Kisruh JHT, Menaker Ida Siap Berdialog dengan Serikat Buruh

Senin, 14 Februari 2022 - 10:30 WIB
loading...
Kisruh JHT, Menaker...
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah akan berdialog dengan pimpinan serikan pekerja guna membahas aturan Jaminan Hari Tua atau JHT. Foto/Dok SINDOnews/Eko Purwanto
A A A
JAKARTA - Aturan teranyar mengenai pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan yang hanya bisa dilakukan saat usia 56 tahun membuat berang kalangan pekerja.

Guna meredam gejolak di masyarakat, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah akan segera berdialog dengan para pimpinan serikat pekerja.

Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Chairul Fadhly mengatakan, sebenarnya terbitnya Peraturan Menaker (Permenaker) Nomor 2 tahun 2022 yang mengatur soal batas usia pencairan JHT, sudah melalui proses dialog dengan sejumlah pemangku kepentingan.

"Walaupun demikian, karena terjadi pro-kontra terhadap terbitnya Permenaker ini, maka dalam waktu dekat Menaker akan melakukan dialog dan sosialisasi dengan stakeholder, terutama para pimpinan SP/SB (Serikat Pekerja/Serikat Buruh)," kata Chairul dalam keterangannya, dikutip Senin (24/2/2022).



Menurut dia, pemerintah sudah banyak meluncurkan program jaminan sosial untuk kesejahteraan pekerja. Jenis jaminan sosial tersebut Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Adapun terkait pekerja yang mengalami PHK, mereka berhak mendapatkan pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan uang Jaminan Hari Tua.

"Pemerintah juga meluncurkan program baru sebagai bantalan untuk mereka yang ter-PHK, yakni Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) berupa uang tunai, pelatihan kerja dan akses informasi pasar kerja, sehingga diharapkan pekerja bisa survive dan memiliki peluang besar untuk mendapatkan pekerjaan baru," bebernya.



Setelah mempertimbangkan banyaknya program jaminan sosial untuk para buruh tersebut, maka khusus JHT dikembalikan kepada fungsinya, yakni sebagai dana yang dipersiapkan agar pekerja di masa tuanya memiliki harta sebagai biaya hidup di masa sudah tidak produktif lagi.

"Karena itu, uang JHT sudah seharusnya diterima oleh buruh di usia pensiun, cacat total, atau meninggal dunia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN)," tandasnya.

Meskipun tujuannya untuk perlindungan di hari tua (yaitu memasuki masa pensiun), atau meninggal dunia, atau cacat total tetap, UU SJSN memberikan peluang bahwa dalam jangka waktu tertentu, bagi peserta yang membutuhkan, dapat mengajukan klaim sebagian dari manfaat JHT-nya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015, klaim terhadap sebagian manfaat JHT tersebut dapat dilakukan apabila Peserta telah mengikuti program JHT paling sedikit 10 tahun.



Adapun besaran sebagian manfaatnya yang dapat diambil yaitu 30% dari manfaat JHT untuk pemilikan rumah, atau 10% dari manfaat JHT untuk keperluan lainnya dalam rangka persiapan masa pensiun. Dalam PP tersebut, ungkap Chairul, juga telah ditetapkan bahwa yang dimaksud masa pensiun tersebut adalah usia 56 tahun.

"Skema ini untuk memberikan pelindungan agar saat hari tuanya nanti pekerja masih mempunyai dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi kalau diambil semuanya dalam waktu tertentu, maka tujuan dari perlindungan tersebut tidak akan tercapai," pungkasnya.
(ind)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1636 seconds (0.1#10.140)