Usai Harganya Meroket Kini Langka, Cek Fakta Minyak Goreng
loading...
A
A
A
JAKARTA - Karut marut minyak goreng terus bergulir seiring kian sulitnya masyarakat mendapatkan minyak goreng satu harga yang dibanderol Rp14.000 per liter.
Jika sebelumnya masyarakat teriak karena harga minyak goreng membumbung tinggi hingga Rp20.000 per liter, kini minyak goreng subsidi yang semula diharapkan jadi solusi juga nyatanya sulit ditemui alias langka.
Sebelumnya, pemerintah dan pengusaha menyatakan salah satu penyebab meningkatnya harga minyak goreng adalah naiknya harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).
Meski Indonesia merupakan penghasil kelapa sawit terbesar, harga ditentukan oleh mekanisme pasar dunia. Sehingga, apabila terjadi kenaikan harga CPO internasional maka harga di dalam negeri juga otomatis terkatrol.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga baru-baru ini mengatakan, produksi minyak goreng di Indonesia memang masih bergantung pada harga CPO dunia.
Dalam operasional industri minyak goreng, beban biaya CPO berkisar 65-70% dari harga pabrik minyak goreng. Akibatnya, apabila manakala harga CPO naik, harga minyak goreng ikut melambung. "Sisanya biaya transport, produksi, kemasan, dan lainnya," ujarnya, dikutip Minggu (30/1/2022).
Faktor kedua yang memicu kenaikan harga minyak goreng adalah jumlah permintaan minyak sawit yang meningkat seiring pemulihan ekonomi di Indonesia dan Negara lainnya.
Sementara, dari sisi produksi tidak dapat mengikuti kecepatan dari permintaan tersebut. Produksi minyak sawit relatif stagnan karena berbagai faktor seperti cuaca, keterbatasan pupuk dan kelangkaan tenaga kerja.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat produksi CPO di tahun 2021 mencapai 46,88 juta ton atau 0,31% lebih rendah dari tahun 2020 sebesar 47,03 juta ton.
Adapun konsumsi minyak sawit dalam negeri 2021 mencapai 18,42 juta ton atau 6% lebih tinggi dari konsumsi tahun 2020 sebesar 17,35 juta ton. Konsumsi untuk pangan naik 6%, oleokimia naik 25%, dan biodiesel naik 2% dari tahun 2020.
Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan, terjadi anomali pada produksi minyak sawit 2021. Semester kedua yang biasanya lebih tinggi dari semester pertama, di tahun 2021 justru lebih rendah.
"Oleh sebab itu, produksi semester I/2022 akan menjadi petunjuk apakah penurunan produksi akan terus berlanjut atau akan terjadi kenaikan. Pemupukan yang terkendala di tahun 2021 akibat kelangkaan dan kenaikan harga pupuk akan mempengaruhi produktivitas dan produksi 2022," bebernya.
Sementara itu, guna menjaga dan memenuhi ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) minyak goreng mulai 27 Januari 2022.
Dengan kebijakan DMO dan DPO tersebut, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menyatakan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng berlaku ketentuan yang baru. Kebijakan HET minyak goreng menyebabkan harga turun dan berlaku mulai 1 Februari 2022.
Berikut rincian harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng mulai 1 Februari 2022:
-Harga minyak goreng curah Rp11.500/liter
-Harga minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500/liter
-Harga minyak goreng kemasan premium Rp14.000/liter.
Sebagai catatan, merujuk pada peraturan menteri perdagangan (Permendag), HET minyak goreng kemasan sederhana sebelumnya dipatok di Rp11.000 per liter.
Mendag menyatakan, selama masa transisi yang berlangsung hingga 1 Februari 2022, kebijakan minyak goreng satu harga sebesar Rp14.000/liter tetap berlaku.
"Hal tersebut dengan mempertimbangkan memberikan waktu untuk penyesuaian serta manajemen stok minyak goreng di tingkat pedagang hingga pengecer," jelas Lutfi.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat kebutuhan minyak goreng nasional pada 2022 adalah sebesar 5,7 juta kilo liter. Untuk kebutuhan rumah tangga diperkirakan sebesar 3,9 juta kilo liter, yang terdiri dari 1,2 juta kilo liter kemasan premium, 231.000 kilo liter kemasan sederhana, dan 2,4 juta kilo liter curah. Sedangkan, untuk kebutuhan industri adalah sebesar 1,8 juta kilo liter.
