Potensi Besar Bank Digital Bidik 75% Masyarakat Unbanked
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tren digitalisasi memungkinkan akses ke perbankan bisa lebih besar, terlebih dengan bermunculannya bank digital. Hal ini diharapkan menjadi solusi atas upaya pemerintah mendongkrak inklusi keuangan di Tanah Air.
Sebagai catatan, jumlah masyarakat Indonesia yang belum memiliki akses ke perbankan masih sangat besar. Menurut data Google, Temasek, dan Bain pada tahun lalu terdapat 75% masyarakat Indonesia yang masuk dalam golongan underbanked dan unbanked.
Komisaris Bursa Efek Indonesia (BEI) Pandu Satria Sjahrir mengatakan, maraknya bank digital menjadi peluang bagi para penyedia pendanaan berbasis platform digital di luar perbankan.
“Mungkin secara garis besar bukan melihat dari sisi tren, kalau mau melihat garis besarnya kan 75% masyarakat Indonesia tidak memiliki akses bank. Jadi apa yang dilakukan temen-temen dalam berbisnis di dunia teknologi atau dunia digital sebenarnya mereka ingin meng-address masalah terbesar di mana 3/4 dari masyarakat Indonesia tidak memiliki akses bank,” ujar Pandu yang juga Ketua Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) dalam diskusi Bank Banten x Mirae Asset Sekuritas yang digelar virtual di Jakarta, Jumat (24/9/2021).
Menurut Pandu, under-bank seperti itu sekarang tinggal bagaimana mereka berinvestasi mewujudkan kebutuhan menabung dan akses kredit masyarakat. "Itu bahasa kerennya kan under-bank, bagaimana under-bank itu jadi bank-able, jadi sekarang yang dilakukan adalah berinvestasi menggunakan memang status-status bank baik yang Tbk maupun non Tbk di mana itu penggunaan teknologinya memberi akses lebih mudah untuk 3/4 masyarakat Indonesia untuk menabung ataupun akses kredit," tuturnya.
Prospek bank digital sendiri, kata Pandu, akan lebih berkembang jika mau bertumbuh atau berkolaborasi. Pasalnya, menilik sejarah di Amerika Serikat pada 10 tahun lalu, market capital-nya bertambah 100% pada saat ini.
"Jadi menurut saya, baik bank yang ada sekarang orang menyebutnya tradisional, kalau berkembang akan lebih baik. Di sisi lain, bank yang menggunakan akses financial technology juga akan bertumbuh dengan lebih baik lagi, karena marketnya kalau dulu 1/4 masyarakat Indonesia sekarang 100%," ujar dia.
Senada, Direktur Utama Bank Banten Agus Syabarrudin mengatakan, ekosistem layanan bank digital yang mereka tawarkan memang punya target membantu para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
"Ekosistem layanan bank digital ini kita kembangkan misalnya UMKM kan untuk modal kerja mereka, bagaimana yang dia butuhkan untuk produksi dengan mudah pakai gadgetnya untuk menerima dana yang akan dipinjam," kata Agus.
Dengan kolaborasi Bank Banten dengan Amazon beberapa waktu lalu, Agus optimis bahwa penyaluran pendanaan ke UMKM bisa terkontrol sehingga mengurangi dampak kecurangan atau fraud yang selama ini jadi masalah.
"Kita pakai big data, UMKM itu bagaimana siklus bisnisnya kita tahu, sangat efisien dan Bank Banten ada di tengahnya, jadi pendapatan berbasis komisi juga meningkat," tutup Agus.
Sebagai catatan, jumlah masyarakat Indonesia yang belum memiliki akses ke perbankan masih sangat besar. Menurut data Google, Temasek, dan Bain pada tahun lalu terdapat 75% masyarakat Indonesia yang masuk dalam golongan underbanked dan unbanked.
Komisaris Bursa Efek Indonesia (BEI) Pandu Satria Sjahrir mengatakan, maraknya bank digital menjadi peluang bagi para penyedia pendanaan berbasis platform digital di luar perbankan.
“Mungkin secara garis besar bukan melihat dari sisi tren, kalau mau melihat garis besarnya kan 75% masyarakat Indonesia tidak memiliki akses bank. Jadi apa yang dilakukan temen-temen dalam berbisnis di dunia teknologi atau dunia digital sebenarnya mereka ingin meng-address masalah terbesar di mana 3/4 dari masyarakat Indonesia tidak memiliki akses bank,” ujar Pandu yang juga Ketua Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) dalam diskusi Bank Banten x Mirae Asset Sekuritas yang digelar virtual di Jakarta, Jumat (24/9/2021).
Menurut Pandu, under-bank seperti itu sekarang tinggal bagaimana mereka berinvestasi mewujudkan kebutuhan menabung dan akses kredit masyarakat. "Itu bahasa kerennya kan under-bank, bagaimana under-bank itu jadi bank-able, jadi sekarang yang dilakukan adalah berinvestasi menggunakan memang status-status bank baik yang Tbk maupun non Tbk di mana itu penggunaan teknologinya memberi akses lebih mudah untuk 3/4 masyarakat Indonesia untuk menabung ataupun akses kredit," tuturnya.
Prospek bank digital sendiri, kata Pandu, akan lebih berkembang jika mau bertumbuh atau berkolaborasi. Pasalnya, menilik sejarah di Amerika Serikat pada 10 tahun lalu, market capital-nya bertambah 100% pada saat ini.
"Jadi menurut saya, baik bank yang ada sekarang orang menyebutnya tradisional, kalau berkembang akan lebih baik. Di sisi lain, bank yang menggunakan akses financial technology juga akan bertumbuh dengan lebih baik lagi, karena marketnya kalau dulu 1/4 masyarakat Indonesia sekarang 100%," ujar dia.
Senada, Direktur Utama Bank Banten Agus Syabarrudin mengatakan, ekosistem layanan bank digital yang mereka tawarkan memang punya target membantu para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
"Ekosistem layanan bank digital ini kita kembangkan misalnya UMKM kan untuk modal kerja mereka, bagaimana yang dia butuhkan untuk produksi dengan mudah pakai gadgetnya untuk menerima dana yang akan dipinjam," kata Agus.
Dengan kolaborasi Bank Banten dengan Amazon beberapa waktu lalu, Agus optimis bahwa penyaluran pendanaan ke UMKM bisa terkontrol sehingga mengurangi dampak kecurangan atau fraud yang selama ini jadi masalah.
"Kita pakai big data, UMKM itu bagaimana siklus bisnisnya kita tahu, sangat efisien dan Bank Banten ada di tengahnya, jadi pendapatan berbasis komisi juga meningkat," tutup Agus.
(ind)