Tren Pemulihan Ekonomi Nasional Berlanjut, Sri Mulyani Ungkap Indikatornya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan yang juga selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani Indrawati menerangkan, tren pemulihan ekonomi nasional berlanjut dengan dukungan perkembangan pandemi Covid-19 yang terkendali dan mulai pulihnya aktivitas masyarakat. Meski begitu Ia mengungkapkan, ada potensi yang perlu diwaspadai.
"Namun demikian, terdapat potensi risiko yang perlu diwaspadai, baik dari sisi domestik maupun global. Potensi risiko dari sisi domestik terutama terkait kenaikan kasus Covid-19," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK di Jakarta, Rabu (2/2/2022).
Sementara potensi risiko global antara lain gangguan rantai pasokan di tengah kenaikan permintaan yang mendorong peningkatan tekanan inflasi terutama akibat kenaikan harga energi.
"Serta berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global sejalan dengan percepatan kebijakan normalisasi the Fed dalam merespons tekanan inflasi AS yang meningkat serta peningkatan tensi geopolitik di kawasan Baltik," paparnya.
Di sisi lain tren pemulihan ekonomi nasional terus terlihat, seiring dengan mulainya aktivitas. Kondisi ini, sambungnya, tercermin pada perkembangan indikator dini hingga Desember 2021, antara lain mobilitas masyarakat yang melampaui level prapandemi, keyakinan konsumen yang kuat.
Lalu penjualan eceran yang meningkat, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang bertahan di zona ekspansif, konsumsi listrik sektor industri dan bisnis yang meningkat, serta kinerja positif penjualan kendaraan bermotor dan semen.
"Perkembangan kasus harian Covid-19 yang rendah pada triwulan IV 2021 mendorong pelonggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sehingga mendukung berlanjutnya pemulihan aktivitas ekonomi," ungkap Sri Mulyani.
"Laju inflasi tetap rendah dengan IHK 2021 di level 1,87% (yoy), di bawah kisaran sasaran 3,0%±1%. Surplus neraca perdagangan berlanjut di Desember 2021 dan secara akumulatif di tahun 2021 mencapai USD35,34 miliar," terangnya.
Cadangan devisa tercatat berada pada level USD144,9 miliar, setara 8 bulan impor barang dan jasa. Perkembangan tersebut turut ditopang oleh berlanjutnya perbaikan ekonomi global dengan PMI, keyakinan konsumen, dan penjualan ritel yang tetap kuat.
"Namun demikian, terdapat potensi risiko yang perlu diwaspadai, baik dari sisi domestik maupun global. Potensi risiko dari sisi domestik terutama terkait kenaikan kasus Covid-19," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK di Jakarta, Rabu (2/2/2022).
Sementara potensi risiko global antara lain gangguan rantai pasokan di tengah kenaikan permintaan yang mendorong peningkatan tekanan inflasi terutama akibat kenaikan harga energi.
"Serta berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global sejalan dengan percepatan kebijakan normalisasi the Fed dalam merespons tekanan inflasi AS yang meningkat serta peningkatan tensi geopolitik di kawasan Baltik," paparnya.
Di sisi lain tren pemulihan ekonomi nasional terus terlihat, seiring dengan mulainya aktivitas. Kondisi ini, sambungnya, tercermin pada perkembangan indikator dini hingga Desember 2021, antara lain mobilitas masyarakat yang melampaui level prapandemi, keyakinan konsumen yang kuat.
Lalu penjualan eceran yang meningkat, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang bertahan di zona ekspansif, konsumsi listrik sektor industri dan bisnis yang meningkat, serta kinerja positif penjualan kendaraan bermotor dan semen.
"Perkembangan kasus harian Covid-19 yang rendah pada triwulan IV 2021 mendorong pelonggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sehingga mendukung berlanjutnya pemulihan aktivitas ekonomi," ungkap Sri Mulyani.
"Laju inflasi tetap rendah dengan IHK 2021 di level 1,87% (yoy), di bawah kisaran sasaran 3,0%±1%. Surplus neraca perdagangan berlanjut di Desember 2021 dan secara akumulatif di tahun 2021 mencapai USD35,34 miliar," terangnya.
Cadangan devisa tercatat berada pada level USD144,9 miliar, setara 8 bulan impor barang dan jasa. Perkembangan tersebut turut ditopang oleh berlanjutnya perbaikan ekonomi global dengan PMI, keyakinan konsumen, dan penjualan ritel yang tetap kuat.
(akr)