Catatan Kedaulatan Pangan 2021 Telurkan 4 Rekomendasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun 2021 sesaat lagi bakal berakhir, berikut Catatan Kedaulatan Pangan yang disampaikan oleh Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP). Dicatat olehnya, bahwa sistem pangan dan pertanian masih dalam kondisi rentan.
Sistem pangan rapuh saat dihadapkan dengan guncangan mendadak, seperti saat pandemic COVID-19. Guncangan ini menyebabkan penurunan akses penduduk terhadap pangan. Masyarakat perkotaan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau yang menerima pengurangan jam kerja sempat mengalami kesulitan dalam menjangkau pangan yang sehat dan beragam.
Kondisi sulit juga dialami oleh produsen pangan, petani yang ada di pedesaan. Petani-petani padi misalnya, saat panen raya justru mengalami kesulitan untuk menjual hasil panen dengan harga yang layak. Harga gabah anjlok di bawah harga pembelian pemerintah yang telah ditetapkan oleh Kemendag. Anjloknya harga ini ternyata disebabkan oleh sentiment pasar karena ada rencana pemerintah akan mengimpor beras pada awal tahun 2021 lalu.
Kondisi seperti ini sebenarnya bukan hal baru, pada tahun sebelumnya, 2020 dan 2019 juga demikian, saat itu malah sudah terjadi impor saat menjelang panen raya. Kejadian ini tentu melukai hati petani kita karena harga anjlok.
Ironisnya lagi adalah importasi bahan pangan ini bukan didasarkan pada keperluan, hal ini ditunjukkan dengan kerangka waktu yang digunakan dalam importasi, impor dilakukan saat pasokan beras sedang tinggi. Ini memang sudah menjadi polemic lama dimana penyelenggaraan pangan, termasuk impotasi pangan, tidak berlandaskan pada kekuatan data.
Data pangan kita belum “satu”, kerap terjadi perbedaan data antar kementerian dan Lembaga pemerintah. Padahal data ini menjadi basis dalam memutuskan kebijakan dan tata kelola pangan.
Degradasi lingkungan hidup, perubahan iklim, ketimpangan dan kerentanan social terus memburuk dan memperberat upaya pemulihan sistem pangan kedepan. Kerusakan hutan dan keanekaragaman hayati, kualitas kesuburan tanah terus menurun, air untuk pertanian yang terdegardasi, cuaca ekstrim yang makin intensif, ledakan hama dan penyakit makin serius adalah bentuk-bentuk realitas yang kita saksikan di lapangan.
Namun ada juga kisah inspiratif dari masyarakat yang membuat kita tidak patah semangat untuk terus mendorong adanya perbaikan-perbaikan di setiap lini sistem pangan ini. Seperti halnya yang dilakukan oleh Sedulur Sikep di dukuh Mbombong desa Baturrejo di Kabupaten Pati.
Masyarakat disini sangat kuat dengan nilai-nilai jawa tradisional khususnya dalam mengelolaa cadangan pangan keluarga. Cadangan pangan keluarga atau yang disebut dengan lumbung.
Lumbung di sini tidak terbatas dengan beras yang disimpan di dalam unit keluarga. Lumbung merupakan sistem pangan di unit keluarga sedulur sikep. Bagaimana pengaturan produksi, penyimpanan sampai pada konsumsi terdapat norma dan aturan main yang dipegang oleh sedulur sikep.
Kisah inspiratif ke-dua adalah adaptasi petani di Darim, indramayu dalam menghadapi perubahan iklim. Melalui sekolah lapang pertanian bio-intensif, para petani membalik cara dan Teknik dalam Bertani, dimana yang awalnya Jerami adalah limbah digubah menjadi bahan penambah potassium yang luar biasa dan menghemat biaya.
Perubahan perilaku dari memberlakukan Jerami ini sudah banyak merubah hal, selain berkaitan dengan efisiensi juga berkenaan dengan pengurangan inpur pertanian dari luar yang sangat syarat dengan emisi, dimana emisi ini sangat berpengaruh pada perubahan iklim.
Kisah inspiratif lainnya adalah bagaimana petani menerapkan standar dalam produksi beras yang lebih sehat dengan pendekatan sustainable rice platform (SRP). Pada pendekatan SRP ini juga mendorong adalah Forum Kabupaten Penghasil Beras Berkelanjutan.
