Menakar Potensi Petani Swadaya dalam Peta Perkebunan Sawit RI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia merupakan produsen crude palm oil (CPO) terbesar di dunia. Sebanyak 41% lahan perkebunan sawit di Tanah Air dikelola oleh petani swadaya yang tersebar di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Papua Barat.
Jumlah ini menjadikan petani swadaya memiliki posisi strategis dalam menjamin pasokan minyak sawit Indonesia secara berkelanjutan. Namun, terdapat pekerjaan rumah yang perlu segera dibenahi untuk memaksimalkan peran petani swadaya.
Direktur Penghimpunan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Ir. Sunari dalam webinar bertajuk Sustainable Oil Palm Plantation for Independent Smallholders menyebutkan sederet persoalan.
Mulai dari produktivitas yang rendah, keterampilan bertani yang perlu ditingkatkan, kualitas benih kurang baik, juga sarana dan prasarana yang masih minim.
“Untuk itu, kami mendorong peremajaan sawit untuk kebun dengan usia pohon yang sudah tidak produktif dan memberikan bibit sawit berkualitas untuk meningkatkan mutu dan produktivitas,” papar Sunari.
Ditambah, pelatihan budidaya serta menyediakan sistem logistik untuk memudahkan pengangkutan hasil panen sampai ke luar perkebunan.
Di tataran kebijakan, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Ir. Dedi Junaedi di acara yang sama menyebutkan beberapa kebijakan yang mendorong kelapa sawit berkelanjutan. Terdapat Inpres No 8/2018 mengenai peningkatan produktivitas, juga Inpres No 6/2019 mengenai peningkatan kapabilitas pekebun, peningkatan tata kelola, dan percepatan sertifikasi.
“Untuk merealisasikan aturan tersebut sampai ke tingkat tapak, kami membentuk forum multi-pihak yang menyusun Rencana Aksi Daerah (RAD) kelapa sawit berkelanjutan di tingkat provinsi dan kabupaten. Selain itu, Bappenas juga mengeluarkan standar perkebunan sawit berkelanjutan,” papar Dedi.
Petani swadaya yang mengelola 6,7 juta hektare sawit di Indonesia ini juga didorong melakukan budidaya perkebunan secara berkelanjutan. Bergabung dalam lembaga sertifikasi menjadi jalan petani swadaya belajar dan mempraktikkan prinsip berkelanjutan.
Jumlah ini menjadikan petani swadaya memiliki posisi strategis dalam menjamin pasokan minyak sawit Indonesia secara berkelanjutan. Namun, terdapat pekerjaan rumah yang perlu segera dibenahi untuk memaksimalkan peran petani swadaya.
Direktur Penghimpunan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Ir. Sunari dalam webinar bertajuk Sustainable Oil Palm Plantation for Independent Smallholders menyebutkan sederet persoalan.
Mulai dari produktivitas yang rendah, keterampilan bertani yang perlu ditingkatkan, kualitas benih kurang baik, juga sarana dan prasarana yang masih minim.
“Untuk itu, kami mendorong peremajaan sawit untuk kebun dengan usia pohon yang sudah tidak produktif dan memberikan bibit sawit berkualitas untuk meningkatkan mutu dan produktivitas,” papar Sunari.
Ditambah, pelatihan budidaya serta menyediakan sistem logistik untuk memudahkan pengangkutan hasil panen sampai ke luar perkebunan.
Di tataran kebijakan, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Ir. Dedi Junaedi di acara yang sama menyebutkan beberapa kebijakan yang mendorong kelapa sawit berkelanjutan. Terdapat Inpres No 8/2018 mengenai peningkatan produktivitas, juga Inpres No 6/2019 mengenai peningkatan kapabilitas pekebun, peningkatan tata kelola, dan percepatan sertifikasi.
“Untuk merealisasikan aturan tersebut sampai ke tingkat tapak, kami membentuk forum multi-pihak yang menyusun Rencana Aksi Daerah (RAD) kelapa sawit berkelanjutan di tingkat provinsi dan kabupaten. Selain itu, Bappenas juga mengeluarkan standar perkebunan sawit berkelanjutan,” papar Dedi.
Petani swadaya yang mengelola 6,7 juta hektare sawit di Indonesia ini juga didorong melakukan budidaya perkebunan secara berkelanjutan. Bergabung dalam lembaga sertifikasi menjadi jalan petani swadaya belajar dan mempraktikkan prinsip berkelanjutan.