Terungkap Hambatan di Sektor Pelabuhan Sebelum Merger Pelindo
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kehadiran merger Pelindo I-IV menjadi PT Pelabuhan Indonesia (Persero) harus bisa menyelesaikan hambatan-hambatan yang sebelumnya menyelimuti pelayanan di sektor pelabuhan . Terkait kendala apa saja yang dihadapi pengusaha, di antaranya belum ada standar biaya pelabuhan dan belum terkoneksi.
"Sebelum merger Pelindo I-IV, ada beberapa hambatan seperti belum ada standar biaya pelabuhan, belum terkoneksinya pelabuhan-pelabuhan. Sehingga dengan hadirnya merger Pelindo ini, hambatan-hambatan tersebut diharapkan bisa sesegera mungkin diselesaikan," kata Kepala Badan Logistik dan Rantai Pasok Kadin Indonesia, Akbar Djohan dalam diskusi di Market Review, Jumat (15/10/2021).
Ia mencontohkan Merger Pelindo harus bisa melakukan terobosan, seperti pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Timur yang dikenal dengan biaya logistik sangat tinggi. Meski pemerintah sudah menginisiasi dengan subsidi termasuk subsidi kepada pelayaran nasional yang kurang lebih biayanya Rp600 miliar.
Kata Akbar, itupun hasilnya masih belum maksimal dirasakan. Hal itu karena terdapat gap atau kesenjangan biaya logistik di Indonesia Timur.
Sehingga lanjut dia, dengan merger Pelindo I-IV, seharusnya akan memberikan suatu stimulus kepada pelaku ekonomi. Misalnya, memberikan subsidi kepada pelabuhan di Indonesia Timur dengan harga yang khusus, seperti biaya demurragenya, storagenya bisa diminimalisir.
"Kalau dulu masing-masing punya target-target RKAP, bilamana ini menjadi satu. Maka biaya yang disatukan dapat menekan biaya-biaya logistik sehingga kesenjangan di pelabuhan Indonesia Timur untuk komoditi-komoditi strategis bisa sejalan dengan pelayaran nasional kita," urainya.
Adapun ia menambahkan, dampaknya apabila biaya logistik tinggi, maka akan dibebankan kepada Harga Pokok Penjualan (HPP) produksi maupun komoditi di pasaran. "Jadi diujungnya itu berpotensi menaikkan inflasi. Maka PR-nya adalah bagaimana mewujudkan keseimbangan biaya-biaya logistik itu bisa bertahap menurun sampai 17 persen," terang Djohan.
Lebih lanjut Akbar mengatakan, sebelum dilakukannya merger, koordinasi antar perusahaan tidak tertata rapi sehingga hal itu memicu pengambilan keputusan dalam memberikan kepastian layanan cenderung lama. Menurutnya, dengan adanya penggabungan, akan diarahkan pada satu komando sehingga proses pengerjaan di lapangan dapat lebih terstruktur.
"Ada satu hal yang paling langka di negeri ini adalah koordinasi. Koordinasi yang akan lahir dengan satu komando, harapan para pengguna jasa pelabuhan, birokrasinya semakin minim. Selain itu kecepatan dalam menentukan keputusan untuk memberikan kepastian layanan bisa segera terwujud yang akan diberikan oleh hasil merger ini," paparnya.
"Sehingga bukan saja menjadi agregator perekonomian Indonesia, tetapi juga bisa memberikan stimulasi kepada para pelaku usaha yang membutuhkan jasa kepelabuhan ini," tukasnya.
"Sebelum merger Pelindo I-IV, ada beberapa hambatan seperti belum ada standar biaya pelabuhan, belum terkoneksinya pelabuhan-pelabuhan. Sehingga dengan hadirnya merger Pelindo ini, hambatan-hambatan tersebut diharapkan bisa sesegera mungkin diselesaikan," kata Kepala Badan Logistik dan Rantai Pasok Kadin Indonesia, Akbar Djohan dalam diskusi di Market Review, Jumat (15/10/2021).
Ia mencontohkan Merger Pelindo harus bisa melakukan terobosan, seperti pelabuhan-pelabuhan di Indonesia Timur yang dikenal dengan biaya logistik sangat tinggi. Meski pemerintah sudah menginisiasi dengan subsidi termasuk subsidi kepada pelayaran nasional yang kurang lebih biayanya Rp600 miliar.
Kata Akbar, itupun hasilnya masih belum maksimal dirasakan. Hal itu karena terdapat gap atau kesenjangan biaya logistik di Indonesia Timur.
Sehingga lanjut dia, dengan merger Pelindo I-IV, seharusnya akan memberikan suatu stimulus kepada pelaku ekonomi. Misalnya, memberikan subsidi kepada pelabuhan di Indonesia Timur dengan harga yang khusus, seperti biaya demurragenya, storagenya bisa diminimalisir.
"Kalau dulu masing-masing punya target-target RKAP, bilamana ini menjadi satu. Maka biaya yang disatukan dapat menekan biaya-biaya logistik sehingga kesenjangan di pelabuhan Indonesia Timur untuk komoditi-komoditi strategis bisa sejalan dengan pelayaran nasional kita," urainya.
Adapun ia menambahkan, dampaknya apabila biaya logistik tinggi, maka akan dibebankan kepada Harga Pokok Penjualan (HPP) produksi maupun komoditi di pasaran. "Jadi diujungnya itu berpotensi menaikkan inflasi. Maka PR-nya adalah bagaimana mewujudkan keseimbangan biaya-biaya logistik itu bisa bertahap menurun sampai 17 persen," terang Djohan.
Lebih lanjut Akbar mengatakan, sebelum dilakukannya merger, koordinasi antar perusahaan tidak tertata rapi sehingga hal itu memicu pengambilan keputusan dalam memberikan kepastian layanan cenderung lama. Menurutnya, dengan adanya penggabungan, akan diarahkan pada satu komando sehingga proses pengerjaan di lapangan dapat lebih terstruktur.
"Ada satu hal yang paling langka di negeri ini adalah koordinasi. Koordinasi yang akan lahir dengan satu komando, harapan para pengguna jasa pelabuhan, birokrasinya semakin minim. Selain itu kecepatan dalam menentukan keputusan untuk memberikan kepastian layanan bisa segera terwujud yang akan diberikan oleh hasil merger ini," paparnya.
"Sehingga bukan saja menjadi agregator perekonomian Indonesia, tetapi juga bisa memberikan stimulasi kepada para pelaku usaha yang membutuhkan jasa kepelabuhan ini," tukasnya.
(akr)