Soal Pembengkakan Biaya Kereta Cepat, Tim Erick Thohir: Belum Ada Angka Pasti
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian BUMN menegaskan belum ada angka pasti perihal pembengkakan biaya atau cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) . Saat ini, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tengah melakukan audit atas perkara cost overrun tersebut.
Padahal, manajemen PT Kereta Api (Persero) sebagai konsorsium BUMN atau anggota PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), dalam struktur Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC), memperkirakan pembengkakan anggaran mencapai USD3,8 miliar- USD4,9 miliar atau setara Rp54 triliun-Rp69 triliun.
"Ini perlu saya sampaikan bahwa memang kita masih menghitung. Tunggu dulu nih, setelah diaudit oleh BPKP baru kita bisa tahu angka yang sebenarnya," ujar Arya kepada wartawan, Kamis (14/10/2021).
Perkiraan tersebut diutarakan Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko KAI Salusra Wijaya. Menurutnya, dari hitungan awal PSBI, anggaran awal KCJB mencapai USD6,07 miliar. Jumlah tersebut terdiri atas pembiayaan engineering procurement construction (EPC) sebesar USD4,8 miliar dan USD1,3 miliar untuk non-EPC.
Meski begitu, sejak November 2020 lalu manajemen melakukan kajian dengan bantuan konsultan keuangan, perhitungannya justru melebar hingga di angka USD8,6 miliar.
Manajemen KAI mencatat, perubahan angka terjadi setelah adanya perubahan biaya, harga, hingga penundaan proyek karena perkara pembebasan lahan. Karena itu, perkiraan konsorsium Indonesia atau PSBI bahwa anggaran KCJB berada di dalam skenario low and high.
Perkiraan low mencapai USD9,9 miliar dan high USD11 miliar. Artinya, cost overrun yang terjadi dengan skenario tersebut adalah sekitar USD3,8-4,9 miliar.
Arya juga memastikan, audit BPKP akan diselesaikan pada Desember 2021. Hasil penelusuran lembaga auditor internal negara pun menjadi penentu berapa besar dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan mega-proyek di sektor transportasi tersebut.
Sebab, pemerintah telah menyetujui penyelesaian proyek KCJB akan menggunakan duit APBN. Putusan itu ditetapkan melalui Perpres No. 93 Tahun 2021 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.
Beleid tersebut merevisi sejumlah ketentuan, termasuk pembiayaan pembangunan KCJB yang sebelumnya tidak diperbolehkan menggunakan APBN.
Padahal, manajemen PT Kereta Api (Persero) sebagai konsorsium BUMN atau anggota PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), dalam struktur Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC), memperkirakan pembengkakan anggaran mencapai USD3,8 miliar- USD4,9 miliar atau setara Rp54 triliun-Rp69 triliun.
"Ini perlu saya sampaikan bahwa memang kita masih menghitung. Tunggu dulu nih, setelah diaudit oleh BPKP baru kita bisa tahu angka yang sebenarnya," ujar Arya kepada wartawan, Kamis (14/10/2021).
Perkiraan tersebut diutarakan Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko KAI Salusra Wijaya. Menurutnya, dari hitungan awal PSBI, anggaran awal KCJB mencapai USD6,07 miliar. Jumlah tersebut terdiri atas pembiayaan engineering procurement construction (EPC) sebesar USD4,8 miliar dan USD1,3 miliar untuk non-EPC.
Meski begitu, sejak November 2020 lalu manajemen melakukan kajian dengan bantuan konsultan keuangan, perhitungannya justru melebar hingga di angka USD8,6 miliar.
Manajemen KAI mencatat, perubahan angka terjadi setelah adanya perubahan biaya, harga, hingga penundaan proyek karena perkara pembebasan lahan. Karena itu, perkiraan konsorsium Indonesia atau PSBI bahwa anggaran KCJB berada di dalam skenario low and high.
Perkiraan low mencapai USD9,9 miliar dan high USD11 miliar. Artinya, cost overrun yang terjadi dengan skenario tersebut adalah sekitar USD3,8-4,9 miliar.
Arya juga memastikan, audit BPKP akan diselesaikan pada Desember 2021. Hasil penelusuran lembaga auditor internal negara pun menjadi penentu berapa besar dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan mega-proyek di sektor transportasi tersebut.
Sebab, pemerintah telah menyetujui penyelesaian proyek KCJB akan menggunakan duit APBN. Putusan itu ditetapkan melalui Perpres No. 93 Tahun 2021 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.
Beleid tersebut merevisi sejumlah ketentuan, termasuk pembiayaan pembangunan KCJB yang sebelumnya tidak diperbolehkan menggunakan APBN.
(uka)