Forum ini sebagai ruang kolaborasi antar pihak untuk dapat menciptakan ekosistem produksi-konsumsi beras yang inklusif, termasuk bagi petani agar mendapatkan harga yang layak.KRKP sepanjang tahun 2021 ini menjadi pelaku dan saksi atas pergulatan hal-hal di atas.
“Catatan kedaulatan pangan 2021 ini merupakan catatan tahunan pengalaman KRKP melalui program-programnya yang bersentuhan langsung dengan pelaku lapangan. Tidak sekedar cerita, namun kisah-kisah ini mengandung makna mendalam refleksi atas kebijakan untuk kedaulatan pangan,” ujar Koordinator Nasional KRKP, Said Abdullah di Jakarta, Jumat (31/12/2021).
Said Abdullah, menyampaikan bahwa perbaikan situasi pangan ini harus dilakukan secara tersistem, massif dan bersama-sama. Pemerintah harus segera memulai dengan serius dan tidak bisa sendiri. Persoalan pangan tidak bisa dilakukan secara sectoral dan tebang pilih.
Beberapa yang direkomendasikan oleh KRKP kepada pemerintah adalah:
1. Satu data pertanian yang terintegrasi, dan dikelola secara inklusif, transparan dan akuntabel. Data ini juga harus bisa dimanfaatkan parapihak secara adil, baik dalam proses pemakaan pengambilan kebijakan maupun pemanfaatan untuk mendukung tata-kelola pangan secara inklusif.
2. BAPANAS bisa memfokuskan pada pembenahan pengelolaan data pangan sebagai agenda pertama kerja badan baru ini. Badan baru ini harus menjadi pelopor bagi pembenahan tata kelola transformasi sistem pangan dan mendukung cita-cita kedaulatan pangan di Indonesia.
3. Kebijakan penguatan resiliensi sistem pangan komunitas. Penguatan resiliensi sistem pangan harus memperhatikan konteks dan karakteristik social-kultural masyarakat Indonesia yang beragam.
4. Untuk mendukung resiliensi sistem pangan, Pemerintah penting untuk mengembangkan prinsip dan indicator perberasan berkelanjutan, mendorong tumbuhnya inovasi dan kolaborasi lintas pihak dan memfasilitasi Forum Kabupaten Penghasil Beras Berkelanjutan.
Sistem pangan rapuh saat dihadapkan dengan guncangan mendadak, seperti saat pandemic COVID-19. Guncangan ini menyebabkan penurunan akses penduduk terhadap pangan. Masyarakat perkotaan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau yang menerima pengurangan jam kerja sempat mengalami kesulitan dalam menjangkau pangan yang sehat dan beragam.
Kondisi sulit juga dialami oleh produsen pangan, petani yang ada di pedesaan. Petani-petani padi misalnya, saat panen raya justru mengalami kesulitan untuk menjual hasil panen dengan harga yang layak. Harga gabah anjlok di bawah harga pembelian pemerintah yang telah ditetapkan oleh Kemendag. Anjloknya harga ini ternyata disebabkan oleh sentiment pasar karena ada rencana pemerintah akan mengimpor beras pada awal tahun 2021 lalu.
Kondisi seperti ini sebenarnya bukan hal baru, pada tahun sebelumnya, 2020 dan 2019 juga demikian, saat itu malah sudah terjadi impor saat menjelang panen raya. Kejadian ini tentu melukai hati petani kita karena harga anjlok.
Ironisnya lagi adalah importasi bahan pangan ini bukan didasarkan pada keperluan, hal ini ditunjukkan dengan kerangka waktu yang digunakan dalam importasi, impor dilakukan saat pasokan beras sedang tinggi. Ini memang sudah menjadi polemic lama dimana penyelenggaraan pangan, termasuk impotasi pangan, tidak berlandaskan pada kekuatan data.
Data pangan kita belum “satu”, kerap terjadi perbedaan data antar kementerian dan Lembaga pemerintah. Padahal data ini menjadi basis dalam memutuskan kebijakan dan tata kelola pangan.
Degradasi lingkungan hidup, perubahan iklim, ketimpangan dan kerentanan social terus memburuk dan memperberat upaya pemulihan sistem pangan kedepan. Kerusakan hutan dan keanekaragaman hayati, kualitas kesuburan tanah terus menurun, air untuk pertanian yang terdegardasi, cuaca ekstrim yang makin intensif, ledakan hama dan penyakit makin serius adalah bentuk-bentuk realitas yang kita saksikan di lapangan.
