Sertifikasi Benih dan Bibit Ternak, Modal Bersaing di Pasar Global
loading...
A
A
A
JAKARTA - Benih dan bibit ternak memiliki peran penting dan strategis dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas. Salah satu langkah Pemerintah agar bibit yang diproduksi dan diedarkan tetap terjamin mutunya adalah dengan memperbanyak Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai modal bersaing di pasar global.
“Standarisasi ini tidak hanya melindungi konsumen tapi juga bisa meningkatkan daya saing sebagai potensi ekspor keluar negeri,” ungkap Menteri Pertanian terkait standarisasi produk produk pertanian.
Lebih lanjut Syahrul Yasin Limpo juga meminta agar semua stakeholder pertanian dan peternakan untuk bekerjasama memperbaiki kualitas produk produk pertanian termasuk benih dan bibit ternak agar dapat menjadi potensi ekspor.
“Perbaiki ekspor kita, perbaiki kualitas pertanian kita!” tegasnya.
Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Komite Teknis (dulu disebut sebagai Panitia Teknis) dan ditetapkan oleh BSN. Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan termasuk dalam komite teknis yang menggagas keluarnya SNI Benih dan Bibit Ternak ini.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan RI, I Ketut Diarmita mengatakan bahwa saat ini sudah ada 43 SNI benih dan bibit ternak yang diterbitkan, terdiri dari 10 SNI untuk sapi potong, 1 SNI sapi perah, 5 SNI Kerbau, 3 SNI Kambing, 2 SNI Domba, 4 SNI Babi, 4 SNI semen beku dan cair, 4 SNI ayam ras, 8 SNI itik, 1 SNI Embrio, dan 1 SNI ayam lokal.
“Untuk tahun 2020 ini, sudah terbit 3 SNI baru yaitu SNI Bibit sapi Simental Indonesia, Limousin Indonesia dan Jabres. Jadi total semua ada 43 SNI Benih dan Bibit Ternak,” jelasnya Ketut.
Adapun yang disebut sebagai SNI benih dengan ruang lingkup semen beku, pelaksanaannya dilakukan di BBIB Singosasi, BIB Lembang, serta UPT IB Daerah yang menghasilkan semen beku seperti Baturiti (Bali), Jawa Tengah, Sumatera Barat, Riau, DIY, Sulsel, Bengkulu, dll. Sedangkan untuk SNI benih dengan ruang lingkup embrio penerapannya ada di BET Cipelang.
Penerapan SNI Bibit seperti sapi potong ada di beberapa UPT diantaranya BPTU HPT Indrapuri (sapi aceh), BPTU HPT Sembawa (sapi Brahman dan PO), BPTU HPT Pelaihari (sapi Madura, kambing PE dan itik), BBPTU HPT Baturraden (sapi perah dan kambing perah), BPTU HPT Padang Mengatas (sapi Pesisir), dan BPTU HPT Siborongborong (Babi). Selain itu ada juga kelompok ternak Perpokeb di Kebumen Jawa Tengah, UPTD Tuban Jawa Timur (Sapi PO), dan PT Putra Perkasa Genetika (ayam KUB).
Lebih lanjut Ketut mengatakan bahwa dengan semakin banyaknya SNI Benih dan Bibit yang diterbitkan, maka semakin banyak juga produk benih dan bibit ternak yang dapat disertifikasi.
“Hal ini otomatis akan memperbanyak potensi produk ternak yang dapat dipasarkan sampai ke luar negeri,” ungkapnya.
Lembaga Sertifikasi Benih dan Bibit Ternak
Sejak tahun 2011, Kementan sudah mempunyai lembaga sertifikasi Benih dan Bibit Ternak yang dikenal dengan nama LSPro Benih dan Bibit Ternak.
LSPro ini dibentuk dalam rangka menjamin mutu benih dan bibit ternak yang beredar, sesuai amanah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 Pasal 13 ayat 6 dan 7 yaitu setiap benih dan bibit yang beredar wajib memiliki sertifikat, dan sertifikat dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi benih dan bibit yang terakreditasi atau yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian.
“LSPro ini lembaga yang berkompeten dan profesional karena sudah mendapatkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) sejak tahun 2015” ungkap Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Sugiono terkait lembaga sertifikasi ini.
Lebih lanjut Sugiono menjelaskan bahwa LSPro memberikan pelayanan jasa sertifikasi benih dan bibit ternak secara mandiri, tidak diskriminatif, tidak memihak, menjaga kerahasiaan, dan menjamin obyektivitas hasil sertifikasi, dengan dukungan personel yang berkompeten dan profesional.
