FSPPB Diminta Tak Main Politik dan Bahayakan Kepentingan Masyarakat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi mengkritisi aksi Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) beberapa waktu lalu. Dia menilai aksi demonstrasi dan ancaman mogok kerja FSPPB beberapa waktu lalu telah mengancam kepentingan masyarakat.
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM ini menilai para elit SP Pertamina dalam beberapa aksinya kerap membungkus muatan politis dengan dalih kepentingan pekerja. Dia menduga aksi demonstrasi beberapa waktu lalu salah satunya bertujuan mendorong pencopotan direktur utama Pertamina yang dibungkus dengan tuntuan kenaikan gaji.
"Selama ini ancaman mogok sering dibungkus alasan perbaikan gaji dan kesejahteraan. Padahal, gaji karyawan Pertamina dan bahkan uang pensiunnya sudah besar, sehingga tidak ada alasan memperjuangkan gaji dan kesejahteraan. (Ancaman) itu bisa jadi sebagai bungkus untuk kepentingan lain, yaitu agenda ingin melengserkan (Dirut Pertamina) Nicke Widyawati," kata Fahmy dalam penjelasannya, Selasa (11/1/2022).
Fahmy menyayangkan FSPPB yang dinilai mengabaikan dampak negatif rencana aksinya terhadap kepentingan masyarakat. Jika saat itu mogok kerja benar terjadi, kata dia, maka hal itu akan berakibat fatal.
Di hulu, kata dia, dampaknya bisa berupa produksi minyak mentah yang berkurang. Dampak paling berbahaya menurutnya ada di sisi hilir, yang bisa mengganggu proses pengolahan bahan bakar minyak (BBM) serta pendistribusiannya ke SPBU. "Dampak mogok kerja ini akan mengakibatkan proses kerja di Pertamina macet total, ujung-ujungnya masyarakat yang menjadi korban," kata Fahmy.
Dia menegaskan, Undang-undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yang menjadi dasar hukum pembentukan serikat pekerja di perusahaan pelat merah melarang pekerjanya bermain politik. Sehingga, jika ada pekerja BUMN yang terindikasi bermain politik maka sudah seharusnya layak ditindak.
Berdasarkan UU BUMN ini, kata Fahmy, jika ada elit-elit di SP Pertamina terbukti berpolitik, maka perlu ditindak. Pasalnya, mereka memobilisasi para pekerja di Pertamina untuk memenuhi kepentingan golongan tertentu. "Jadi kalau mau bermain politik ya harus keluar, terus masuk saja ke partai politik," cetusnya.
Sebelumnya, pada tanggal 10 Desember 2021, FSPPB mengirimkan surat kepada Menteri BUMN bernomor 110/FSPPPB/XII/2021-ON3 perihal Permohonan Pencopotan Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati. Surat tersebut ditandatangani oleh Presiden FSPPB Arie Gumilar dan Sekjen FSPPB Sutrisno.
Lihat Juga: Mengunjungi RDMP Balikpapan dan Lawe Lawe Pertamina yang Terus Memperkuat Kemandirian Energi Nasional
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM ini menilai para elit SP Pertamina dalam beberapa aksinya kerap membungkus muatan politis dengan dalih kepentingan pekerja. Dia menduga aksi demonstrasi beberapa waktu lalu salah satunya bertujuan mendorong pencopotan direktur utama Pertamina yang dibungkus dengan tuntuan kenaikan gaji.
"Selama ini ancaman mogok sering dibungkus alasan perbaikan gaji dan kesejahteraan. Padahal, gaji karyawan Pertamina dan bahkan uang pensiunnya sudah besar, sehingga tidak ada alasan memperjuangkan gaji dan kesejahteraan. (Ancaman) itu bisa jadi sebagai bungkus untuk kepentingan lain, yaitu agenda ingin melengserkan (Dirut Pertamina) Nicke Widyawati," kata Fahmy dalam penjelasannya, Selasa (11/1/2022).
Fahmy menyayangkan FSPPB yang dinilai mengabaikan dampak negatif rencana aksinya terhadap kepentingan masyarakat. Jika saat itu mogok kerja benar terjadi, kata dia, maka hal itu akan berakibat fatal.
Di hulu, kata dia, dampaknya bisa berupa produksi minyak mentah yang berkurang. Dampak paling berbahaya menurutnya ada di sisi hilir, yang bisa mengganggu proses pengolahan bahan bakar minyak (BBM) serta pendistribusiannya ke SPBU. "Dampak mogok kerja ini akan mengakibatkan proses kerja di Pertamina macet total, ujung-ujungnya masyarakat yang menjadi korban," kata Fahmy.
Dia menegaskan, Undang-undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yang menjadi dasar hukum pembentukan serikat pekerja di perusahaan pelat merah melarang pekerjanya bermain politik. Sehingga, jika ada pekerja BUMN yang terindikasi bermain politik maka sudah seharusnya layak ditindak.
Berdasarkan UU BUMN ini, kata Fahmy, jika ada elit-elit di SP Pertamina terbukti berpolitik, maka perlu ditindak. Pasalnya, mereka memobilisasi para pekerja di Pertamina untuk memenuhi kepentingan golongan tertentu. "Jadi kalau mau bermain politik ya harus keluar, terus masuk saja ke partai politik," cetusnya.
Sebelumnya, pada tanggal 10 Desember 2021, FSPPB mengirimkan surat kepada Menteri BUMN bernomor 110/FSPPPB/XII/2021-ON3 perihal Permohonan Pencopotan Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati. Surat tersebut ditandatangani oleh Presiden FSPPB Arie Gumilar dan Sekjen FSPPB Sutrisno.
Lihat Juga: Mengunjungi RDMP Balikpapan dan Lawe Lawe Pertamina yang Terus Memperkuat Kemandirian Energi Nasional
(fai)