Pelaku Start Up Harus Kuat dengan Inovasi dan Temuan Baru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dalam kurun lima tahun terakhir, transformasi digital bertumbuh sangat pesat. Teknologi digital ditopang Revolusi Industri 4.0 telah berakselerasi dengan pertumbuhan yang belum pernah terjadi. Teknologi digital membawa gelombang perubahan besar secara global, termasuk di Indonesia. Hal ini mendorong menjamurnya usaha rintisan (start up) di dalam negeri.
Indonesia telah melahirkan lima unicorn atau startup dengan nilai valuasi melebihi USD1 miliar, yakni Gojek, Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, dan Ovo. Namun, pertumbuhan start up di dalam negeri cenderung menurun. Dari data start up ranking, Indonesia memiliki 2.079 perusahaan rintisan pada Maret 2018, namun hingga April 2020, jumlahnya turun menjadi 1.719 start up.
"Entrepreneur perlu diperlengkapi dengan konten teknologi dan teknik yang kuat sehingga muncul bisnis berbasis evidence atau temuan-temuan baru. Bukan sekadar mereplikasi apa yang sudah ada, tapi memberikan sesuatu yang baru bagi industri," ujar Prof. Agus W. Soehadi, Ph.D., Wakil Rektor I Bidang Pembelajaran Universitas Prasetiya Mulya dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (3/6/2020).
Dia menilai, kolaborasi antara para entrepreneur dengan berbagai pihak menjadi hal yang penting. Salah satunya adalah kolaborasi secara keilmuan. Dalam konteks menjamurnya start up di Indonesia, lanjut Agus, Universitas Prasetiya Mulya telah mempersiapkan sumber daya manusia yang dapat berperan dalam rintisan maupun keberlangsungan start up tersebut.
"Proses pembelajaran dirancang untuk kompetisi global ke depan, khususnya peran sebagai entrepreneur," paparnya. Mahasiswa akan terjun langsung dalam perencanaan bisnis, simulasi bisnis, dan proyek kewirausahaan lainnya yang bertujuan untuk menghasilkan kreativitas dan inovasi.
Sejalan dengan konsep berbasis kreativitas dan inovasi, kolaborasi keilmuan harus dilakukan dalam setiap proses bisnis. Menurut Agus, dengan strategi bisnis dan produk inovatif menjadi jaminan kesuksesan sebuah usaha rintisan.
Indonesia telah melahirkan lima unicorn atau startup dengan nilai valuasi melebihi USD1 miliar, yakni Gojek, Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, dan Ovo. Namun, pertumbuhan start up di dalam negeri cenderung menurun. Dari data start up ranking, Indonesia memiliki 2.079 perusahaan rintisan pada Maret 2018, namun hingga April 2020, jumlahnya turun menjadi 1.719 start up.
"Entrepreneur perlu diperlengkapi dengan konten teknologi dan teknik yang kuat sehingga muncul bisnis berbasis evidence atau temuan-temuan baru. Bukan sekadar mereplikasi apa yang sudah ada, tapi memberikan sesuatu yang baru bagi industri," ujar Prof. Agus W. Soehadi, Ph.D., Wakil Rektor I Bidang Pembelajaran Universitas Prasetiya Mulya dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (3/6/2020).
Dia menilai, kolaborasi antara para entrepreneur dengan berbagai pihak menjadi hal yang penting. Salah satunya adalah kolaborasi secara keilmuan. Dalam konteks menjamurnya start up di Indonesia, lanjut Agus, Universitas Prasetiya Mulya telah mempersiapkan sumber daya manusia yang dapat berperan dalam rintisan maupun keberlangsungan start up tersebut.
"Proses pembelajaran dirancang untuk kompetisi global ke depan, khususnya peran sebagai entrepreneur," paparnya. Mahasiswa akan terjun langsung dalam perencanaan bisnis, simulasi bisnis, dan proyek kewirausahaan lainnya yang bertujuan untuk menghasilkan kreativitas dan inovasi.
Sejalan dengan konsep berbasis kreativitas dan inovasi, kolaborasi keilmuan harus dilakukan dalam setiap proses bisnis. Menurut Agus, dengan strategi bisnis dan produk inovatif menjadi jaminan kesuksesan sebuah usaha rintisan.
(bon)