Namun ada juga kisah inspiratif dari masyarakat yang membuat kita tidak patah semangat untuk terus mendorong adanya perbaikan-perbaikan di setiap lini sistem pangan ini. Seperti halnya yang dilakukan oleh Sedulur Sikep di dukuh Mbombong desa Baturrejo di Kabupaten Pati.
Masyarakat disini sangat kuat dengan nilai-nilai jawa tradisional khususnya dalam mengelolaa cadangan pangan keluarga. Cadangan pangan keluarga atau yang disebut dengan lumbung.
Lumbung di sini tidak terbatas dengan beras yang disimpan di dalam unit keluarga. Lumbung merupakan sistem pangan di unit keluarga sedulur sikep. Bagaimana pengaturan produksi, penyimpanan sampai pada konsumsi terdapat norma dan aturan main yang dipegang oleh sedulur sikep.
Kisah inspiratif ke-dua adalah adaptasi petani di Darim, indramayu dalam menghadapi perubahan iklim. Melalui sekolah lapang pertanian bio-intensif, para petani membalik cara dan Teknik dalam Bertani, dimana yang awalnya Jerami adalah limbah digubah menjadi bahan penambah potassium yang luar biasa dan menghemat biaya.
Perubahan perilaku dari memberlakukan Jerami ini sudah banyak merubah hal, selain berkaitan dengan efisiensi juga berkenaan dengan pengurangan inpur pertanian dari luar yang sangat syarat dengan emisi, dimana emisi ini sangat berpengaruh pada perubahan iklim.
Kisah inspiratif lainnya adalah bagaimana petani menerapkan standar dalam produksi beras yang lebih sehat dengan pendekatan sustainable rice platform (SRP). Pada pendekatan SRP ini juga mendorong adalah Forum Kabupaten Penghasil Beras Berkelanjutan.
Forum ini sebagai ruang kolaborasi antar pihak untuk dapat menciptakan ekosistem produksi-konsumsi beras yang inklusif, termasuk bagi petani agar mendapatkan harga yang layak.KRKP sepanjang tahun 2021 ini menjadi pelaku dan saksi atas pergulatan hal-hal di atas.
“Catatan kedaulatan pangan 2021 ini merupakan catatan tahunan pengalaman KRKP melalui program-programnya yang bersentuhan langsung dengan pelaku lapangan. Tidak sekedar cerita, namun kisah-kisah ini mengandung makna mendalam refleksi atas kebijakan untuk kedaulatan pangan,” ujar Koordinator Nasional KRKP, Said Abdullah di Jakarta, Jumat (31/12/2021).
Said Abdullah, menyampaikan bahwa perbaikan situasi pangan ini harus dilakukan secara tersistem, massif dan bersama-sama. Pemerintah harus segera memulai dengan serius dan tidak bisa sendiri. Persoalan pangan tidak bisa dilakukan secara sectoral dan tebang pilih.
Beberapa yang direkomendasikan oleh KRKP kepada pemerintah adalah:
1. Satu data pertanian yang terintegrasi, dan dikelola secara inklusif, transparan dan akuntabel. Data ini juga harus bisa dimanfaatkan parapihak secara adil, baik dalam proses pemakaan pengambilan kebijakan maupun pemanfaatan untuk mendukung tata-kelola pangan secara inklusif.
2. BAPANAS bisa memfokuskan pada pembenahan pengelolaan data pangan sebagai agenda pertama kerja badan baru ini. Badan baru ini harus menjadi pelopor bagi pembenahan tata kelola transformasi sistem pangan dan mendukung cita-cita kedaulatan pangan di Indonesia.
3. Kebijakan penguatan resiliensi sistem pangan komunitas. Penguatan resiliensi sistem pangan harus memperhatikan konteks dan karakteristik social-kultural masyarakat Indonesia yang beragam.
4. Untuk mendukung resiliensi sistem pangan, Pemerintah penting untuk mengembangkan prinsip dan indicator perberasan berkelanjutan, mendorong tumbuhnya inovasi dan kolaborasi lintas pihak dan memfasilitasi Forum Kabupaten Penghasil Beras Berkelanjutan.
(akr)