Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda Jadi Alasan Dirut Citilink Dicopot?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian BUMN belum memberikan pernyataan resmi alasan pencopotan Juliandra Nurtjahjo sebagai direktur utama PT Citilink Indonesia . Sebagai gantinya, pemegang saham mengangkat Dewa Kadek Rai untuk mengisi posisi tersebut.
Meski pencopotan Juliandra Nurtjahjo diputuskan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) perusahaan, pergantian itu terjadi setelah dirinya diperiksa penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), yang diumumkan pada Jumat hari ini (18/2/2022).
Pemeriksaan tersebut terkait dengan saksi dalam penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia tahun 2011-2021. MNC Portal Indonesia pun mencoba menghubungi Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo dan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga untuk dimintai penjelasan. Hanya saja, keduanya belum merespons pertanyaan yang sudah diajukan.
Dalam arsip pemberitaan MNC Portal Indonesia, dugaan kasus korupsi pengadaan pesawat Garuda Indonesia yang diperiksa Kejagung terkait dengan leasing atau harga pesawat. Salah satunya pesawat ATR-720-600. Kasus ini pun membawa nama Emirsyah Satar, mantan dirut emiten GIAA itu.
Saat ini Emir mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin, Jawa Barat, sejak Februari 2021. Dia dihukum selama delapan tahun penjara atas kasus korupsi dan pencucian uang terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus, Rolls-Royce, ATR, dan Bombardier yang diusut oleh KPK.
Tim kuasa hukum Emirsyah Satar mengakui adanya persetujuan pengadaan pesawat ATR-72-600. Berdasarkan keterangan Emirsyah, yang disampaikan Afrian Bondjol, selaku kuasa hukum, bahwa persetujuan pengadaaan pesawat ATR-720-600 terjadi setelah manajemen PT Citilink Indonesia mengalihkan pesawat ATR kepada Garuda Indonesia.
Sebelumnya, pengadaan dilakukan oleh manajemen Citilink dengan lessor atau perusahaan penyewa pesawat.
"Artinya, proses pengadaan pesawat ATR-72-600, di dalamnya termasuk pemilihan lessor, diadakan oleh Citilink Indonesia," ujar Afrian.
Sebelum pengadaan pesawat disepakati oleh manajemen Garuda Indonesia, dewan komisaris perusahaan terlebih dahulu melakukan penolakan. Alasan penolakan lantaran lessor meminta adanya jaminan kepada manajemen. Seiring berjalannya waktu, lanjut Afrian, dewan direksi dan komisaris pun menyetujui pengadaan pesawat ATR-72-600.
Menurutnya, persetujuan manajemen didasarkan atas rencana bisnis emiten penerbangan pelat merah itu. Padahal, saat itu leasing atau harga sewa pesawat yang diajukan lessor paling tinggi di antara harga sewa pesawat secara global, yakni di kisaran 26%.
Kejagung sendiri telah memeriksa Emirsyah Satar yang didasarkan atas laporan Menteri BUMN Erick Thohir. Pemeriksaan itu telah dilakukan Kejagung dua pekan yang lalu.
Meski pencopotan Juliandra Nurtjahjo diputuskan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) perusahaan, pergantian itu terjadi setelah dirinya diperiksa penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), yang diumumkan pada Jumat hari ini (18/2/2022).
Pemeriksaan tersebut terkait dengan saksi dalam penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia tahun 2011-2021. MNC Portal Indonesia pun mencoba menghubungi Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo dan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga untuk dimintai penjelasan. Hanya saja, keduanya belum merespons pertanyaan yang sudah diajukan.
Dalam arsip pemberitaan MNC Portal Indonesia, dugaan kasus korupsi pengadaan pesawat Garuda Indonesia yang diperiksa Kejagung terkait dengan leasing atau harga pesawat. Salah satunya pesawat ATR-720-600. Kasus ini pun membawa nama Emirsyah Satar, mantan dirut emiten GIAA itu.
Saat ini Emir mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin, Jawa Barat, sejak Februari 2021. Dia dihukum selama delapan tahun penjara atas kasus korupsi dan pencucian uang terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus, Rolls-Royce, ATR, dan Bombardier yang diusut oleh KPK.
Tim kuasa hukum Emirsyah Satar mengakui adanya persetujuan pengadaan pesawat ATR-72-600. Berdasarkan keterangan Emirsyah, yang disampaikan Afrian Bondjol, selaku kuasa hukum, bahwa persetujuan pengadaaan pesawat ATR-720-600 terjadi setelah manajemen PT Citilink Indonesia mengalihkan pesawat ATR kepada Garuda Indonesia.
Sebelumnya, pengadaan dilakukan oleh manajemen Citilink dengan lessor atau perusahaan penyewa pesawat.
"Artinya, proses pengadaan pesawat ATR-72-600, di dalamnya termasuk pemilihan lessor, diadakan oleh Citilink Indonesia," ujar Afrian.
Sebelum pengadaan pesawat disepakati oleh manajemen Garuda Indonesia, dewan komisaris perusahaan terlebih dahulu melakukan penolakan. Alasan penolakan lantaran lessor meminta adanya jaminan kepada manajemen. Seiring berjalannya waktu, lanjut Afrian, dewan direksi dan komisaris pun menyetujui pengadaan pesawat ATR-72-600.
Menurutnya, persetujuan manajemen didasarkan atas rencana bisnis emiten penerbangan pelat merah itu. Padahal, saat itu leasing atau harga sewa pesawat yang diajukan lessor paling tinggi di antara harga sewa pesawat secara global, yakni di kisaran 26%.
Kejagung sendiri telah memeriksa Emirsyah Satar yang didasarkan atas laporan Menteri BUMN Erick Thohir. Pemeriksaan itu telah dilakukan Kejagung dua pekan yang lalu.
(uka)