Indonesia Dianggap Mampu Kuasai Industri Mobil Listrik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia diyakini memiliki potensi dan kemampuan untuk menguasai industri mobil listrik global di masa mendatang. Pasalnya, Indonesia mempunyai sumber baterai mobil listrik dari turunan nikel.
“Setahu saya sumber biaya yang paling mahal dari mobil listrik soal komponen baterai listrik. Karena satu ini kita punya daya saing,” kata Ekonom INDEF Tauhid Ahmad dalam keterangannya, Kamis (18/11/2021).
Pemerintah sendiri telah membentuk PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation(IBC) yang merupakan gabungan dari PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero)/Inalum alias MIND ID, anak usahanya ANTM, Pertamina dan PLN. Selain itu kata dia, pemerintah sudah memiliki roadmap infrastruktur mobil listrik.
“PLN sudah punya SPLU (stasiun pengisian listrik umum) itu akan dibangun sampai tahun berapa, itu kan berarti infrastruktur dasarnya kita sudah punya,” katanya.
Tauhid menambahkan, melihat tren dan data dari Gaikindo pengguna mobil listrik makin banyak dan dunia pertumbuhannya juga cepat. “Artinya pasarnya besar,” paparnya.
IBC, sebagai holding perusahaan baterai di Indonesia, rencananya juga telah menyiapkan pengembangan bisnis, baik di ekosistem EV Battery maupun Electric Vehicle. Pengembangan ekosistem Electric Vehicle ini menjadi salah satu kunci untuk mendukung program percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) di Tanah Air.
Rencananya, bahkan, IBC dikabarkan akan mengakuisisi StreetScooter, produsen kendaraan listrik milik Deutsche Post DHL Group asal Jerman. Mengutip Nasdaq, StreetScooter menargetkan 37 ribu kendaraan listrik pada 2025. Saat ini telah beredar 15 ribu produk besutan StreetScooter di seluruh dunia.
Tauhid mengatakan, dari segi teknologi, untuk mengembangkan industri mobil listrik, Indonesia tidak dapat bekerja sendiri. “Kita harus bermitra dengan banyak perusahaan luar, kalau hanya mengandalkan SDM sendiri terlalu lama, mungkin bisa tapi lama,” katanya.
Menurutnya, pemerintah ke depan harus lebih banyak memberikan dukungan kepada sektor ini, seperti halnya insentif fiskal. Sebab, kalau tidak, tentunya industri mobil listrik dalam negeri tidak dapat berkembang. “Jadi kita tidak hanya mengandalkan produk-produk luar saja,” kata dia.
“Setahu saya sumber biaya yang paling mahal dari mobil listrik soal komponen baterai listrik. Karena satu ini kita punya daya saing,” kata Ekonom INDEF Tauhid Ahmad dalam keterangannya, Kamis (18/11/2021).
Pemerintah sendiri telah membentuk PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation(IBC) yang merupakan gabungan dari PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero)/Inalum alias MIND ID, anak usahanya ANTM, Pertamina dan PLN. Selain itu kata dia, pemerintah sudah memiliki roadmap infrastruktur mobil listrik.
“PLN sudah punya SPLU (stasiun pengisian listrik umum) itu akan dibangun sampai tahun berapa, itu kan berarti infrastruktur dasarnya kita sudah punya,” katanya.
Tauhid menambahkan, melihat tren dan data dari Gaikindo pengguna mobil listrik makin banyak dan dunia pertumbuhannya juga cepat. “Artinya pasarnya besar,” paparnya.
IBC, sebagai holding perusahaan baterai di Indonesia, rencananya juga telah menyiapkan pengembangan bisnis, baik di ekosistem EV Battery maupun Electric Vehicle. Pengembangan ekosistem Electric Vehicle ini menjadi salah satu kunci untuk mendukung program percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) di Tanah Air.
Rencananya, bahkan, IBC dikabarkan akan mengakuisisi StreetScooter, produsen kendaraan listrik milik Deutsche Post DHL Group asal Jerman. Mengutip Nasdaq, StreetScooter menargetkan 37 ribu kendaraan listrik pada 2025. Saat ini telah beredar 15 ribu produk besutan StreetScooter di seluruh dunia.
Tauhid mengatakan, dari segi teknologi, untuk mengembangkan industri mobil listrik, Indonesia tidak dapat bekerja sendiri. “Kita harus bermitra dengan banyak perusahaan luar, kalau hanya mengandalkan SDM sendiri terlalu lama, mungkin bisa tapi lama,” katanya.
Menurutnya, pemerintah ke depan harus lebih banyak memberikan dukungan kepada sektor ini, seperti halnya insentif fiskal. Sebab, kalau tidak, tentunya industri mobil listrik dalam negeri tidak dapat berkembang. “Jadi kita tidak hanya mengandalkan produk-produk luar saja,” kata dia.