Bunga Sewa Pesawat Garuda Capai 28%, Erick Thohir: Ada yang Cari Uang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri BUMN, Erick Thohir membeberkan adanya skenario mencari keuntungan pribadi perihal pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk,. Pernyataan itu menyusul bunga sewa pesawat sejumlah armada mencapai 28% atau paling tinggi di dunia.
Erick Thohir menyebut, bunga sewa pesawat Garuda Indonesia mencapai 28% dari rata-rata bunga sewa di pasar global yang hanya menyentuh 6 persen saja.
Meski mengaku adanya motif mencari keuntungan pribadi, Erick enggan merinci lebih jauh oknum-oknum yang terlibat dalam tindak pidana tersebut. Dia mencatat, oknum tersebut telah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka.
"Akhirnya juga kita paling mahal sewa pesawatnya di dunia, 28 persen yang rata-rata dunia, itu 6 persen daripada cost operasional. Ini ada skenario mencari uang di sewa-sewa pesawat dan itu sudah terbukti, KPK sudah memenjarakan," ujar Erick Thohir di Jakarta, Senin (15/11/2021).
Dia juga mencatat ada upaya 'uang balik' akibat mahalnya harga dan bunga sewa pesawat mahal. Meski begitu, asumsi ini belum dibuktikan.
"Yang kemahalan, yang tidak terbukti ada unsur uang balik yaitu bodohnya kita negosiasinya. Karena itu apa, sejak awal bisnis model Garuda dan Citilink harus kembali ke market lokal, seperti argumentasi kita market lokal jangan orang masuk-masuk aja," kata dia.
Garuda Indonesia diakui oleh Kementerian BUMN sedang berada di ambang kebangkrutan . Seperti diketahui maskapai pelat merah itu terlilit utang ratusan triliun di tengah Pandemi Covid-19.
Kebangkrutan Garuda bisa menjadi kenyataan, jika skema restrukturisasi utang yang menjadi opsi Kementerian BUMN tidak disepakati oleh kreditur.
Senada, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, mengakui sejak awal permasalahan bunga biaya sewa pesawat sudah diketahui. Perkara itu pun langsung didiskusikan antara manajemen dan lessor. Meski begitu, lessor berhasil mematok bunga sewa pesawat Garuda Indonesia hingga mencapai 24,7 persen atau empat kali lipat paling tinggi di dunia.
"Dari awal kami bergabung dan melihat, di hari pertama juga kami melihat ini ada problem (sewa pesawat) ini harus dibicarakan. Karena ini very serious karena kita nomor satu paling tinggi," kata Irfan.
Di awal pembicaraan kedua pihak, perusahaan penyewa justru mempertegas patokan bunga sewa yang diberikan kepada maskapai penerbangan pelat merah itu. Dimana, bunga yang diberikan untuk memperoleh keuntungan bisnis.
"Memang pertanyaan atau diskusi atau tanya jawab yang kami lakukan, mereka (lessor) mengatakan kalau orang lain jual harvard Rp 1 miliar dan Anda jual Rp 2 miliar, ya pantas dong saya sewa ke Anda 2 kali lipat," ungkap Irfan mencontohkan.
Namun, sejak 2012-2014 masing-masing pesawat yang sudah disewakan lessor tidak dikenakan bunga. Emiten dengan kode saham GIAA justru membayar sewa bulanan dengan jangka waktu sewa selama 8-12 tahun lamanya.
Irfan sendiri enggan merinci secara pasti waktu pemberlakuan bunga sewa pesawat sebesar 24,7 persen yang ditetapkan lessor. Menurutnya, pada 2020 tunggakan manajemen kepada lessor mencapai USD 854 juta atau setara Rp 12,1 triliun. Nilai itu merupakan harga sewa dan di luar bunga sewa.
"Yang sebenarnya utang beneran belum dibayar itu USD 854 juta. USD 854 juta ini sewa yang kami tidak bayar, tidak dikenakan bunga sama sekali. Yang utang USD 854 juta ini sewa pesawat bulanan yang kita tidak bayar, jadi seperti sudah tertunggak, jadi tidak ada isu soal bunga. Jadi USD 854 juta ini di tahun 2020," ungkapnya.
Meski tak membayar tunggakan, Irfan dan timnya tak kehilangan akal. Pada Januari 2021 lalu, mereka berhasil bernegosiasi dengan sejumlah lessor untuk menurunkan harga sewa pesawat, tetapi lagi dan lagi tidak dibayarkan.
