Bangun Tata Kelola yang Baik, LPEI Gandeng Banyak Pihak
loading...
A
A
A
LPEI melakukan kerja sama dari dua sisi untuk memastikan bahwa prosedur, kebijakan dan keputusan lembaga untuk menjaga dan menegakkan reputasi, yakni pencegahan dan penindakan.
Di sisi pencegahan, LPEI bekerja sama dengan Inspektorat Jenderal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menghindari atau mencegah terjadinya pelanggaran. Termasuk dalam upaya pencegahan adalah bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Untuk penindakan, LPEI bekerja sama dengan Badan Reserse Kriminal Polri dan Kejaksaan. Penindakan terhadap praktik pelanggaran yang melibatkan kedua lembaga tersebut dilakukan baik dari sisi nasabah maupun pegawai,” papar Wahyu.
(Baca juga:Kejagung Tetapkan 5 Tersangka Dugaan Korupsi LPEI, Rugikan Negara Rp2,6 Triliun)
Menjalankan zero tolerance terhadap fraud dan korupsi tidak mudah dan perlu effort besar. Karena itu, LPEI juga menjalankan combine assurance melalui mekanisme yang disebut Governance, Risk, and Compliance (GRC).
“Zero tolerance itu sangat penting. Dengan itu, orang harus berani melangkah dan berani mengambil risiko. Sekarang disebut three lines of model, atau dulu disebut three lines of defense,” jelasnya.
Menurut dia, yang berada di front line harus tahu apa saja risiko yang harus dihadapi ketika harus mengeksekusi suatu keputusan bisnis dan compliance apa saja yang harus dijalankan. Sedangkan yang di middle office harus mampu mengelola manajemen risiko. Adapun, di bagian back office atau internal audit juga harus mampu mengidentifikasi. “Di situlah GRC menjadi penting,” tambahnya.
Pandemi Covid-19 yang mengubah banyak hal, termasuk cara kerja, menurut Wahyu, telah membawa LPEI untuk kembali memantapkan mandatnya sesuai undang-undang, yaitu pembiayaan, penjaminan, asuransi, dan jasa konsultasi.
Ia menegaskan banyak program atau kebijakan pemerintah yang dalam pelaksanaannya ditugaskan kepada LPEI, mulai dari penjaminan, perlindungan usaha, sampai dengan National Interest Account (NIA) atau Penugasan Khusus Ekspor (PKE).
Karena itu, LPEI mampu melihat pandemi dari sisi yang berbeda, dan telah membuat ritme atau proses kerja bertransformasi menuju digital. “Pandemi itu bukan musibah, tapi justru berkah. Dengan adanya pandemi, proses bisnis di LPEI yang tadinya manual, kini seolah-olah dipaksa untuk bekerja secara digital. Kami bekerja sama dengan Pusintek (Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan) Kemenkeu untuk membangun itu, dan sekarang proses menuju digitalisasi di LPEI itu semakin kokoh, sehingga mempercepat proses kerja dan menjaga kinerja Lembaga di tengah situasi pandemi yang terus berubah-ubah,” tandasnya.
Di sisi pencegahan, LPEI bekerja sama dengan Inspektorat Jenderal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menghindari atau mencegah terjadinya pelanggaran. Termasuk dalam upaya pencegahan adalah bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Untuk penindakan, LPEI bekerja sama dengan Badan Reserse Kriminal Polri dan Kejaksaan. Penindakan terhadap praktik pelanggaran yang melibatkan kedua lembaga tersebut dilakukan baik dari sisi nasabah maupun pegawai,” papar Wahyu.
(Baca juga:Kejagung Tetapkan 5 Tersangka Dugaan Korupsi LPEI, Rugikan Negara Rp2,6 Triliun)
Menjalankan zero tolerance terhadap fraud dan korupsi tidak mudah dan perlu effort besar. Karena itu, LPEI juga menjalankan combine assurance melalui mekanisme yang disebut Governance, Risk, and Compliance (GRC).
“Zero tolerance itu sangat penting. Dengan itu, orang harus berani melangkah dan berani mengambil risiko. Sekarang disebut three lines of model, atau dulu disebut three lines of defense,” jelasnya.
Menurut dia, yang berada di front line harus tahu apa saja risiko yang harus dihadapi ketika harus mengeksekusi suatu keputusan bisnis dan compliance apa saja yang harus dijalankan. Sedangkan yang di middle office harus mampu mengelola manajemen risiko. Adapun, di bagian back office atau internal audit juga harus mampu mengidentifikasi. “Di situlah GRC menjadi penting,” tambahnya.
Pandemi Covid-19 yang mengubah banyak hal, termasuk cara kerja, menurut Wahyu, telah membawa LPEI untuk kembali memantapkan mandatnya sesuai undang-undang, yaitu pembiayaan, penjaminan, asuransi, dan jasa konsultasi.
Ia menegaskan banyak program atau kebijakan pemerintah yang dalam pelaksanaannya ditugaskan kepada LPEI, mulai dari penjaminan, perlindungan usaha, sampai dengan National Interest Account (NIA) atau Penugasan Khusus Ekspor (PKE).
Karena itu, LPEI mampu melihat pandemi dari sisi yang berbeda, dan telah membuat ritme atau proses kerja bertransformasi menuju digital. “Pandemi itu bukan musibah, tapi justru berkah. Dengan adanya pandemi, proses bisnis di LPEI yang tadinya manual, kini seolah-olah dipaksa untuk bekerja secara digital. Kami bekerja sama dengan Pusintek (Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan) Kemenkeu untuk membangun itu, dan sekarang proses menuju digitalisasi di LPEI itu semakin kokoh, sehingga mempercepat proses kerja dan menjaga kinerja Lembaga di tengah situasi pandemi yang terus berubah-ubah,” tandasnya.