Kapitalisasinya Tembus Rp35,5 Kuadriliun, IMF Desak Dunia Awasi Aset Kripto
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dana Moneter Internasional ( IMF ) menyatakan bahwa perkembangan pesat mata uang kripto menghadirkan tantangan baru bagi stabilitas keuangan di seluruh dunia. IMF mendesak negara-negara di dunia untuk mengawasi peredaran kripto , sekaligus menerapkan regulasi untuk melindungi penyedia dan pengguna dari perbuatan melawan hukum.
Di samping itu, IMF juga memaparkan perkembangan aset digital membuka peluang inovasi teknologi yang dapat digarap oleh setiap negara melalui digitalisasi pembayaran dan layanan keuangan lainnya.
"Pertumbuhan pesat ekosistem kripto menghadirkan peluang baru. Inovasi teknologi mengantarkan kita menuju era baru yang membuat pembayaran dan layanan keuangan lain menjadi lebih murah, lebih cepat, mudah diakses dan memungkinkan mereka melintasi perbatasan (negara) dengan cepat," tertulis dalam laporan IMF, dilansir Anadolu Agency, Sabtu (2/10/2021).
Meskipun risiko stabilitas keuangan di seluruh dunia belum merata, IMF mengharapkan agar pergerakan kripto perlu dipantau secara ketat. "Mengingat dampaknya secara global serta kerangka sistemnya dan regulasinya yang tidak memadai di sebagian besar yurudiksi (negara)," tulis laporan itu.
Sejumlah tantangan transaksi kripto yang perlu menjadi perhatian, yakni risiko operasional dan keuangan bagi penyedia aset kripto, perlindungan investor, desentralisasi sistem keuangan (DeFi), serta cadangan dan disclosure (pengungkapan) atas sejumlah aset koin stabil.
"Pembuat kebijakan harus menerapkan standar global untuk mengatur aset kripto sekaligus meningkatkan kemampuan dalam memantau ekosistem yang ada, agar mengurangi kesenjangan data penggunanya. Saat peran kripto tumbuh stabil, maka peraturan harus disesuaikan dengan risiko yang ditimbulkan, serta tujuan ekonomi yang diciptakan," lanjut laporan tersebut.
Saat ini total kapitalisasi pasar kripto telah menembus hampir tiga kali lipatnya pada 2021, menuju level tertingginya sepanjang masa sebesar USD2,5 triliun atau setara Rp35.500 triliun pada awal Mei lalu. Namun, masih terjadi penurunan cukup signifikan sebanyak 40% dalam beberapa waktu setelahnya mengingat volatilitasnya yang tinggi.
Hingga Jumat (1/10), market-caps kripto mencapai USD2,06 triliun, menurut data CoinMarketCap.
"Risiko perlindungan konsumen adalah tindakan yang substansial mengingat disclosure dan pengawasan yang terbatas bahkan tidak memadai. Misalnya, lebih dari 16.000 token telah terdaftar di sejumlah bursa dan hanya 9.000 yang masih tersisa saat ini, sementara yang lainnya hilang dalam berbagai bentuk," tutur IMF dalam pernyataan terpisah.
"Praktik anonimitas dari aset kripto dapat menciptakan kesenjangan data bagi regulator dan dapat membuka pintu bagi tindakan melawan hukum yang tidak diinginkan seperti pencucian uang serta pendanaan teroris. Selain itu, ekosistem kripto masih diatur dalam regulasi yang berbeda di berbagai negara, membuat koordinasinya lebih menantang," tambahnya.
IMF meminta badan regulator di seluruh dunia untuk terus memantau perkembangan ekosistem kripto dan membuat kebijakan dengan menerapkan koordinasi melalui Peta Jalan Pembayaran Lintas Batas G20.
Di samping itu, IMF juga memaparkan perkembangan aset digital membuka peluang inovasi teknologi yang dapat digarap oleh setiap negara melalui digitalisasi pembayaran dan layanan keuangan lainnya.
"Pertumbuhan pesat ekosistem kripto menghadirkan peluang baru. Inovasi teknologi mengantarkan kita menuju era baru yang membuat pembayaran dan layanan keuangan lain menjadi lebih murah, lebih cepat, mudah diakses dan memungkinkan mereka melintasi perbatasan (negara) dengan cepat," tertulis dalam laporan IMF, dilansir Anadolu Agency, Sabtu (2/10/2021).
Meskipun risiko stabilitas keuangan di seluruh dunia belum merata, IMF mengharapkan agar pergerakan kripto perlu dipantau secara ketat. "Mengingat dampaknya secara global serta kerangka sistemnya dan regulasinya yang tidak memadai di sebagian besar yurudiksi (negara)," tulis laporan itu.
Sejumlah tantangan transaksi kripto yang perlu menjadi perhatian, yakni risiko operasional dan keuangan bagi penyedia aset kripto, perlindungan investor, desentralisasi sistem keuangan (DeFi), serta cadangan dan disclosure (pengungkapan) atas sejumlah aset koin stabil.
"Pembuat kebijakan harus menerapkan standar global untuk mengatur aset kripto sekaligus meningkatkan kemampuan dalam memantau ekosistem yang ada, agar mengurangi kesenjangan data penggunanya. Saat peran kripto tumbuh stabil, maka peraturan harus disesuaikan dengan risiko yang ditimbulkan, serta tujuan ekonomi yang diciptakan," lanjut laporan tersebut.
Saat ini total kapitalisasi pasar kripto telah menembus hampir tiga kali lipatnya pada 2021, menuju level tertingginya sepanjang masa sebesar USD2,5 triliun atau setara Rp35.500 triliun pada awal Mei lalu. Namun, masih terjadi penurunan cukup signifikan sebanyak 40% dalam beberapa waktu setelahnya mengingat volatilitasnya yang tinggi.
Hingga Jumat (1/10), market-caps kripto mencapai USD2,06 triliun, menurut data CoinMarketCap.
"Risiko perlindungan konsumen adalah tindakan yang substansial mengingat disclosure dan pengawasan yang terbatas bahkan tidak memadai. Misalnya, lebih dari 16.000 token telah terdaftar di sejumlah bursa dan hanya 9.000 yang masih tersisa saat ini, sementara yang lainnya hilang dalam berbagai bentuk," tutur IMF dalam pernyataan terpisah.
"Praktik anonimitas dari aset kripto dapat menciptakan kesenjangan data bagi regulator dan dapat membuka pintu bagi tindakan melawan hukum yang tidak diinginkan seperti pencucian uang serta pendanaan teroris. Selain itu, ekosistem kripto masih diatur dalam regulasi yang berbeda di berbagai negara, membuat koordinasinya lebih menantang," tambahnya.
IMF meminta badan regulator di seluruh dunia untuk terus memantau perkembangan ekosistem kripto dan membuat kebijakan dengan menerapkan koordinasi melalui Peta Jalan Pembayaran Lintas Batas G20.
(uka)