“Saat ini masyarakat sudah semakin sadar akan potensi bibit ternak yang sesuai standar. Oleh karena itu pemerintah akan terus berupaya memperbanyak bibit ternak yang memiliki kualifikasi bibit sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), dan mendorong peternak dan perusahaan ternak untuk mensertifikasi produk mereka agar dapat membuka peluang ekspor,” pungkasnya.
“Standarisasi ini tidak hanya melindungi konsumen tapi juga bisa meningkatkan daya saing sebagai potensi ekspor keluar negeri,” ungkap Menteri Pertanian terkait standarisasi produk produk pertanian.
Lebih lanjut Syahrul Yasin Limpo juga meminta agar semua stakeholder pertanian dan peternakan untuk bekerjasama memperbaiki kualitas produk produk pertanian termasuk benih dan bibit ternak agar dapat menjadi potensi ekspor.
“Perbaiki ekspor kita, perbaiki kualitas pertanian kita!” tegasnya.
Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Komite Teknis (dulu disebut sebagai Panitia Teknis) dan ditetapkan oleh BSN. Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan termasuk dalam komite teknis yang menggagas keluarnya SNI Benih dan Bibit Ternak ini.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan RI, I Ketut Diarmita mengatakan bahwa saat ini sudah ada 43 SNI benih dan bibit ternak yang diterbitkan, terdiri dari 10 SNI untuk sapi potong, 1 SNI sapi perah, 5 SNI Kerbau, 3 SNI Kambing, 2 SNI Domba, 4 SNI Babi, 4 SNI semen beku dan cair, 4 SNI ayam ras, 8 SNI itik, 1 SNI Embrio, dan 1 SNI ayam lokal.
“Untuk tahun 2020 ini, sudah terbit 3 SNI baru yaitu SNI Bibit sapi Simental Indonesia, Limousin Indonesia dan Jabres. Jadi total semua ada 43 SNI Benih dan Bibit Ternak,” jelasnya Ketut.
Adapun yang disebut sebagai SNI benih dengan ruang lingkup semen beku, pelaksanaannya dilakukan di BBIB Singosasi, BIB Lembang, serta UPT IB Daerah yang menghasilkan semen beku seperti Baturiti (Bali), Jawa Tengah, Sumatera Barat, Riau, DIY, Sulsel, Bengkulu, dll. Sedangkan untuk SNI benih dengan ruang lingkup embrio penerapannya ada di BET Cipelang.
Penerapan SNI Bibit seperti sapi potong ada di beberapa UPT diantaranya BPTU HPT Indrapuri (sapi aceh), BPTU HPT Sembawa (sapi Brahman dan PO), BPTU HPT Pelaihari (sapi Madura, kambing PE dan itik), BBPTU HPT Baturraden (sapi perah dan kambing perah), BPTU HPT Padang Mengatas (sapi Pesisir), dan BPTU HPT Siborongborong (Babi). Selain itu ada juga kelompok ternak Perpokeb di Kebumen Jawa Tengah, UPTD Tuban Jawa Timur (Sapi PO), dan PT Putra Perkasa Genetika (ayam KUB).
Lebih lanjut Ketut mengatakan bahwa dengan semakin banyaknya SNI Benih dan Bibit yang diterbitkan, maka semakin banyak juga produk benih dan bibit ternak yang dapat disertifikasi.
“Hal ini otomatis akan memperbanyak potensi produk ternak yang dapat dipasarkan sampai ke luar negeri,” ungkapnya.
Lembaga Sertifikasi Benih dan Bibit Ternak
Sejak tahun 2011, Kementan sudah mempunyai lembaga sertifikasi Benih dan Bibit Ternak yang dikenal dengan nama LSPro Benih dan Bibit Ternak.
LSPro ini dibentuk dalam rangka menjamin mutu benih dan bibit ternak yang beredar, sesuai amanah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 Pasal 13 ayat 6 dan 7 yaitu setiap benih dan bibit yang beredar wajib memiliki sertifikat, dan sertifikat dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi benih dan bibit yang terakreditasi atau yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian.
“LSPro ini lembaga yang berkompeten dan profesional karena sudah mendapatkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) sejak tahun 2015” ungkap Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Sugiono terkait lembaga sertifikasi ini.
Lebih lanjut Sugiono menjelaskan bahwa LSPro memberikan pelayanan jasa sertifikasi benih dan bibit ternak secara mandiri, tidak diskriminatif, tidak memihak, menjaga kerahasiaan, dan menjamin obyektivitas hasil sertifikasi, dengan dukungan personel yang berkompeten dan profesional.
“Saat ini masyarakat sudah semakin sadar akan potensi bibit ternak yang sesuai standar. Oleh karena itu pemerintah akan terus berupaya memperbanyak bibit ternak yang memiliki kualifikasi bibit sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), dan mendorong peternak dan perusahaan ternak untuk mensertifikasi produk mereka agar dapat membuka peluang ekspor,” pungkasnya.
(ars)