Sutrimo, Tante Siska, dan Pengembangan Ekonomi Sirkular ala PEP Sangasanga

Sabtu, 04 Desember 2021 - 23:02 WIB
loading...
Sutrimo, Tante Siska, dan Pengembangan Ekonomi Sirkular ala PEP Sangasanga
Ketua Kelompok Tani Setaria Sutrimo menunjukkan pupuk cair produksinya di lokasi Program Pengembangan Masyarakat PEP Sangasanga Field, Sabtu (4/12/2021). Foto/M Faizal
A A A
SANGASANGA - Konsep ekonomi sirkular telah menjadi tren secara global seiring dengan makin meningkatnya kesadaran untuk membangun usaha yang keberlanjutan di tengah makin terbatasnya sumber daya alam. Akan tetapi, penerapan konsep ini bukan hal mudah, karena butuh kemauan dari masyarakat dan juga pemetaan potensi yang cermat hingga mampu menghasilkan model bisnis yang tepat.

Namun, PT Pertamina EP Sangasanga Field dan satu kelompok tani di Sangasanga, Kalimantan Timur, mampu mewujudkan pengembangan sektor pertanian secara terpadu dengan sistem ekonomi sirkular dan ramah lingkungan melalui Program Tani Terpadu Sistem Inovasi Sosial Kelompok Setaria, yang disingkat Tante Siska.

Menurut Ketua Kelompok Tani Setaria, Sutrimo, sinergi dengan PEP Sangasanga bermula pada 2019, ketika masyarakat di sana mulai mengalami kesulitan ekonomi seiring meredupnya kegiatan pertambangan di daerah tersebut.



"Setelah tambang habis, banyak yang mencoba kembali bertani atau menjadi nelayan. Tapi belum berjalan dengan baik, karena masih bingung apa yang mau ditanam. Lalu, jadi nelayan pun ikan sudah susah," tuturnya saat berdiskusi dengan sejumlah media di Sangasanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Sabtu (4/12/2021).

Kendati demikian, Sutrimo dan kelompoknya tetap yakin sektor pertanian bisa menjadi penopang hidup mereka ke depan. Keyakinan tersebut kemudian disambut oleh PEP Sangasanga melihat adanya potensi pengembangan sektor pertanian di daerah ini.

Melalui Program Tane Siska ini kemudian dikembangkan pertanian terpadu dengan sistem ekonomi sirkular yang ramah lingkungan. Pada pelaksanaannya, program ini memiliki skema produksi pertanian dimana disetiap tahapan pelaksanaannya saling terintegrasi satu sama lain. Adapun skema produksi ini terbagi dalam 4 tahapan, yakni peternakan, produksi pupuk, pertanian, dan pengembangan.

Sutrimo menjelaskan, dari kegiatan peternakan sapi, kelompoknya lantas mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organik yang selain diperjualkan, juga dimanfaatkan oleh kelompok di lahan pertaniannya sendiri.

Kelompok Setaria ini juga mengolah limbah sekam padi yang diperoleh dari lahan pertanian di sekitar daerah itu untuk diolah menjadi pupuk serta asap cair dengan alat destilasi bantuan PEP Sangasanga yang dinamai "Damkar" alias Destilasi Asap Sekam Bakar.

Di bidang pertaniannya, lanjut dia, Kelompok Setaria antara lain menanam sereh wangi memanfaatkan lahan bekas tambang batubara. Produksi sereh wangi lantas dimanfaatkan untuk bahan pembuatan minyak atsiri yang limbah batang sisa penyulingan lantas digunakan sebagai pakan ternak sapi. Kelompok Setaria ini juga menanam ubi rambat yang bernilai ekonomis, dan batang serta daunnya setelah panen dapat dijadikan bahan pakan ternak. "Jadi dalam semua kegiatan ini, tidak ada sisa yang terbuang, atau zero waste," ungkap Sutrimo.

Sementara di bidang pengembangan, jelas Sutrimo, selain minyak sereh, Kelompok Setaria juga mengolah minyak hasil sulingan tanaman sereh menjadi hand sanitizer yang merupakan produk yang sangat populer di tengah pandemi saat ini.



Sutrimo menegaskan, bagi dirinya serta anggota kelompoknya, Program Tante Siska ini terbukti memberikan dampak signifikan baik dalam segi lingkungan, ekonomi, maupun sosial. Sutrimo mengatakan, ia dan kelompoknya kini memperoleh Pendapatan tetap dari penjualan pupuk, minyak sereh dan juga ubi rambat. Di luar itu, ia dan kelompoknya punya "tabungan" tak sedikit dari ternak sapi yang kini sudah berjumlah 15 ekor.

"Jadi, meski saya ini duda, tapi nggak mau cari janda karena sudah punya 'Tante Siska'," selorohnya.

Pada kesempatan itu, Senior Manager PEP Field Sangasanga Gondo Irawan membeberkan aspek ekonomi yang dihasilkan dari program tersebut. Menurut dia, perhitungan pendapatan Kelompok Setaria periode bulan Januari hingga Oktober tahun 2021 tercatat mencapai Rp328 juta, naik signifikan 82,2% dari tahun 2019 saat awal program dimulai, sebesar Rp180 juta. Program ini juga menghasilkan penghematan pembelian pupuk karena memproduksi sendiri senilai Rp48 juta per tahun.

"Untuk aspek lingkungannya, hasil kajian IPB menyebutkan program ini telah mengurangi emisi CO2 dari hasil pembakaran sekam menggunakan alat Damkar sebanyak 7,76 ton CO2 per tahun," tambahnya.

Program Tante Siska, sambung dia, memberikan manfaat secara langsung baik peningkatan pendapatan maupun peningkatan pengetahuan, yakni pada anggota kelompok sejumlah 16 orang, juga manfaat tidak langsung bagi 677 orang. Tak hanya itu, program ini menurutnya juga telah memberikan replikasi pengetahuan pada 6 kelompok tani lain di sekitarnya. "Ke depan, harapannya program yang kita inisiasi sejak 2019 ini dapat menjadi pusat agrowisata, untuk masyarakat dapat belajar proses inovasi di sini," pungkasnya.
(fai)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1970 seconds (0.1#10.140)