Pasang PLTS Atap, Tagihan Listrik Disebut Hemat hingga 50%
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hampir dua tahun lalu Heri Trianto memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di rumahnya. Selama itu pula Heri mengaku dirinya mampu menghemat tagihan listrik sebesar 50% setiap bulannya.
"Saya pikir bisa 50-60% dari total tagihan listrik setiap bulannya," kata Heri dalam wawancara dengan stasiun televisi swasta seperti dilansir Youtube setahun lalu, dikutip pada Rabu (27/10/2021).
Rumah Heri diketahui terletak di kawasan perumahan elit di kawasan Jakarta. Sejak Kementerian ESDM mengeluarkan peraturan no 49 tahun 2018 tentang Tenaga Surya, Heri kemudian memasang sejumlah panel surya di atap rumahnya. "Biayanya kalo nggak salah sekitar Rp50 juta. Tapi bisa murah tergantung merek dan kekuatan menyerap energi mataharinya," sebutnya.
Meski terbilang mahal, Heri mengaku harga itu sebanding dengan uang yang dikeluarkan olehnya untuk memenuhi pasokan listrik rumahnya yang mencapai 4.400 volt ampere. Pasokan listrik sebesar 13-15 kwh berhasil didapat selama seharian.
Menggunakan sistem on creed, Heri menjelaskan bila aliran listrik yang digunakan olehnya tak bergantung pada PLTS maupun PLN. Artinya, dia pun bisa menggunakan sistem tenaga surya sepanjang dirinya mau. "Cukup dengan mengubah sumbernya aja. Bisa dari PLTS saat penuh atau mati listrik," jelas dia.
Saat diwawancarai wartawan kala itu, Heri mengakui baru sepuluh hari memasang panel surya di rumahnya. Selama itu pula dirinya mendapati adanya perbedaan grafik sebelum memakai PLTS dengan sesudah terpasang. Penghematan konsumsi listrik pun mulai terlihat.
"Satu kwh misalnya menghasilkan 175 watt, berarti bisa dibilang hematnya bisa 50-60%," ungkapnya.
Tidak Murah
Sementara itu melalui kanal Youtube PLTS terungkap biaya pemasangan PLTS di rumah tangga tidaklah murah. Kisaran belasan hingga puluhan juta harus dikeluarkan untuk menggunakan energi ramah lingkungan ini. "Saya habis sekitar Rp22,8 juta," kata si akun dalam kanal Youtube-nya.
Karena itu, si akun mengungkapkan bohong bila biaya PLTS terbilang murah. Dalam kanalnya itu, dia kemudian merinci satu persatu harga mulai dari pemasangan solar panel, kabel, batre penyimpan daya, MCB, hingga aki.
Dari nilai puluhan juta itu, si akun mengungkapkan biaya itu tinggi bisa menghasilkan 2.400 watt. Hanya saja dengan penghasilan listrik tersebut, si akun menuturkan bila hal itu tak cukup membantu kebutuhan dasar listrik rumah tangga setiap harinya.
Meski demikian dari fungsinya, si akun menuturkan bisa mampu membantu ketika wilayah itu alami tegangan turun atau mati listrik.
"Jadi bisa dibilang saat mati saat malam, rumah kita masih terang benderang," ucapnya.
Dorong PLTS untuk Percepat Bauran EBT
Terpisah, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam siaran pers pada April lalu mengungkapkan, PLTS Atap didorong untuk mengakselerasi target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) 23% pada 2025.
"Per Januari 2021 sudah ada 3.152 pelanggan dengan total kapasitas terpasang mencapai 22,632 Mega Watt peak (MWp)," kata Dadan dalam keterangannya, Kamis (15/4/2021).
Menurut Dadan, pemasangan PLTS Atap ini secara teknis dapat mengurangi biaya tagihan listrik bulanan sekitar 30% dari pemakaian listrik PLN. "Ini tergantung kapasitas daya PLTS Atap yang dipasang dan konsumsi listrik tiap bulannya. Bahkan bila ada kelebihan tenaga listrik, 65% nilai kWh ekspor menjadi pengurang tagihan listrik bulan berikutnya," jelas dia.
Perhitungan nilai ekspor maksimal 65%, sambung Dadan, mempertimbangkan biaya distribusi dan biaya pembangkitan PLN sekitar 2/3 dari harga tarif listrik. Selain itu, nilai 35 persen dianggap sebagai kompensasi biaya penyimpanan tenaga listrik PLTS Atap di PLN. "Melihat efisiensi dan menjaga keberlangsungan bisnis PLN, kapasitas sistem PLTS Atap dibatasi paling tinggi 100% dari daya tersambung konsumen PLN," tuturnya.
