Melalui UU HPP, Perpajakan Nasional Makin Siap Hadapi Tantangan Ekonomi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sidang Paripurna DPR pada tanggal 7 Oktober 2021 telah mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Hal ini merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang telah digulirkan sejak tahun 1980-an.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu Febrio Kacaribu mengatakan, UU HPP mendekatkan kinerja perpajakan ke level potensialnya dengan perbaikan administrasi maupun kebijakan sehingga perpajakan nasional semakin siap menghadapi berbagai tantangan ekonomi ke depan.
"Ini tongkat estafet yang penting dari berbagai reformasi yang telah dilakukan sebelumnya," ujar Febrio Kacaribu di Jakarta, Senin (11/10/2021).
Dia menambahkan, dari sisi administrasi, UU HPP juga menutup berbagai celah aturan (loop holes) yang masih ada dan mengadaptasi perkembangan baru aktivitas bisnis terkini. Hal ini terkait dengan maraknya bisnis yang berbasis digital mengikuti pesatnya kemajuan teknologi informasi.
Sedangkan dari sisi kebijakan perpajakan, UU HPP menurutnya akan memperkuat aspek keadilan dalam hal beban pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak, serta keberpihakan untuk mendukung penguatan sektor UMKM yang merupakan pelaku utama ekonomi nasional.
Febrio mengatakan, UU HPP mencerminkan besarnya komitmen Pemerintah untuk melakukan reformasi kebijakan fiskal secara menyeluruh. Perbaikan terus-menerus di sisi belanja melalui berbagai upaya penguatan efisiensi dan efektivitas anggaran harus dibarengi dengan penguatan di sisi pendapatan.
"Keberhasilan reformasi kebijakan fiskal sangat krusial karena mampu memfasilitasi reformasi struktural lainnya, seperti reformasi di bidang kesehatan dan pendidikan untuk penguatan modal manusia serta keberlanjutan penguatan infrastruktur. Reformasi struktural akan membentuk fondasi bagi ekonomi yang semakin tumbuh tinggi secara berkelanjutan ke depan untuk mencapai Indonesia Maju 2045, melalui penciptaan iklim investasi dan bisnis yang kompetitif," papar Febrio.
UU HPP juga akan menguatkan efektifitas fungsi APBN, yang meliputi fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Ketiga fungsi APBN tersebut akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila ditopang oleh pendapatan negara yang kuat, pengelolaan belanja negara yang berkualitas, dan pengelolaan pembiayaan yang inovatif dan berkelanjutan.
Fungsi alokasi terkait dengan penyedian berbagai pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dan ketertiban serta sarana dan prasarana kegiatan ekonomi lainnya. Sedangkan fungsi distribusi erat kaitannya dengan upaya pemerataan hasil-hasil pembangunan, baik antar-penduduk maupun wilayah.
Berbagai bentuk program bantuan sosial kepada keluarga miskin dan hampir miskin serta program pembangunan kawasan tertinggal dan terluar merupakan contoh paling nyata pelaksanaan fungsi distribusi APBN.
Lihat Juga: Masuk Bursa Kepala BPN, Edi Slamet Irianto: Pendapatan Negara Naik tapi Tak Memeras Rakyat Kecil
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu Febrio Kacaribu mengatakan, UU HPP mendekatkan kinerja perpajakan ke level potensialnya dengan perbaikan administrasi maupun kebijakan sehingga perpajakan nasional semakin siap menghadapi berbagai tantangan ekonomi ke depan.
"Ini tongkat estafet yang penting dari berbagai reformasi yang telah dilakukan sebelumnya," ujar Febrio Kacaribu di Jakarta, Senin (11/10/2021).
Dia menambahkan, dari sisi administrasi, UU HPP juga menutup berbagai celah aturan (loop holes) yang masih ada dan mengadaptasi perkembangan baru aktivitas bisnis terkini. Hal ini terkait dengan maraknya bisnis yang berbasis digital mengikuti pesatnya kemajuan teknologi informasi.
Sedangkan dari sisi kebijakan perpajakan, UU HPP menurutnya akan memperkuat aspek keadilan dalam hal beban pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak, serta keberpihakan untuk mendukung penguatan sektor UMKM yang merupakan pelaku utama ekonomi nasional.
Febrio mengatakan, UU HPP mencerminkan besarnya komitmen Pemerintah untuk melakukan reformasi kebijakan fiskal secara menyeluruh. Perbaikan terus-menerus di sisi belanja melalui berbagai upaya penguatan efisiensi dan efektivitas anggaran harus dibarengi dengan penguatan di sisi pendapatan.
"Keberhasilan reformasi kebijakan fiskal sangat krusial karena mampu memfasilitasi reformasi struktural lainnya, seperti reformasi di bidang kesehatan dan pendidikan untuk penguatan modal manusia serta keberlanjutan penguatan infrastruktur. Reformasi struktural akan membentuk fondasi bagi ekonomi yang semakin tumbuh tinggi secara berkelanjutan ke depan untuk mencapai Indonesia Maju 2045, melalui penciptaan iklim investasi dan bisnis yang kompetitif," papar Febrio.
UU HPP juga akan menguatkan efektifitas fungsi APBN, yang meliputi fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Ketiga fungsi APBN tersebut akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila ditopang oleh pendapatan negara yang kuat, pengelolaan belanja negara yang berkualitas, dan pengelolaan pembiayaan yang inovatif dan berkelanjutan.
Fungsi alokasi terkait dengan penyedian berbagai pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dan ketertiban serta sarana dan prasarana kegiatan ekonomi lainnya. Sedangkan fungsi distribusi erat kaitannya dengan upaya pemerataan hasil-hasil pembangunan, baik antar-penduduk maupun wilayah.
Berbagai bentuk program bantuan sosial kepada keluarga miskin dan hampir miskin serta program pembangunan kawasan tertinggal dan terluar merupakan contoh paling nyata pelaksanaan fungsi distribusi APBN.
Lihat Juga: Masuk Bursa Kepala BPN, Edi Slamet Irianto: Pendapatan Negara Naik tapi Tak Memeras Rakyat Kecil
(fai)