NFT Juga Kena Pajak, Begini Aturan Mainnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Viralnya Ghozali yang sukses meraup uang miliaran rupiah berkat bisnis Non-Fungible Token (NFT) dengan menjual foto selfie-nya sebagai produk NFT di OpenSea. Lantas apakah NFT yang merupakan aset digital berbasis teknologi blockchain, juga kena pajak ?.
Pajak uang kripto dan NFT belum diatur secara khusus. Namun keuntungan dari kedua aset digital ini tetap dipungut pajak dan wajib dilaporkan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Neilmaldrin Noor menjelaskan, sampai dengan saat ini transaksi NFT maupun kripto masih dalam pembahasan pemerintah.
"Pemerintah belum mengenakan pajak secara khusus terhadap transaksi digital tersebut. Namun, ketentuan umum aturan perpajakan tetap dapat digunakan," kata Neil saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Minggu (16/1/2022).
Pemerintah kini membidik uang kripto dan non-fungible token (NFT) sebagai objek pajak. Peningkatan transaksi kedua aset digital ini dinilai berpotensi mendongkrak penerimaan negara dari sisi pajak.
Sebagaimana disebutkan dalam UU PPh, setiap tambahan kemampuan ekonomis atau pendapatan dikenakan pajak. Hal itu termasuk transaksi yang sedang kita bahas ini, maka tetap dikenakan pajak dengan sistem self assessment.
"Aset NFT maupun aset digital lainnya wajib dilaporkan di SPT Tahunan dengan menggunakan nilai pasar tanggal 31 Desember pada tahun pajak tersebut. Demikian Terima kasih atas bantuannya dalam menjelaskan kepada masyarakat," tandasnya.
Jadi Uang kripto dan NFT dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan masuk dalam Surat Pemberitahuan atau SPT Tahunan. Ketentuan pajak penghasilan untuk uang kripto dan NFT tersebut diatur dalam pasal 4 ayat 1 UU PPh di dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Pasal itu menyebutkan, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Penghasilan tersebut dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Pajak uang kripto dan NFT belum diatur secara khusus. Namun keuntungan dari kedua aset digital ini tetap dipungut pajak dan wajib dilaporkan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Neilmaldrin Noor menjelaskan, sampai dengan saat ini transaksi NFT maupun kripto masih dalam pembahasan pemerintah.
"Pemerintah belum mengenakan pajak secara khusus terhadap transaksi digital tersebut. Namun, ketentuan umum aturan perpajakan tetap dapat digunakan," kata Neil saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Minggu (16/1/2022).
Pemerintah kini membidik uang kripto dan non-fungible token (NFT) sebagai objek pajak. Peningkatan transaksi kedua aset digital ini dinilai berpotensi mendongkrak penerimaan negara dari sisi pajak.
Sebagaimana disebutkan dalam UU PPh, setiap tambahan kemampuan ekonomis atau pendapatan dikenakan pajak. Hal itu termasuk transaksi yang sedang kita bahas ini, maka tetap dikenakan pajak dengan sistem self assessment.
"Aset NFT maupun aset digital lainnya wajib dilaporkan di SPT Tahunan dengan menggunakan nilai pasar tanggal 31 Desember pada tahun pajak tersebut. Demikian Terima kasih atas bantuannya dalam menjelaskan kepada masyarakat," tandasnya.
Jadi Uang kripto dan NFT dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan masuk dalam Surat Pemberitahuan atau SPT Tahunan. Ketentuan pajak penghasilan untuk uang kripto dan NFT tersebut diatur dalam pasal 4 ayat 1 UU PPh di dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Pasal itu menyebutkan, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Penghasilan tersebut dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.