Giliran Muhammadiyah Nyatakan Bitcoin dan Mata Uang Kripto Lainnya Haram
loading...
A
A
A
JAKARTA - Majelis Tarjih Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan Fatwa Tarjih bahwa mata uang kripto hukumnya haram, baik sebagai alat investasi maupun sebagai alat tukar. Pasalnya, terdapat kemudaratan dalam uang kripto tersebut.
Nilai mata uang kripto seperti Bitcoin sangat fluktuatif dengan kenaikan atau penurunan yang tidak wajar. Selain sifatnya yang spekulatif, menggunakan bitcoin juga mengandung gharar (ketidakjelasan).
"Bitcoin hanyalah angka-angka tanpa ada underlying-asset (aset yang menjamin Bitcoin, seperti emas dan barang berharga lain)," sebut Majelis Tarjih PP Muhammadiyah.
Sifat spekulatif dan gharar ini diharamkan oleh syariat, sebagaimana Firman Allah dan hadis Nabi Muhammad SAW serta tidak memenuhi nilai juga tolok ukur Etika Bisnis menurut Muhammadiyah.
"Khususnya dua poin ini, yaitu tidak boleh ada gharar (HR. Muslim) dan tidak boleh ada maisir (QS. Al Maidah: 90)," jelas Majelis Tarjih PP Muhammadiyah.
Kedua, kripto sebagai alat tukar. Sebagai alat tukar, sebenarnya hukum asal mata uang kripto adalah boleh, sebagaimana kaidah fikih dalam bermuamalah. Penggunaan mata uang kripto sebenarnya mirip dengan skema barter, selama kedua belah pihak sama-sama rida, tidak merugikan dan melanggar aturan yang berlaku.
"Namun demikian, jika menggunakan dalil sadd adz dzariah (mencegah keburukan), maka penggunaan uang kripto ini menjadi bermasalah," ujar Majelis Tarjih PP Muhammadiyah.
Bukan cuma Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, sejumlah lembaga otoritas fatwa keagamaan yang mengharamkan mata uang kripto, baik sebagai alat investasi maupun sebagai alat tukar.
MUI juga menetapkan bahwa kripto haram sebagai mata uang. Ketua Bidang Fatwa MUI KH Asrorun Ni'am Sholeh mengatakan, penggunaan kripto karensi atau cryptocurrency menjadi salah satu mata uang hukumnya haram.
“Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram karena mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 Tahun 2015,” kata KH Asrorun Ni'am Sholeh saat penutupan Itjima Ulama di Jakarta.
Dia menuturkan, cryptocurrency sebagai komoditi/aset digital tidak sah diperjualbelikan karena mengandung gharar, dharar, dan qimar. Selain itu, tidak memenuhi syarat sil'ah secara syari yaitu ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik, serta bisa diserahkan ke pembeli.
“Cryptocurrency sebagai komoditi/aset yang memenuhi syarat sebagai sil'ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas sah untuk diperjualbelikan,” tuturnya.
Selain Muhammadiyah dan MUI, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur pun secara resmi menyatakan, bahwa cryptocurrency atau mata uang kripto sebagai komoditas haram. Pernyataan itu diputuskan oleh bahtsul masail.
“Para peserta bahtsul masail memiliki pandangan bahwa meskipun crypto telah diakui oleh pemerintah sebagai bahan komoditi, tetap tidak bisa dilegalkan secara syariat,” kata Kiai Azizi Chasbullah, selaku mushahih, usai melakukan pertemuan dengan sejumlah PCNU dan beberapa pesantren se-Jatim.
Dikutip dari NU Online, keputusan itu disepakati oleh PCNU dan beberapa pesantren, di mana hukum penggunaan cryptocurrency sebagai alat transaksi adalah haram. Dengan begitu, cryptocurrency tidak bisa diakui komoditi dan tidak diperbolehkan untuk diperdagangkan.
“Atas beberapa pertimbangan, di antaranya adalah akan adanya penipuan di dalamnya, maka dihukumi haram,” ungkap alumni Pesantren Lirboyo, Kediri tersebut.
