Ekonomi Tak Capai Target: Rasio Utang Bisa Bertambah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto mengatakan pemerintah harus memikirkan strategi penerimaan pajak selain harmonisasi penerimaan pajak atau HPP. Menurutnya salah satu yang harus dilakukan adalah mengenakan pajak untuk ekspor mineral dan batu bara.
"Saat ini ada momen booming komoditas mineral dan batu bara. Ini perlu dikenakan pajak ekspor. Tujuannya untuk membantu kepentingan nasional juga. Selain itu juga harus dilakukan hilirisasi produk mineral dan batu bara," ujar Eko dalam live IDX Channel di Jakarta (22/11/2021).
Selain mencari pemasukan pajak juga dibutuhkan efisiensi belanja negara yang harus dilakukan realokasi dan reposisi. Saat ini daya serapnya masih rendah sehingga harus dicari strategi ulang.
"Harus dilihat lagi bagaimana dampaknya pada perekonomian nasional, dan lakukan realokasi belanja. Apakah itu sudah menimbulkan dampak ekonomi signifikan atau belum," katanya.
Indonesia, lanjut Eko, masih di masa transisi dan belum masuk ke masa akselerasi. Salah satunya adalah transisi fiskal menuju defisit di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB) di tahun 2023. Sejak tahun 2020 defisit APBN berada di atas 3% dari PDB.
“Kerja pemerintah akan semakin berat ke depan karena harus membuat transisi yang smooth menuju pengetatan, seperti kondisi normal. Mulai dari pertumbuhan ekonomi, penerimaan pajak, shortfall, dan lainnya,” ucap Eko.
Beberapa indikator ekonomi menunjukkan pemulihan, yaitu pada September 2021 Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur telah masuk zona ekspansif di level 52,2. Laju inflasi tetap terkendali pada level 1,6% secara year on year. Surplus neraca perdagangan masih terus berlanjut sampai dengan bulan September 2021 hingga mencapai USD4,37 Miliar untuk bulan September 2021.
Semua indikator tersebut harus bisa dimanafaatkan untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi. Eko berpendapat bila pemerintah tidak bisa mencapai target pertumbuhan, maka akan berdampak pada peningkatan rasio defisit ke pertumbuhan ekonomi.
Di tahun ini pemerintah menargetkan defisit di angka 5,7% dari PDB. Saat target tersebut ditetapkan tahun 2020 diperkirakan pertumbuhan ekonomi akan berada di kisaran 5%. Bila pertumbuhan ekonomi domestik tidak mencapai 5% diperkirakan posisi defisit akan mencapai 6%.
“Outlook tahun depan ditargetkan defisit APBN di angka 4,85% tetapi kita harus melihat apakah pertumbuhan ekonomi mampu mencapai sebesar 5,2%. Kalau tidak mencapai target, maka rasio utang ke PDB akan meningkat tetapi produktivitas tidak bertambah,” ucapnya.
"Saat ini ada momen booming komoditas mineral dan batu bara. Ini perlu dikenakan pajak ekspor. Tujuannya untuk membantu kepentingan nasional juga. Selain itu juga harus dilakukan hilirisasi produk mineral dan batu bara," ujar Eko dalam live IDX Channel di Jakarta (22/11/2021).
Selain mencari pemasukan pajak juga dibutuhkan efisiensi belanja negara yang harus dilakukan realokasi dan reposisi. Saat ini daya serapnya masih rendah sehingga harus dicari strategi ulang.
"Harus dilihat lagi bagaimana dampaknya pada perekonomian nasional, dan lakukan realokasi belanja. Apakah itu sudah menimbulkan dampak ekonomi signifikan atau belum," katanya.
Indonesia, lanjut Eko, masih di masa transisi dan belum masuk ke masa akselerasi. Salah satunya adalah transisi fiskal menuju defisit di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB) di tahun 2023. Sejak tahun 2020 defisit APBN berada di atas 3% dari PDB.
“Kerja pemerintah akan semakin berat ke depan karena harus membuat transisi yang smooth menuju pengetatan, seperti kondisi normal. Mulai dari pertumbuhan ekonomi, penerimaan pajak, shortfall, dan lainnya,” ucap Eko.
Beberapa indikator ekonomi menunjukkan pemulihan, yaitu pada September 2021 Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur telah masuk zona ekspansif di level 52,2. Laju inflasi tetap terkendali pada level 1,6% secara year on year. Surplus neraca perdagangan masih terus berlanjut sampai dengan bulan September 2021 hingga mencapai USD4,37 Miliar untuk bulan September 2021.
Semua indikator tersebut harus bisa dimanafaatkan untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi. Eko berpendapat bila pemerintah tidak bisa mencapai target pertumbuhan, maka akan berdampak pada peningkatan rasio defisit ke pertumbuhan ekonomi.
Di tahun ini pemerintah menargetkan defisit di angka 5,7% dari PDB. Saat target tersebut ditetapkan tahun 2020 diperkirakan pertumbuhan ekonomi akan berada di kisaran 5%. Bila pertumbuhan ekonomi domestik tidak mencapai 5% diperkirakan posisi defisit akan mencapai 6%.
“Outlook tahun depan ditargetkan defisit APBN di angka 4,85% tetapi kita harus melihat apakah pertumbuhan ekonomi mampu mencapai sebesar 5,2%. Kalau tidak mencapai target, maka rasio utang ke PDB akan meningkat tetapi produktivitas tidak bertambah,” ucapnya.
(uka)