Ruwet, Ini Sumber Masalah pada Tata Kelola Pemerintahan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah tengah melakukan transformasi digital untuk mereformasi birokrasi dalam pelayanan masyarakat. Hal juga dilakukan untuk mengentaskan masalah-masalah yang membelit tata kelola pemerintahan.
Deputi Bidang Reformasi, Akuntabilitas dan Pengawasan KemenPANRB Erwan Agus Purwanto membeberkan, masalah-masalah tersebut mencakup tidak adanya koordinasi antara Kementerian/Lembaga/Pemda atau masih adanya ego sektoral. Selanjutnya, persoalan tumpang tindih kewenangan dan duplikasi program/kegiatan.
"Masalah lainnya yaitu proses pengambilan keputusan yang panjang atau tidak berdasar pada data, proses pelayanan yang berbelit dan tata kelola yang tidak transparan," papar Erwan dalam Indonesian Government, Risk, and Compliance (IGRC) National Conference 2022 Seri 2, Senin (21/2/2022).
Menurut Erwan, dengan transformasi tata kelola pemerintah yang melibatkan teknologi, masalah ini diharapkan teratasi. Pengembangan e-Government untuk peningkatan efisiensi, efektivitas dan transparansi penyelenggaraan pemerintah ini sudah diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) No 3 Tahun 2003.
Namun, kata Erwan, dalam implementasinya, e-Government ini masih terkendala pembangunan teknologi informasi yang sektoral, tata kelola teknologi yang tidak terpadu serta tingkat kematangan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang rendah.
"Untuk itu, dibuatlah Peraturan Presiden (Perpres) No 95 Tahun 2018 tentang SPBE untuk memastikan tata kelola pemerintah melalui pemanfaatan teknologi bisa berjalan dengan lancar," tuturnya.
Erwan menambahkan, untuk meminimalisir risiko implementasi SPBE, pihaknya mendorong pimpinan Kementerian/Lembaga/Pemda untuk meningkatkan pengawasan dan koordinasi SPBE. "Pemerintah juga menerbitkan Peraturan BSSN No 4 Tahun 2021 untuk mencegah potensi kejahatan siber terhadap SPBE," pungkasnya.
Deputi Bidang Reformasi, Akuntabilitas dan Pengawasan KemenPANRB Erwan Agus Purwanto membeberkan, masalah-masalah tersebut mencakup tidak adanya koordinasi antara Kementerian/Lembaga/Pemda atau masih adanya ego sektoral. Selanjutnya, persoalan tumpang tindih kewenangan dan duplikasi program/kegiatan.
"Masalah lainnya yaitu proses pengambilan keputusan yang panjang atau tidak berdasar pada data, proses pelayanan yang berbelit dan tata kelola yang tidak transparan," papar Erwan dalam Indonesian Government, Risk, and Compliance (IGRC) National Conference 2022 Seri 2, Senin (21/2/2022).
Menurut Erwan, dengan transformasi tata kelola pemerintah yang melibatkan teknologi, masalah ini diharapkan teratasi. Pengembangan e-Government untuk peningkatan efisiensi, efektivitas dan transparansi penyelenggaraan pemerintah ini sudah diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) No 3 Tahun 2003.
Namun, kata Erwan, dalam implementasinya, e-Government ini masih terkendala pembangunan teknologi informasi yang sektoral, tata kelola teknologi yang tidak terpadu serta tingkat kematangan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang rendah.
"Untuk itu, dibuatlah Peraturan Presiden (Perpres) No 95 Tahun 2018 tentang SPBE untuk memastikan tata kelola pemerintah melalui pemanfaatan teknologi bisa berjalan dengan lancar," tuturnya.
Erwan menambahkan, untuk meminimalisir risiko implementasi SPBE, pihaknya mendorong pimpinan Kementerian/Lembaga/Pemda untuk meningkatkan pengawasan dan koordinasi SPBE. "Pemerintah juga menerbitkan Peraturan BSSN No 4 Tahun 2021 untuk mencegah potensi kejahatan siber terhadap SPBE," pungkasnya.
(fai)