CORE: Tak Masalah Kenaikan Cadev dari Utang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia menyatakan pada akhir Mei kemarin, cadangan devisa (cadev) nasional mencapai USD130,5 miliar, lebih tinggi dibanding posisi akhir April sebesar USD127,9 miliar. Salah satu penopang kenaikan cadev itu adalah penarikan utang luar negeri pemerintah.
Nah, peningkatan cadev yang ditopang oleh penarikan utang luar negeri pemerintah itu, tak perlu dipersoalkan. Pasalnya, peningkatan cadev memang salah satunya bersumber dari utang pemerintah.
"Selain dari utang, ada sumber lainnya, yaitu bagi hasil konsesi pertambangan, serta aliran modal masuk yang dikonversikan ke Bank Indonesia," kata Piter Adbullah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, kepada SINDOnews di Jakarta, Senin (8/6/2020).
Piter juga menekankan bahwa penarikan utang merupakan sebuah kewajaran, sebab semua negara juga melakukannya. Malahan, rasio utang pemerintah kita masih jauh dari batas yang dianggap membahayakan perekonomian, di bawah 60% dari PDB.
Terlepas dari asal sumbernya, menurut Piter, yang terpenting adalah kecukupan cadev sehingga bisa membuat investor lebih confident. Cadev akan dinilai cukup dan membantu fundamental ekonomi sepanjang besarnya cukup untuk menutup semua kebutuhan perekonomian akan valas.
Utang yang ditarik pemerintah juga tidak akan menjadi bumerang bagi cadev, ketika harus membayarnya saat jatuh tempo nanti. Sebab, utang itu sudah ada jadwal pembayarannya.
"Justru kecukupan cadev adalah untuk menjamin bahwa pemerintah tidak akan kesulitan dalam membayar pokok dan bunga utang," tandas Piter.
Kendati kenaikan cadev bisa ditopang oleh penarikan utang, Piter menyatakan bahwa kecukupan cadev sebaiknya berasal dari kegiatan ekonomi yang produktif. "Akan ideal apabila kecukupan cadev berasal dari penerimaan bagi hasil konsesi pertambangan, aliran modal asing, dan juga hasil ekspor," tutup Piter.
Nah, peningkatan cadev yang ditopang oleh penarikan utang luar negeri pemerintah itu, tak perlu dipersoalkan. Pasalnya, peningkatan cadev memang salah satunya bersumber dari utang pemerintah.
"Selain dari utang, ada sumber lainnya, yaitu bagi hasil konsesi pertambangan, serta aliran modal masuk yang dikonversikan ke Bank Indonesia," kata Piter Adbullah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, kepada SINDOnews di Jakarta, Senin (8/6/2020).
Piter juga menekankan bahwa penarikan utang merupakan sebuah kewajaran, sebab semua negara juga melakukannya. Malahan, rasio utang pemerintah kita masih jauh dari batas yang dianggap membahayakan perekonomian, di bawah 60% dari PDB.
Terlepas dari asal sumbernya, menurut Piter, yang terpenting adalah kecukupan cadev sehingga bisa membuat investor lebih confident. Cadev akan dinilai cukup dan membantu fundamental ekonomi sepanjang besarnya cukup untuk menutup semua kebutuhan perekonomian akan valas.
Utang yang ditarik pemerintah juga tidak akan menjadi bumerang bagi cadev, ketika harus membayarnya saat jatuh tempo nanti. Sebab, utang itu sudah ada jadwal pembayarannya.
"Justru kecukupan cadev adalah untuk menjamin bahwa pemerintah tidak akan kesulitan dalam membayar pokok dan bunga utang," tandas Piter.
Kendati kenaikan cadev bisa ditopang oleh penarikan utang, Piter menyatakan bahwa kecukupan cadev sebaiknya berasal dari kegiatan ekonomi yang produktif. "Akan ideal apabila kecukupan cadev berasal dari penerimaan bagi hasil konsesi pertambangan, aliran modal asing, dan juga hasil ekspor," tutup Piter.
(bon)