Tuntutan Serikat Pekerja Pertamina Dinilai Tidak Relevan dengan UU Ketenagakerjaan

Kamis, 23 Desember 2021 - 09:11 WIB
loading...
Tuntutan Serikat Pekerja Pertamina Dinilai Tidak Relevan dengan UU Ketenagakerjaan
Tuntutan Forum Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) dinilai tidak relevan dengan Undang-Undang Nomor UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Tuntutan Forum Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang meminta Menteri BUMN Erick Thohir untuk mencopot Dirut Pertamina , Nicke Widyawati dari jabatannya, dinilai tidak relevan dengan Undang-Undang Nomor UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan . Demikian disampaikan pakar hukum ketenagakerjaan Universitas Krisnadwipayana, Payaman Simanjuntak.

“Tidak ada dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Tidak diatur di sana. Jadi, tuntutan untuk mencopot pejabat perusahaan di luar kewenangan serikat pekerja,” kata Payaman di Jakarta.



Payaman menambahkan, urusan pencopotan atau penggantian direksi, adalah urusan pendiri atau pemilik saham. “Jadi, jangan minta Dirut diganti. Itu sama sekali tidak relevan dengan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003,” tegasnya.

Kalaupun serikat pekerja seperti FSPPB menuntut, lanjutnya, maka yang relevan adalah terkait hubungan industrial itu sendiri. Payaman mencontohkan, terkait upah dan juga frekuensi pertemuan bipartit, yakni jika serikat pekerja ingin pertemuan diperbanyak. “Dalam konteks tersebut, mereka boleh meminta waktu kepada Direksi untuk berbicara dan berunding. Boleh mengusulkan tuntutan seperti itu,” lanjut Payaman.

FSPPB memang berencana melakukan aksi pada 29 Desember 2021 hingga 7 Januari 2022. Dalam tuntutannya, FSPPB meminta kepada Menteri BUMN Erick Thohir untuk mencopot Nicke Widyawati dari jabatannya sebagai Direktur Utama Pertamina.

Menyikapi tuntutan tersebut, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga juga menyayangkan. Arya juga menilai, tuntutan FSPPB bukan merupakan hak karyawan. "Itu bukan hak mereka,” kata Arya.

Untuk itulah Arya mengimbau FSPPB untuk mengedepankan kepentingan bangsa dan rakyat, yaitu dengan tidak melakukan aksi. Apalagi rencana aksi dilakukan ketika masih dalam suasana pandemi covid-19. "Ketika ekonomi akan bangkit, serikat pekerja malah mau mengancam melakukan aksinya. Dimana merah putihnya yang membela rakyat?” ucapnya.



Sekjen Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Tri Sasono juga menyayangkan sikap FSPPB. Menurut Tri, seharusnya FSPPB mengerti tentang tujuan berorganisasi. Dalam hal ini, bahwa tujuan perjuangan serikat pekerja adalah hak-hak normatif untuk kesejahteraan para pekerja. “Jadi bukan untuk meminta mencopot direktur utama Pertamina. Sebab pergantian direksi di BUMN bukan ranah serikat pekerja tetapi merupakan hak pemegang saham, dalam hal ini Kementrian BUMN,” ujar Tri.

Apalagi, lanjutnya, jika disertai dengan ancaman melakukan aksi, sudah jelas sangat kontraproduktif. “Apalagi kalau hanya karena soal kesejahteraan, Pekerja Pertamina selama ini merupakan Pekerja yang paling bagus tingkat kesejahteraannya,” lanjut Tri.

Untuk itulah FSP BUMN Bersatu meminta kepada FSPPB, agar jangan melakukan aksi. Terlebih, saat ini mendekati masa liburan panjang, dimana stok BBM harus cukup tersedia. “Jika tetap melakukan aksi, sama saja ini bisa dikatakan sebagai bentuk sabotase pada pemerintah,” tutupnya.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1662 seconds (0.1#10.140)