Mengintip Investasi China di Sektor Infrastruktur, Salah Satunya Proyek Kereta Cepat

Selasa, 02 November 2021 - 16:30 WIB
loading...
Mengintip Investasi China di Sektor Infrastruktur, Salah Satunya Proyek Kereta Cepat
Penampakan perdana kereta cepat Jakarta-Bandung mulai dipertontonkan. FOTO/Instagram/@keretacepat_id
A A A
JAKARTA - Daya tarik investasi China tidak terlepas dari inisiatif Belt and Road Initiative (BRI) yang dicanangkan Presiden Xi Jinping pada tahun 2013.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, sejak adanya inisiatif BRI, investasi China terjadi peningkatan yang luar biasa termasuk di Indonesia. Di Indonesia masuk sejak Maret 2015 bersamaan dengan paket pinjaman China ke Indonesia sebesar USD50 miliar.

"Melihat konteks BRI, sebetulnya bukan hanya Indonesia. Ada 140 negara penerima proyek infrastruktur BRI. Indonesia mendapatkan 72 proyek BRI bernilai totalnya sekitar USD21 miliar," ujarnya dalam Webinar Dampak Investasi China untuk Indonesia, Selasa (2/11/2021).



Salah satu proyek BRI di Indonesia adalah Proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung yang dikerjakan joint venture China Railways International Co Ltd dan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang terdiri dari 4 BUMN. Namun proyek tersebut terancam mangkrak karena biaya investasi yang membengkak.

Faisal mengatakan, proyek kereta cepat ini sebetulnya ide dari Jepang. Namun China memberikan tawaran yang lebih menarik dalam konteks harga investasinya lebih murah, tidak ada persyaratan jaminan dari pemerintah, dan menjanjikan transfer of technology.

"Ini sesuatu yang sebelumnya Indonesia dengan Jepang agak susah dalam transfer of technology. Kemudian China menawarkan ini dalam proyek kereta cepat yang menjadi keunggulan," ungkapnya.



Sayangnya, biaya proyek membengkak dari Rp86,5 triliun menjadi Rp114,24 triliun. Pemerintah menyuntikan dana segar USD286,7 juta (Rp4 triliun) pada APBN 2022 untuk menanggung pembengkakan biaya pembebasan lahan relokasi fasum dan fasos yang tidak diperhitungkan pada tahap perencanaan. Target penyelesaian mundur dari tahun 2019 menjadi tahun 2022.

"Memang ada beberapa hal yang perlu kita kritisi dalam hal hubungan kerja sama dengan China. Tidak bermaksud antipati, namun sejauh mana manfaatnya, bukan hanya dari besaran uang yang masuk tetapi berapa yang kita terima dalam ekonomi kita, tenaga kerja, mitra lokal, apakah mereka diuntungkan atau justru dirugikan," jelas Faisal.
(nng)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2178 seconds (0.1#10.140)