Tidak hanya berhenti di sana, bahtsul masail juga memandang cryptocurrency tidak memiliki manfaat secara syariat, hal ini dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih. Salah satu tim ahli cryptocurrency yang diundang oleh PWNU Jatim juga membenarkan hal tersebut.
Nilai mata uang kripto seperti Bitcoin sangat fluktuatif dengan kenaikan atau penurunan yang tidak wajar. Selain sifatnya yang spekulatif, menggunakan bitcoin juga mengandung gharar (ketidakjelasan).
"Bitcoin hanyalah angka-angka tanpa ada underlying-asset (aset yang menjamin Bitcoin, seperti emas dan barang berharga lain)," sebut Majelis Tarjih PP Muhammadiyah.
Sifat spekulatif dan gharar ini diharamkan oleh syariat, sebagaimana Firman Allah dan hadis Nabi Muhammad SAW serta tidak memenuhi nilai juga tolok ukur Etika Bisnis menurut Muhammadiyah.
"Khususnya dua poin ini, yaitu tidak boleh ada gharar (HR. Muslim) dan tidak boleh ada maisir (QS. Al Maidah: 90)," jelas Majelis Tarjih PP Muhammadiyah.
Kedua, kripto sebagai alat tukar. Sebagai alat tukar, sebenarnya hukum asal mata uang kripto adalah boleh, sebagaimana kaidah fikih dalam bermuamalah. Penggunaan mata uang kripto sebenarnya mirip dengan skema barter, selama kedua belah pihak sama-sama rida, tidak merugikan dan melanggar aturan yang berlaku.
"Namun demikian, jika menggunakan dalil sadd adz dzariah (mencegah keburukan), maka penggunaan uang kripto ini menjadi bermasalah," ujar Majelis Tarjih PP Muhammadiyah.
Bukan cuma Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, sejumlah lembaga otoritas fatwa keagamaan yang mengharamkan mata uang kripto, baik sebagai alat investasi maupun sebagai alat tukar.
MUI juga menetapkan bahwa kripto haram sebagai mata uang. Ketua Bidang Fatwa MUI KH Asrorun Ni'am Sholeh mengatakan, penggunaan kripto karensi atau cryptocurrency menjadi salah satu mata uang hukumnya haram.
“Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram karena mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 Tahun 2015,” kata KH Asrorun Ni'am Sholeh saat penutupan Itjima Ulama di Jakarta.
Dia menuturkan, cryptocurrency sebagai komoditi/aset digital tidak sah diperjualbelikan karena mengandung gharar, dharar, dan qimar. Selain itu, tidak memenuhi syarat sil'ah secara syari yaitu ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik, serta bisa diserahkan ke pembeli.
“Cryptocurrency sebagai komoditi/aset yang memenuhi syarat sebagai sil'ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas sah untuk diperjualbelikan,” tuturnya.
Selain Muhammadiyah dan MUI, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur pun secara resmi menyatakan, bahwa cryptocurrency atau mata uang kripto sebagai komoditas haram. Pernyataan itu diputuskan oleh bahtsul masail.
“Para peserta bahtsul masail memiliki pandangan bahwa meskipun crypto telah diakui oleh pemerintah sebagai bahan komoditi, tetap tidak bisa dilegalkan secara syariat,” kata Kiai Azizi Chasbullah, selaku mushahih, usai melakukan pertemuan dengan sejumlah PCNU dan beberapa pesantren se-Jatim.
Dikutip dari NU Online, keputusan itu disepakati oleh PCNU dan beberapa pesantren, di mana hukum penggunaan cryptocurrency sebagai alat transaksi adalah haram. Dengan begitu, cryptocurrency tidak bisa diakui komoditi dan tidak diperbolehkan untuk diperdagangkan.
“Atas beberapa pertimbangan, di antaranya adalah akan adanya penipuan di dalamnya, maka dihukumi haram,” ungkap alumni Pesantren Lirboyo, Kediri tersebut.
Tidak hanya berhenti di sana, bahtsul masail juga memandang cryptocurrency tidak memiliki manfaat secara syariat, hal ini dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih. Salah satu tim ahli cryptocurrency yang diundang oleh PWNU Jatim juga membenarkan hal tersebut.
(akr)