"Kita sempat melakukan negosiasi terhadap sewa pesawat, jadi ada penumpang sekitar 20-30 persen. Di Januari 2021, sudah turun harga sewa pesawatnya, tetap tidak kita bayar sewa pesawat sampai sekarang," kata dia.
Erick Thohir menyebut, bunga sewa pesawat Garuda Indonesia mencapai 28% dari rata-rata bunga sewa di pasar global yang hanya menyentuh 6 persen saja.
Meski mengaku adanya motif mencari keuntungan pribadi, Erick enggan merinci lebih jauh oknum-oknum yang terlibat dalam tindak pidana tersebut. Dia mencatat, oknum tersebut telah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka.
"Akhirnya juga kita paling mahal sewa pesawatnya di dunia, 28 persen yang rata-rata dunia, itu 6 persen daripada cost operasional. Ini ada skenario mencari uang di sewa-sewa pesawat dan itu sudah terbukti, KPK sudah memenjarakan," ujar Erick Thohir di Jakarta, Senin (15/11/2021).
Dia juga mencatat ada upaya 'uang balik' akibat mahalnya harga dan bunga sewa pesawat mahal. Meski begitu, asumsi ini belum dibuktikan.
"Yang kemahalan, yang tidak terbukti ada unsur uang balik yaitu bodohnya kita negosiasinya. Karena itu apa, sejak awal bisnis model Garuda dan Citilink harus kembali ke market lokal, seperti argumentasi kita market lokal jangan orang masuk-masuk aja," kata dia.
Garuda Indonesia diakui oleh Kementerian BUMN sedang berada di ambang kebangkrutan . Seperti diketahui maskapai pelat merah itu terlilit utang ratusan triliun di tengah Pandemi Covid-19.
Kebangkrutan Garuda bisa menjadi kenyataan, jika skema restrukturisasi utang yang menjadi opsi Kementerian BUMN tidak disepakati oleh kreditur.
Senada, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, mengakui sejak awal permasalahan bunga biaya sewa pesawat sudah diketahui. Perkara itu pun langsung didiskusikan antara manajemen dan lessor. Meski begitu, lessor berhasil mematok bunga sewa pesawat Garuda Indonesia hingga mencapai 24,7 persen atau empat kali lipat paling tinggi di dunia.
"Dari awal kami bergabung dan melihat, di hari pertama juga kami melihat ini ada problem (sewa pesawat) ini harus dibicarakan. Karena ini very serious karena kita nomor satu paling tinggi," kata Irfan.
Di awal pembicaraan kedua pihak, perusahaan penyewa justru mempertegas patokan bunga sewa yang diberikan kepada maskapai penerbangan pelat merah itu. Dimana, bunga yang diberikan untuk memperoleh keuntungan bisnis.
"Memang pertanyaan atau diskusi atau tanya jawab yang kami lakukan, mereka (lessor) mengatakan kalau orang lain jual harvard Rp 1 miliar dan Anda jual Rp 2 miliar, ya pantas dong saya sewa ke Anda 2 kali lipat," ungkap Irfan mencontohkan.
Namun, sejak 2012-2014 masing-masing pesawat yang sudah disewakan lessor tidak dikenakan bunga. Emiten dengan kode saham GIAA justru membayar sewa bulanan dengan jangka waktu sewa selama 8-12 tahun lamanya.
Irfan sendiri enggan merinci secara pasti waktu pemberlakuan bunga sewa pesawat sebesar 24,7 persen yang ditetapkan lessor. Menurutnya, pada 2020 tunggakan manajemen kepada lessor mencapai USD 854 juta atau setara Rp 12,1 triliun. Nilai itu merupakan harga sewa dan di luar bunga sewa.
"Yang sebenarnya utang beneran belum dibayar itu USD 854 juta. USD 854 juta ini sewa yang kami tidak bayar, tidak dikenakan bunga sama sekali. Yang utang USD 854 juta ini sewa pesawat bulanan yang kita tidak bayar, jadi seperti sudah tertunggak, jadi tidak ada isu soal bunga. Jadi USD 854 juta ini di tahun 2020," ungkapnya.
Meski tak membayar tunggakan, Irfan dan timnya tak kehilangan akal. Pada Januari 2021 lalu, mereka berhasil bernegosiasi dengan sejumlah lessor untuk menurunkan harga sewa pesawat, tetapi lagi dan lagi tidak dibayarkan.
"Kita sempat melakukan negosiasi terhadap sewa pesawat, jadi ada penumpang sekitar 20-30 persen. Di Januari 2021, sudah turun harga sewa pesawatnya, tetap tidak kita bayar sewa pesawat sampai sekarang," kata dia.
(akr)