Di Tengah Kelangkaan, Kenapa Banyak Pihak Gelar Operasi Pasar Minyak Goreng?
loading...
A
A
A
Kalangan pedagang besar menahan stok lantaran tak mau menjual dengan harga yang dipatok pemerintah. Mereka berdalih sebelumnya telah membeli minyak goreng dengan harga yang di atas patokan.
"Siapa yang mau rugi," kata si pedagang.
Memang pemerintah kemudian melancarkan langkah untuk menyerap minyak goreng para pedagang besar dengan membeli sesuai harga yang mereka beli. Entah kenapa, kebijakan ini tak jua memupus kelangkaan.
Yang membingungkan adalah ketika masyarakat kesulitan mencari minyak goreng, perlahan-lahan muncul "hajatan" operasi pasar minyak goreng yang dilakukan oleh sejumlah pihak, mulai dari perusahaan, pemerintah daerah, hingga partai politik.
Saat operasi pasar, mereka menggelontorkan minyak goreng dalam jumlah yang tak sedikit. Dari mana mereka mendapatkan stok sebanyak itu?
"Masih ada perusahaan-perusahaan produsen minyak goreng yang mempunyai stok. Hanya kalangan tertentu yang bisa mengakses minyak goreng langsung ke perusahaan-perusahaan tersebut. Makanya tidak heran sih perusahaan bahkan partai mampu mengakses minyak goreng dengan jumlah yang banyak," jelas Nailul.
Nailul menambahkan, seharusnya operasi pasar minyak goreng menjadi tanggung jawab pemerintah karena ada "target" tertentu yang bisa memperoleh bantuan pemerintah. Jika dilepas ke perusahaan atau bahkan partai, akan menciptakan kegagalan program subsidi pemerintah.
"Kementerian atau Dinas ataupun BUMN/BUMD harusnya yang menjadi penyelenggara operasi pasar minyak goreng ini. Jika ke partai bisa jadi disrupsi untuk kepentingan tertentu," imbuh Nailul.
Sejatinya, operasi pasar minyak goreng tak ubahnya menggarami lautan. Sepanjang kebijakan penetapan harga tidak dicabut, maka minyak goreng tetap akan langka pasokannya.
Meski demikian, Nailul berpandangan bahwa operasi pasar masih perlu dilakukan dengan tujuan membendung harga minyak goreng yang semakin tinggi. Masyarakat bisa mendapatkan harga yang lebih murah dari yang seharusnya.
"Siapa yang mau rugi," kata si pedagang.
Memang pemerintah kemudian melancarkan langkah untuk menyerap minyak goreng para pedagang besar dengan membeli sesuai harga yang mereka beli. Entah kenapa, kebijakan ini tak jua memupus kelangkaan.
Yang membingungkan adalah ketika masyarakat kesulitan mencari minyak goreng, perlahan-lahan muncul "hajatan" operasi pasar minyak goreng yang dilakukan oleh sejumlah pihak, mulai dari perusahaan, pemerintah daerah, hingga partai politik.
Saat operasi pasar, mereka menggelontorkan minyak goreng dalam jumlah yang tak sedikit. Dari mana mereka mendapatkan stok sebanyak itu?
"Masih ada perusahaan-perusahaan produsen minyak goreng yang mempunyai stok. Hanya kalangan tertentu yang bisa mengakses minyak goreng langsung ke perusahaan-perusahaan tersebut. Makanya tidak heran sih perusahaan bahkan partai mampu mengakses minyak goreng dengan jumlah yang banyak," jelas Nailul.
Nailul menambahkan, seharusnya operasi pasar minyak goreng menjadi tanggung jawab pemerintah karena ada "target" tertentu yang bisa memperoleh bantuan pemerintah. Jika dilepas ke perusahaan atau bahkan partai, akan menciptakan kegagalan program subsidi pemerintah.
"Kementerian atau Dinas ataupun BUMN/BUMD harusnya yang menjadi penyelenggara operasi pasar minyak goreng ini. Jika ke partai bisa jadi disrupsi untuk kepentingan tertentu," imbuh Nailul.
Sejatinya, operasi pasar minyak goreng tak ubahnya menggarami lautan. Sepanjang kebijakan penetapan harga tidak dicabut, maka minyak goreng tetap akan langka pasokannya.
Meski demikian, Nailul berpandangan bahwa operasi pasar masih perlu dilakukan dengan tujuan membendung harga minyak goreng yang semakin tinggi. Masyarakat bisa mendapatkan harga yang lebih murah dari yang seharusnya.