Utang Diam-diam dari China Senilai Rp266 Triliun Berpotensi Gagal Bayar

Sabtu, 16 Oktober 2021 - 10:30 WIB
loading...
Utang Diam-diam dari...
Pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung disebut-sebut berasal dari utang sembunyi-sembunyi. Foto/Ilustrasi
A A A
SEMARANG - Laporan lembaga riset Amerika Serikat (AS) AidData ihwal " utang tersembunyi" atau diam-diam Indonesia dari China senilai USD17,28 miliar atau setara Rp266 triliun menjadi sorotan sejumlah pihak. Konon, utang tersebut tidak dikategorikan sebagai pinjaman pemerintah.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang sebesar Rp266 itu triliun berasal dari skema business to business (B to B) BUMN, special purpose vehicle (SPV), perusahaan patungan, hingga swasta. Artinya, pinjaman tersebut menjadi tanggung jawab pihak terkait dan bukan pemerintah.



Meski begitu, Kemenkeu tidak menapikan jika pinjaman itu wanprestasi maka akan beresiko kepada keuangan pemerintah. Dari laporan AidData, terjadi kenaikan utang berbentuk hidden debt di negara yang menjalin kerja sama proyek infrastruktur dengan China.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai hidden debt merupakan utang yang tidak transparan atau tak dilaporkan sebagai utang pemerintah, karena melalui skema yang rumit, seperti pembentukan joint venture hingga SPV atau perusahaan cangkang yang melibatkan entitas perusahaan negara. Bahkan, pengawasan hidden debt BUMN tergolong rumit.

"Jadi seolah itu B to B BUMN buat konsorsium misalnya. Padahal yang menjamin proyek dan pendanaan adalah pemerintah. Kalau hidden debt lebih susah lagi mengawasi BUMN, apalagi proyek yang didanai China rentan terjadi praktik korupsi," ujar Bhima saat dimintai pendapatnya, Sabtu (16/10/2021).

Di lain sisi, Bank Indonesia (BI) mencatat adanya kenaikan utang luar negeri (ULN) BUMN di sektor non-keuangan, terutama di bidang konstruksi. Per Agustus 2021, utang luar negeri BUMN non-keuangan meningkat 3,42% atau mencapai USD48,17 miliar.
Sementara utang luar negeri swasta justru menurun. Posisi ULN swasta pada Agustus 2021 tercatat sebesar USD206,8 miliar, menurun dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya sebesar USD207,4 miliar.

"Ini sudah janggal, kok swasta-nya rem utang, justru BUMN yang gencar berutang. Padahal situasi dunia bisnis pada Agustus kan masih mengalami lonjakan Covid-19," kata dia.

Dengan adanya kenaikan utang BUMN di sektor non-keuangan akan menyebabkan terjadinya gagal bayar? Dan bernasib seperti perusahaan properti asal China, Evergrande?

Menurut Bhima, risiko gagal bayar mungkin tidak separah Evergrande di China, namun perlu diwaspadai adalah bailout negara melalui penyertaan modal negara (PMN).

Baca juga: Tom Morello Rilis Album The Atlas Underground Fire, Hadirkan Musik Rock & Roll Lintas Genre

Artinya, ketika proyek mengalami gagal bayar (default) atau pembengkakan biaya yang luar biasa, maka pemerintah ikut bertanggung jawab. Alasannya, karena proyeknya dijamin negara. Dia mencontohkan seperti proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang mengalami pembengkakan hingga di angka USD8,6 miliar.

"Apa pun yang terjadi negara perlu turun tangan. Ujungnya APBN yang harus melakukan talangan kepada BUMN yang bermasalah. Padahal awalnya B2B dan seolah negara tidak ikut campur," tandasnya.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1478 seconds (0.1#10.140)