"Saya pikir bisa 50-60% dari total tagihan listrik setiap bulannya," kata Heri dalam wawancara dengan stasiun televisi swasta seperti dilansir Youtube setahun lalu, dikutip pada Rabu (27/10/2021).
Rumah Heri diketahui terletak di kawasan perumahan elit di kawasan Jakarta. Sejak Kementerian ESDM mengeluarkan peraturan no 49 tahun 2018 tentang Tenaga Surya, Heri kemudian memasang sejumlah panel surya di atap rumahnya. "Biayanya kalo nggak salah sekitar Rp50 juta. Tapi bisa murah tergantung merek dan kekuatan menyerap energi mataharinya," sebutnya.
Meski terbilang mahal, Heri mengaku harga itu sebanding dengan uang yang dikeluarkan olehnya untuk memenuhi pasokan listrik rumahnya yang mencapai 4.400 volt ampere. Pasokan listrik sebesar 13-15 kwh berhasil didapat selama seharian.
Menggunakan sistem on creed, Heri menjelaskan bila aliran listrik yang digunakan olehnya tak bergantung pada PLTS maupun PLN. Artinya, dia pun bisa menggunakan sistem tenaga surya sepanjang dirinya mau. "Cukup dengan mengubah sumbernya aja. Bisa dari PLTS saat penuh atau mati listrik," jelas dia.
Saat diwawancarai wartawan kala itu, Heri mengakui baru sepuluh hari memasang panel surya di rumahnya. Selama itu pula dirinya mendapati adanya perbedaan grafik sebelum memakai PLTS dengan sesudah terpasang. Penghematan konsumsi listrik pun mulai terlihat.
"Satu kwh misalnya menghasilkan 175 watt, berarti bisa dibilang hematnya bisa 50-60%," ungkapnya.
Tidak Murah
Sementara itu melalui kanal Youtube PLTS terungkap biaya pemasangan PLTS di rumah tangga tidaklah murah. Kisaran belasan hingga puluhan juta harus dikeluarkan untuk menggunakan energi ramah lingkungan ini. "Saya habis sekitar Rp22,8 juta," kata si akun dalam kanal Youtube-nya.
Karena itu, si akun mengungkapkan bohong bila biaya PLTS terbilang murah. Dalam kanalnya itu, dia kemudian merinci satu persatu harga mulai dari pemasangan solar panel, kabel, batre penyimpan daya, MCB, hingga aki.
Dari nilai puluhan juta itu, si akun mengungkapkan biaya itu tinggi bisa menghasilkan 2.400 watt. Hanya saja dengan penghasilan listrik tersebut, si akun menuturkan bila hal itu tak cukup membantu kebutuhan dasar listrik rumah tangga setiap harinya.
Meski demikian dari fungsinya, si akun menuturkan bisa mampu membantu ketika wilayah itu alami tegangan turun atau mati listrik.
"Jadi bisa dibilang saat mati saat malam, rumah kita masih terang benderang," ucapnya.
Dorong PLTS untuk Percepat Bauran EBT
Terpisah, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam siaran pers pada April lalu mengungkapkan, PLTS Atap didorong untuk mengakselerasi target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) 23% pada 2025.
"Per Januari 2021 sudah ada 3.152 pelanggan dengan total kapasitas terpasang mencapai 22,632 Mega Watt peak (MWp)," kata Dadan dalam keterangannya, Kamis (15/4/2021).
Menurut Dadan, pemasangan PLTS Atap ini secara teknis dapat mengurangi biaya tagihan listrik bulanan sekitar 30% dari pemakaian listrik PLN. "Ini tergantung kapasitas daya PLTS Atap yang dipasang dan konsumsi listrik tiap bulannya. Bahkan bila ada kelebihan tenaga listrik, 65% nilai kWh ekspor menjadi pengurang tagihan listrik bulan berikutnya," jelas dia.
Perhitungan nilai ekspor maksimal 65%, sambung Dadan, mempertimbangkan biaya distribusi dan biaya pembangkitan PLN sekitar 2/3 dari harga tarif listrik. Selain itu, nilai 35 persen dianggap sebagai kompensasi biaya penyimpanan tenaga listrik PLTS Atap di PLN. "Melihat efisiensi dan menjaga keberlangsungan bisnis PLN, kapasitas sistem PLTS Atap dibatasi paling tinggi 100% dari daya tersambung konsumen PLN," tuturnya.
(ind)