"Seiring dengan penerapan kebijakan DMO, kami menerapkan kebijakan DPO yang ditetapkan sebesar Rp9.300/kg untuk CPO dan Rp10.300/liter untuk olein," papar Mendag.
Jika sebelumnya masyarakat teriak karena harga minyak goreng membumbung tinggi hingga Rp20.000 per liter, kini minyak goreng subsidi yang semula diharapkan jadi solusi juga nyatanya sulit ditemui alias langka.
Sebelumnya, pemerintah dan pengusaha menyatakan salah satu penyebab meningkatnya harga minyak goreng adalah naiknya harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).
Meski Indonesia merupakan penghasil kelapa sawit terbesar, harga ditentukan oleh mekanisme pasar dunia. Sehingga, apabila terjadi kenaikan harga CPO internasional maka harga di dalam negeri juga otomatis terkatrol.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga baru-baru ini mengatakan, produksi minyak goreng di Indonesia memang masih bergantung pada harga CPO dunia.
Dalam operasional industri minyak goreng, beban biaya CPO berkisar 65-70% dari harga pabrik minyak goreng. Akibatnya, apabila manakala harga CPO naik, harga minyak goreng ikut melambung. "Sisanya biaya transport, produksi, kemasan, dan lainnya," ujarnya, dikutip Minggu (30/1/2022).
Faktor kedua yang memicu kenaikan harga minyak goreng adalah jumlah permintaan minyak sawit yang meningkat seiring pemulihan ekonomi di Indonesia dan Negara lainnya.
Sementara, dari sisi produksi tidak dapat mengikuti kecepatan dari permintaan tersebut. Produksi minyak sawit relatif stagnan karena berbagai faktor seperti cuaca, keterbatasan pupuk dan kelangkaan tenaga kerja.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat produksi CPO di tahun 2021 mencapai 46,88 juta ton atau 0,31% lebih rendah dari tahun 2020 sebesar 47,03 juta ton.
Adapun konsumsi minyak sawit dalam negeri 2021 mencapai 18,42 juta ton atau 6% lebih tinggi dari konsumsi tahun 2020 sebesar 17,35 juta ton. Konsumsi untuk pangan naik 6%, oleokimia naik 25%, dan biodiesel naik 2% dari tahun 2020.
Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan, terjadi anomali pada produksi minyak sawit 2021. Semester kedua yang biasanya lebih tinggi dari semester pertama, di tahun 2021 justru lebih rendah.
"Oleh sebab itu, produksi semester I/2022 akan menjadi petunjuk apakah penurunan produksi akan terus berlanjut atau akan terjadi kenaikan. Pemupukan yang terkendala di tahun 2021 akibat kelangkaan dan kenaikan harga pupuk akan mempengaruhi produktivitas dan produksi 2022," bebernya.
Sementara itu, guna menjaga dan memenuhi ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) minyak goreng mulai 27 Januari 2022.
Dengan kebijakan DMO dan DPO tersebut, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menyatakan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng berlaku ketentuan yang baru. Kebijakan HET minyak goreng menyebabkan harga turun dan berlaku mulai 1 Februari 2022.
Berikut rincian harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng mulai 1 Februari 2022:
-Harga minyak goreng curah Rp11.500/liter
-Harga minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500/liter
-Harga minyak goreng kemasan premium Rp14.000/liter.
Sebagai catatan, merujuk pada peraturan menteri perdagangan (Permendag), HET minyak goreng kemasan sederhana sebelumnya dipatok di Rp11.000 per liter.
Mendag menyatakan, selama masa transisi yang berlangsung hingga 1 Februari 2022, kebijakan minyak goreng satu harga sebesar Rp14.000/liter tetap berlaku.
"Hal tersebut dengan mempertimbangkan memberikan waktu untuk penyesuaian serta manajemen stok minyak goreng di tingkat pedagang hingga pengecer," jelas Lutfi.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat kebutuhan minyak goreng nasional pada 2022 adalah sebesar 5,7 juta kilo liter. Untuk kebutuhan rumah tangga diperkirakan sebesar 3,9 juta kilo liter, yang terdiri dari 1,2 juta kilo liter kemasan premium, 231.000 kilo liter kemasan sederhana, dan 2,4 juta kilo liter curah. Sedangkan, untuk kebutuhan industri adalah sebesar 1,8 juta kilo liter.
"Seiring dengan penerapan kebijakan DMO, kami menerapkan kebijakan DPO yang ditetapkan sebesar Rp9.300/kg untuk CPO dan Rp10.300/liter untuk olein," papar Mendag.
(ind)