya hadir akibat aksi jual.
"Sebenarnya tren saham properti di Indonesia sudah menunjukkan kenaikan, dan penurunannya di saham-saham properti kita adalah efek umum saja, karena semua sektor hari ini belakangan sudah mulai menunjukkan pelemahan, dan saham-saham properti kemarin-kemarin sudah mulai naik, jadi ini sangat normal," lanjutnya.
Menurutnya, sentimen domestik dapat memacu peningkatan properti di Tanah Air sejalan dengan aturan baru anak di bawah 12 tahun boleh masuk ke dalam pusat perbelanjaan.
"Tentunya akan menambah jumlah kunjungan ke pusat perbelanjaan, objek wisata, nah peningkatan mobiliti akan dibarengi dengan peningkatan konsumsi, di mana itu adalah hal yang baik untuk ekonomi secara umum," tuturnya sembari berharap bahwa kabar Evergrande dapat cepat berlalu.
Jika koreksi terjadi di titik yang wajar, Lisa meyakini hal itu sebagai peluang investor untuk masuk (net-buy) di emiten-emiten yang baik secara fundamental.
"Properti di Indonesia masih baik-baik saja dan secara teknikal, ini bisa kita pakai sebagai kesempatan buy on weakness di beberapa saham," tandasnya.
(akr)